Chapter 11

18 3 0
                                    

Mungkin aku memang terlalu bodoh tak memahami rasa sakitmu |Gema Baskara|

Aku selalu merasa dunia ini sangat menyedihkan. Tak ada yang mengerti.Hingga selalu di penuhi amarah dan emosi. Aku tak ingin tahu apa yang dirasakan orang lain. Kehadiranmu pun tak ku pedulikan, bahkan aku menyakitimu. Namun kau masih datang memberiku perhatian. Aku benci, sikap sok tahu dan sok kuat itu. Bodohnya aku baru tahu jika kamu memilki kesakitan sama denganku

Gema masih belum beranjak dari tempatnya semula. Menunduk di sofa sambil memegangi kepalanya. Sesekali Ia terlihat memukul-mukulnya. Baru kali ini Ia terlihat sangat menyesal seperti itu. Apakah gadis itu penyebabnya?

Tiba-tiba Ia berdiri lalu meninjukan genggamanya pada tembok. Terasa sakit hingga berdarah. Mungkin seperti itulah rasa sakit yang dirasakan oleh gadis. Atau mungkin lebih sakit. Terlalu egois seakan mata hatinya tertutup. Banyak yang peduli padanya seakan mengacuhkan dan meremehkanya. Melihat gadis itu tadi, seakan Ia bisa merasakan luka terdalamnya. Sekita ada rasa ingin melindungi dan membuatnya bahagia.

"Sial, ternyata gue memang sebrengsek ini"ucapnya sambil menonjukan tanganya ke tembok sekali lagi.

Merasa pikiranya kacau, Ia mencoba mengalihkanya dengan melakukan sesuatu. Kali ini bukan dengan gitarnya, namun pergi ke sebuah ruangan. Diambilnya kuas dan pallet kemudian beralih pada canvas yang sudah lama tak dipegangnya itu. Kemudian mengibaskan debu yang membuatnya sedikit terbatuk.

Di depan canvas, pikiranya masih belum teralihkan dari gadis itu. Teringat bagaimana senyum manisnya. Ia bahkan masih tersenyum manis setelah Ia memarahinya. Teringat bagaimana Ia berlari padanya meski Ia mengacuhkanya. Diingat dengan jelas pula bagaimana Ia peduli dan khawatir kepadanya. Tanpa disadari tanganya pun menari-nari diatas canvas melukis wajah gadis itu. Kemudian Ia tampak tersenyum.

"Woyyy Gema,"ucap Dipa tiba-tiba sudah ada didepanya.

Gema seketika tersadar dari lamunan melihat Dipa dan Remon sudah ada di depanya. Ia memejamkan matanya menyadari temanya itu selalu membuatnya kesal.

"Brengsek, lo berdua itu selalu...,"

"Kalem bos, tadi kita udah teriak-teriak dari luar lo nggak ngedengerin," Remon mendekati Gema. Tanganya diangkat kedepan ingin menenangkan.

Refleks Dipa dan Remon melihat-lihat sekeliling ruangan itu. Mereka seakan terpukau dengan lukisan-lukisan Gema. "Lo sebenarnya banyak bakatnya Gem. Tapi sayang brengsek,"ucap Dipa tetap fokus menatap lukisanya.

"Ngelukis apa lo. Lihat dong. Kalau bagus nanti bisa dipajang di studio atau dibawa ke pameran." Remon penasaran mencoba meraih lukisan Gema.

Gema pun nampak tak ingin memperlihatkan lukisanya pada teman-temanya. Ia menghadang kedua orang yang nekat itu dengan berusaha menendang, hingga mengayun-ayunkan tanganya.

"Pergi sekarang juga sebelum kesabaran gue habis."

"Dasar lo kucing," seru Dipa berlalu pergi.

Remon juga menggelengkan kepala lalu mengikuti langkah Dipa. "Tuh orang lagi PMS kali Dip."

"Hahaha." Dipa tertawa cekikikan mendenagar candaan temanya.

"Pergi jauh sono lo. Ganggu orang aja."

Setelah temanya berlalu, Ia sibuk lagi pada canvas yang ada didepanya. Tanganya bergerak dengan lembut seakan menikmati apa yang dilukisnya. tak berapa lama konsentrasinya pun dibuyarkan lagi oleh suara pintu di ketok dan memanggil namanya.

"Mungkinkah itu dia," gumamnya dalam hati.

Gema berlari cepat ke arah pintu. Namun ternyata dugaanya salah, semangatnya sekan menciut kembali.

Lintang dan Gema [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang