14. Dialog Tersirat

114 61 250
                                    

Yakinlah, selagi kamu bisa mempercayai diri sendiri, semuanya akan baik-baik saja.

________

"Gue berasa jadi beban waktu main tadi." Nara terkekeh mendengar penuturan Arka.

"Gak berantem di dunia nyata, berantem di dunia maya juga, jago," imbuh lelaki itu.

Kini keduanya tengah berjalan di pinggir trotoar dengan payung di tangan Arka. Tadi, hujan turun deras ketika mereka tiba di Warnet, dan sekarang hanya menyisakan gerimis kecil yang rapat.

"Gue sering main sama Zidan. Makanya gue bisa," aku Nara sembari melingkarkan jaket miliknya di pinggang. Gadis itu hanya mengenakan kaos hitam polos dengan training olahraga. Kemeja sekolahnya sudah ia lepas sejak berada di Warnet tadi.

"Zidan? Siapa?" tanya Arka sembari memperhatikan gerak-gerik Nara, heran karena gadis itu tak merasa kedinginan barang sedikit pun. Berbanding terbalik dengan dirinya yang masih merasa kedinginan, padahal ia masih mengenakan seragam lengkap, berbalut almamater.

"Adiknya Gama," kata Nara.

Arka ber-oh ria sebagai tanggapan. Sesaat suasana kembali senyap, hanya suara rintik hujan yang seakan berlomba-lomba turun ke bumi, dan klakson kendaraan yang sesekali berbunyi nyaring.

"Ngomong-ngomong, lo anak tunggal?" gadis itu mengganti topik pembicaraan.

"Gue punya adik. Tapi udah lama banget, belum ngunjungin dia, lagi."

"Kenapa?" Nara menoleh.

Arka menipiskan bibirnya. "Gue bingung mau ngobrolin tentang apa. Padahal banyak topik yang pengen gue bahas, tapi gue bingung mulai darimana."

"Kalian nggak tinggal serumah?"

Arka menggeleng, "gue kan, ngekos."

Mulut Nara membulat, ia bahkan baru tahu jika lelaki ini tinggal di kos-kosan.

"Lo pindahan dari mana?" Gadis itu meringis, "telat banget nggak sih gue tanya gini, sedangkan lo udah pindah beberapa bulan yang lalu."

Arka ikut meringis, "gue pindahan dari jauh."

"Luar kota?"

Arka menggeleng, "gue dari New Zealand."

Nara melebarkan matanya, "jauh amat. Kenapa balik ke Indonesia?"

"Gue kangen Nyokap," balasnya. "Gue di sana tadinya ikut nenek, Orangtua gue disini."

"Tapi Bokap sibuk, jarang pulang. Jadi gue pulang buat nemenin Nyokap. Kalau weekend biasanya gue seharian nemenin Nyokap. Tapi akhir-akhir ini gue repot."

"Rumah lo, jauh?"

"Nggak sih, tapi kalau buat pulang-pergi sekolah tiap hari ya kerasa capeknya."

"Kapan-kapan gue boleh main ke rumah, lo?"

Arka tersenyum tipis, kemudian mengangguk. "Boleh, kayaknya Nyokap gue bakal seneng ketemu sama, lo."

Alis Nara bertaut, "emang Nyokap lo kenal gue?"

Bukannya menjawab, Arka hanya mengedikkan bahunya sambil tersenyum.

Nara berhenti, membuat Arka mau tak mau ikut menghentikan langkahnya. "Gue jadi kangen Nyokap, juga," curhatnya.

"Nyokap lo, dimana?"

"Orangtua gue lagi proses sidang cerai. Dan gue nggak tahu Nyokap gue sekarang ada dimana."

Arka menatap sendu gadis dihadapannya ini. "Lo nggak coba hubungin?"

Nara menggeleng, "gue takut malah semakin jadi beban pikiran Nyokap gue."

Beloved-II: Season of Nara [Completed]Where stories live. Discover now