Chapter 35

18 1 0
                                    

"Kadangkala kita membutuhkan seseorang yang bisa memberikan semangat dan kekuatan saat merasa rapuh. Jika menemukanya, maka jangan sia-sia kan. Cinta adalah komitmen yang harus diperjuangkan." |Gema Baskara|

Kali ini Gema sudah yakin betul dengan keputusanya. Dia tak ingin lagi jika harus kehilangan gadis yang membuat hidupnya seakan terasa berarti lagi itu. Langkahnya tergesa membuka kunci mobil lalu dikendarai tergesa menuju ke rumah Papanya. Sesampainya disana Ia langsung pun menuju ke ruang kerja Rendra. Kebetulan Rendra ternyata juga berada disana. Sarah yang melihat kehadiran Gema ke rumah itu terlihat mengikutinya.

Rendra pun mempersilahkanya duduk dan menatapnya aneh mengapa anaknya nampak begitu serius dan tergesa. Gema menghela napas dalam sebelum mengutarakan maksudnya pada Papanya itu.

"Pa, aku mau serius dengan dia."

"Siapa?"

Sorot mata Rendra terlihat tajam seakan kaget dengan sesuatu yang diutarakan oleh anaknya itu. namun melihat sorot mata keseriusan dari anaknya itu, seketika Ia pun melunakdan menganggukkan kepalanya.

"Gadis yang aku cintai yang saat itu bertemu Papa dirumahku."

"Baiklah jika itu mau kamu."

Tampaknya raut muka Gema bahagia melihat Papanya kali ini dengan mudah menyetujui keinginannya. Sorot mata Rendra masih terlihat tajam menatapnya seolah ingin mengutarakan sesuatu.

"Papa juga sudah memutuskan jika kamu yang akan menjadi penerus dan mengelola perusahaan kita."

"Apa? Papa serius?"

"Iya ini keputusan ini sudah papa pikirkan matang-matang dan berkasnya pun sudah dibuat. Besok kamu kemari lagi untuk tanda tangan ya."

"Baik Pa, Gema pergi dulu ya."

Rendra menatap kepergian Gema kali ini dengan tatapan penuh kepercayaan dan optimisme. Jika anaknya itu tidak membantah dan menyetujui perkataanya dengan mudah, maka Ia pun yakin jika anaknya itu dapat mengemban amanatnya dengan baik.Terlebih saat ini Ia sudah terlihat sangat bahagia dengan kehadiran yang ingin diseriusinya itu.

Tampaknya Sarah yang sedari tadi mengintip di belakang pintu mendengar jelas pembicaraan mereka. Ia terlihat sangat marah dan kesal atas kenyataan yang baru didengarnya itu. "Kurang ajar,"gumamnya sambil mengepalkan kedua tanganya. Jelas saja Ia marah karena tujuanya yaitu membuat anaknya, Malvin lah yang menjadi penerus perusahaan itu.

"Malvin bisa bertemu sekarang?"ucapnya panik menelpon Malvin.

"Kenapa Ma?"

"Sudah buru pokoknya, Mama tunggu di cafe biasa."

Malvin tampak malas menghampiri Mamanya yang terlihat resah duduk di sebuah kursi yang telah dipesanya. Ia sudah menebak jika setelah bertemu denganya suasana hatinya akan menjadi buruk karena sudah tahu apa yang akan dibicarakan. Ia berjalan sembari menghembuskan napas panjang seraya menghampiri.

"Ada apa Ma?"

"Kau tahu Papamu sudah memutuskan jika Gema adalah penerus perusahaanya"

Malvin menanggapidengan ekspresi santai dan hanya menggaruk kepalanya. "Memang seharusnya begitu kan,"sahut Malvin enteng.

"Ini nggak bisa dibiarin Vin kamu yang lebih pantas. Lakukan sesuatu dia dulu sudah kurang ajar sama kamu,"ucapnya dengan kemarahan menggebu.

"Malvin nggak mau Ma, karena memang Gema yang lebih berhak. Dia melakukan keburukan karena perasaanya juga sakit."

"Ya sudah kalau kamu nggak mau biar mama saja,"sahutnya sinis sembari bangkit dari duduknya.

Malvin terlihat tak bisa tinggal diam melihat sikap mamanya yang terlihat nekat itu, Ia pun mengejar dan menahan tanganya." Please, Mama jangan berbuat nekad hanya demi harta." Seperti dugaan Malvin, mamanya tak mengindahkan dan malah menatap sewot kearahnya. Melihatnya seperti itu, Malvin hanya menunduk lesu.

Lintang dan Gema [END]Where stories live. Discover now