U n t i t l e d

16.1K 478 3
                                    

Prilly berjalan menuju kamar tempat Ali biasa beristirahat dilokasi syutingnya. Tangannya sudah memegan gagang pintu dan hampir membukanya saat ia mendengar suara seorang wanita dari dalam.

"Aku capek kayak gini terus. Kamu harus nentuin pilihan kamu," suara si wanita terdengar lelah dan sedih.

"Hei, aku juga capek. Aku kesian lihat kamu dibully. Tapi sabar ya gak sekarang," tubuh Prilly meneganh mendengar suara pria yang sudah sangat tidak asing lagi ditelinganya.

"Kamu harus tentuin pilihan kamu sekarang juga!" nada si wanita berubah meninggi.

"Ssstttt," terdengar pria tadi mendesis. "Aku mohon jangan sekarang aku belum siap. Aku pasti pilih kamu, tapi please jangan sekarang," katanya lagi. Nada suaranya lembut.

Prilly tidak lagi mendengar suara apa-apa. Ia memberanikan diri membuka pintu kamar tersebut, berharap pikiran negatifnya salah. Namun saat tangannya berhasil membuka sedikit pintu, ia serasa tenggelam dilautan tak berdasar. Matanya tak mungkin salah. Ia melihat Ali sedang berciuman dengan wanita yang berbicara dengannya tadi. Prilly tahu wanita itu, dia lawan main Ali didalam sinetronnyang sedang dijalani Ali.

Prilly masuk tanpa bersuara. Ali masih belum menyadari karena posisinya membelakangi pintu ditambah dia asyik berciuman dengan wanita itu. Sang wanita yang sudah melihat Prilly tetap tidak melepaskan ciumanya dengan Ali. Matanya menatap Prilly tajam, tangannya semakin bergerak liar dikepala Ali.

Dada Prilly sakit. Penglihatannya sudah tidak jelas karena air mata yang mengambang dipelupuk matanya. Lututnya pun sudah tidak mampu menahan berat badannya. Ia jatuh.

Ali menoleh saat mendengar suara dibelakangnya. Matanya melotot melihat Prilly uanh sedang menatapnya sambil terduduk lemas.

Prilly menangis sejadi-jadinya lalu karena sadar ia menangis dalam keadaan tidur, Prilly pun membuka matanya. Mimpi. Apakah ia baru saja bermimpi? Tapi kenapa rasanya nyata sekali; rasa sakitnya. Ia pun merasakan matanya basah. Ia menepuk dadanya, masih merasakan sakit yang amat sangat. Sakitnya terasa sangat nyata bahkan sampai saat ini ia masih sesak nafas.

Prilly melihat jam dinding. Sudah pukul 08.15. Ia pasti bermimpi seperti itu karena semalam ia memikirkan hubungannya dengan Ali yang makin berubah tidak seperti dulu. Ali menjadi jarang mengiriminya pesan, jarang balik meneleponnya setelah dia selesai syuting. Prilly mengerti Ali mungkin sibuk namun semakin lama pikiran negatif semakin menghantui Prilly. Ia sudah berusaha positif namun gagal karena Ali dengan jelas mulai berubah.

Ia mengambil ponselnya dan menekan beberapa tombol lalu menaruhnya ditelinga kanannya. Ia menunggu telepon tersambung.

"Halo, Li?" katanya saat telepon sudah tersambung.

"Hai. Kenapa?" suara Ali terdengar serak.

"Kamu masih dilokasi syuting?"

"Iya. Kamu kenapa sih?" tanya Ali karena menyadari suara Prilly yang sedikit bergetar.

"Gak apa-apa," katanya lembut berusaha santai. "Aku kelokasi kamu ya?"

"Ngapain?" tanya Ali santai. Prilly mengerutkan keningnya. Pertanyaan Ali terdengar aneh ditelinganya. Ali seperti tidak ingin Prilly kesana.

"Kok kamu nanya gitu?" nada suara Prilly berubah tegang.

"Ya emang kenapa? Emang ada salah kalo aku nanya gitu?" Ali masih terdengar santai.

"Ya salah!" jawabnya cepat. "Kamu nanya gitu seolah-olah aku gak boleh main kesana. Kamu gak mau aku kesana? Kenapa? Ada yang cemburu kalo aku kesana?"

"Kamu ngomong apaan sih?"

"Bukan apa-apa," jawab Prilly pelan namun masih dengan nada ketus. Ia pun mematikan sambungan teleponnya sebelum Ali sempat mengucapkan apa-apa.

Sweetest DrugWhere stories live. Discover now