00. Atom

799 205 897
                                    

Seorang gadis memasuki mini market dengan terengah-engah. Ia baru saja melarikan diri dari temannya yang mati-matian mendandani dirinya dan memaksanya untuk berkencan dengan cowok dari antah berantah.

Lihat saja sekarang, kukunya yang tidak pernah ia hias kini terlihat lebih menarik karena saat dikelas tadi temannya yang satu ini memaksa memakaikan kutek bewarna dusty pink. Rambut yang biasa ia kuncir kini tergerai bebas dengan pita pink diatasnya. Oh ya, jangan lupakan liptint yang kini terpoles sempurna di bibirnya. Serius, ini bukan gayanya sama sekali.

Ia tak habis pikir, temannya yang satu itu memang getol sekali menjadi mak comblang untuknya. Padahal mereka kan masih kelas dua SMP, bukankah itu terlalu muda untuk mengenal cinta? Atau memang dirinya saja yang ketinggalan zaman mengingat di era seperti ini sudah banyak anak-anak SMP yang berani berpacaran?

Tak ingin mengambil pusing, ia segera mengambil sebotol minuman dingin yang berjejer rapi dilemari pendingin.

Teman gadisnya yang sengaja ia tinggalkan sendirian di kafe pasti sedang bingung mencarinya, atau mungkin saja masih diam duduk manis menunggu dirinya kembali dari kamar mandi—belum menyadari bahwa dirinya sudah kabur sedari tadi.

Gadis itu mendengus. Ia tak akan mau kembali ke sana.

Ia berjalan ke kasir dengan air mineral ditangannya. Cuaca diluar cukup terik, ditambah ia baru saja lari-larian membuatnya semakin haus.

"Jambretttt ... Tolong! Jambreeett...."

Segelintir orang yang ada didalam minimarket serentak menoleh. Bahkan kasir yang tadinya sedang menye-scane barkot pada air mineralnya ikut menghentikan aktivitasnya. Di halaman minimarket yang sepi itu nampak terjadi aksi tarik menarik antara wanita tua pria dewasa berjaket jeans.

Minimarket yang hanya berisikan anak-anak SD, dan dua perempuan itu tak ada yang bergerak maju untuk menolong. Mereka hanya melihat kaku pemandangan di luar sana. Mungkin mereka takut. Beberapa diantaranya bahkan ada yang menjerit. Aneh sekali, padahal bukan mereka yang sedang dijambret.

Gadis itu memutar bola matanya malas. Ayolah, ia tak ingin berkelahi sekarang.

Melihat tak ada yang berniat membantu, gadis itu segera melesat keluar. Sepertinya si penjambret tak menyadari kehadirannya.

Sedikit berjinjit gadis yang masih mengenakan seragam biru putih itu menarik rambut bagian belakang si pria dewasa kuat-kuat sampai pria itu mendongak kesakitan. Dengan sigap ia memutar tubuh pria itu kemudian mendaratkan bogeman yang tepat mengenai pelipis si pria. Pria itu sempat oleng, namun kembali berdiri tegak. Merasa tak terima karena dihajar oleh anak yang jauh lebih muda darinya membuat pria membalas dengan melayangkan tinjunya, namun dengan tangkas gadis SMP itu menghindar. Pria itu hendak memukul kembali, nahasnya si ibu bergerak cepat, memukul wajah si pria dengan tasnya kuat-kuat. Membuat pria itu mundur beberapa langkah.

Melihat lawannya sedikit kelengahan, membuat gadis SMP itu mengambil peluang untuk menendang kuat-kuat bagian vital si pria. Pria itu langsung ambruk, terguling di tanah.

Apa bagian sensitif itu memang sesakit itu bila ditendang? Entahlah, dia kan gadis. Mana pernah merasakannya.

Beberapa lelaki seperti pedagang koran, tukang sapu jalanan, hingga pengamen yang tadinya berada di halte bus datang bergerombol saat penjambret itu benar-benar sudah tak berdaya. Sepertinya keributan ini terdengar sampai sana.

"Ibu nggak papa?" dua orang perempuan yang tadinya berada di dalam minimarket kini keluar, menanyai keadaan si ibu.

Si ibu menggeleng sambil memeluk erat tas ditangannya. "Saya nggak papa."

Beloved-II: Season of Nara [Completed]Where stories live. Discover now