Puncak

27.1K 578 0
                                    

Akhir pekan ini Ali mengajak Prilly berlibur ke villa di Puncak bersama Mama, Kakak dan Neneknya, ia sudah mengajak gadis itu dari jauh-jauh hari agar mengosongkan jadwalnya pada hari ini. Keluarga Ali sudah berangkat dari siang tadi. Namun Ali dan Prilly baru bisa menyusul setelah Ali selesai shooting sore ini.

"Jaket udah?" tanya Ali sebelum mereka berangkat. Prilly mengangguk lalu mengeluarkan jaketnya dari tas yang ada dibangku belakang mobil Ali. Setelah memeriksa semua perlangkapan sudah dibawa, Ali mulai mengendarai mobilnya menuju Puncak.

"Kak Alya udah disana ya?"

"Iya," Ali menoleh. "Dia, Mama, Oma, sama Tante dan Om aku udah disana," jelasnya lalu menunggu reaksi Prilly.

Prilly menaikkan alisnya. "Om dan Tante?"

"Iya,"

"Kata kamu cuma Mama, Kak Alya sama Oma?!"

"Iya tadinya gitu, tapi Om sama Tante aku akhirnya ikut. Emang kenapa sih?"

"Gapapa," Prilly diam sejenak. "Ya tapi aku malu aja. Keluarga kamu semuanya ada,"

"Malu kenapa sih? Emang kamu gak pake baju?"

"Ya malu lah. Takut gak akrab,"

"Ya diakrabin lah," kata Ali santai. "Kamu kan orangnya asik banget sama siapa aja," katanya meledek Prilly. Prilly hanya mendesis kesal mendengar ucapan Ali. Ya Walaupun dia gampang akrab dengan siapa saja, tetapi pada dasarnya Prilly masih suka merasa awkward ketika bertemu dengan orang baru. 

 Ali melirik Prilly yang kelihatannya masih tidak percaya diri. Lalu menggenggam tangan Prilly yang sedang berada dipangkuannya. 

"Aku takut gak nyambung, Li," 

"Yaampun masih mikirin itu?" tanyanya. "Ngapain sih dipikirin, kan ada aku. Lagian juga ada Alya," katanya lembut berusaha menenangkan pikiran Prilly. Prilly memperhatikan Ali yang sedang mencium punggung tangannya. 

Keadaan jalan menuju vila lumayan padat dikarenakan hari ini hari jumat, awal dari akhir pekan yang sudah ditunggu-tunggu. Waktu sudah menunjukan pukul 20.25 tapi mereka masih belum sampai juga di vila. Sampai Mama Ali dan Alya sudah beberapa kali menelepon menanyakan posisi keduanya namun mereka masih harus bersabar menghadapi antrian kendaraan yang lumayan panjang untuk menuju kawasan yang sama. 

"Yang, laper," kata Prilly. Sejak tadi memasuki kawasan puncak perutnya memang terus bergetar mungkin karena terlalu lama dijalan ditambah cuaca yang sudah mulai terasa dingin. 

"Mau makan dulu? Kalo mau, aku minggir dulu nih," 

"Gapapa ya?"

"Ya gapapa lah. Kamu kan laper, nanti kalo ditahan malah sakit," Ali akhirnya membelokan mobilnya ke warung dipinggir jalan yang menjual mie instan dan jagung bakar. Beberapa orang yang ada disana memperhatikan mereka berdua ketika turun dari mobil. Dua orang dipojok berbisik sambil melirik kearah mereka. Ali hanya berjalan sambil menggandeng pergelangan tangan Prilly menuju salah satu bangku yang kosong. 

"Aku mie rebus ya," kata Prilly.

Ali kaget mendengar Prilly langsung memesan makanan. "Laper banget?" Prilly tertawa. Ali memesankan mie instan untuk Prilly, sedangkan ia sendiri hanya memesan jagung bakar. 

Makanan yang dipesan Prilly pun datang. Tidak butuh waktu lama, mie yang Prilly pesan langsung berubah menjadi dingin karena udara disana cukup terasa dingin. Prilly segera menelan habis makanannya sebelum rasanya semakin tidak enak. Ali juga langsung menikmati jagung bakarnya yang sudah tidak hangat lagi. 

Selesai makan, Ali langsung mengajak Prilly berangkat lagi menuju villanya. Jalanan pun semakin malam semakin ramai, tapi setidaknya perut mereka sudah tidak lapar lagi. Ali meraih tangan Prilly yang saat itu sudah kedinginan. 

Sweetest DrugOnde as histórias ganham vida. Descobre agora