A Sweet Escape

14.5K 503 9
                                    

Semenjak perpisahannya dengan Ali seminggu yang lalu, Prilly sepertinya sudah tidak sanggup lagi melewati hari-harinya. Air matanya terasa sudah habis karena terlalu sering menangis. Ia mengutuk egonya sendiri. Setiap Ali mengiriminya pesan, ia selalu menjawab dengan ketus dan setelahnya ia selalu menyesal. Ia sudah mencoba menyibukkan diri, tapi setiap kali ia lenggang pikirannya kembali kepada Ali, Ali, dan hanya Ali. Ini bukan pertama kalinya Prilly merasakan sakit hati, tapi kenapa kali ini sakitnya terasa sangat menyiksa.

Prilly sudah memutuskan ia harus melarikan diri untuk sementara -setidaknya tiga hari-. Semuanya sudah disiapkan; jadwalnya sudah diatur agar tidak bertabrakan dengan kepergiannya. Besok pagi-pagi sekali ia akan terbang ke Bali dan akan menenangkan diri di Ubud. Ia meminta izin pada Mamanya agar mengizinkannya pergi dengan Milly dan Jamie -pacar Milly- dan Mamanya mengizinkan asal setiap waktu Prilly harus memberinya kabar, setidaknya dengan mengirim pesan.

"Udah semua?" tanya Mama Prilly ketika membantu anaknya membereskan baju-baju yang akan dibawanya. Prilly memeriksa kopernya sekali lagi.

Sikat gigi, oke. Pasta gigi, oke. Sampo, udah. Sabun mandi, ah pasti disana ada. Pembalut, udah, walaupun tidak sedang haid tapi sebaiknya ia berjaga-jaga. Sandal, baju, celana pendek, pijama. Semua sudah masuk dengan rapih didalam kopernya. Prilly mengangguk.

"Boarding pass?" tanya Mamanya lagi.

Ah! Boarding pass! Prilly menepuk keningnya lalu mengambil dokumen tersebut didalam lacinya dan menaruhnya didalam tasnya.

"Yaudah tidur sana, besok kan kamu harus ke bandara jam 5 nanti kamu ngantuk," kata Mama Prilly sambil mengelus rambut panjang anaknya. Prilly tersenyum lalu mengangguk. Perpisahannya dengan Ali bukan hanya merenggut semua pikiran dan air matanya, tapi juga sikapnya. Prilly jadi sangat jarang berbicara. Ia hanya berbicara seperlunya sekarang, bahkan dengan Mamanya sendiri. Mama Prilly kemudian beranjak dari kamar gadis itu, membiarkannya beristirahat sebelum penerbangannya besok pagi.

Prilly memejamkan matanya perlahan mencoba mengistirahatkan otaknya. Ia akan melarikan diri untuk sementara besok, ia sadar kalau ia memang pengecut karena memilih melarikan diri. Tapi tujuannya besok bukan hanya melarikan diri tapi juga ia akan mengintropeksi dirinya. Siapa tahu dengan suasana damai di Ubud, otaknya bisa berpikir dengan jernih sehingga egonya juga mungkin akan lebih melembut. Semoga saja.

********

"Kita udah mau ke bandara," ucap Milly pada seseorang diseberang dalam ponselnya. "Kita penerbangan jam enam lewat empat puluh lima.... Pokoknya lo harus udah sampe bandara jam enam.... Nanti Jamie yang nungguin lo jadi....," ucapan Milly terputus saat ia melihat Prilly berjalan mendekat. "Nanti gue sms," katanya cepat lalu mematikan sambungan teleponnya.

"Kamu gak tidur?" tanya Milly saat melihat wajah Prilly yang sedikit pucat walaupun ia sudah memakai bedak namun lingkaran dimatanya tidak bisa ditutupi.

Prilly mengangguk lemah. "Aku baru tidur jam 2. Gak bisa tidur," katanya lemah. Milly hanya mendecakkan lidah melihat kelakuan temannya itu. Ini sudah tidak bisa dibiarkan, Prilly terlalu berlebihan. Semoga rencana mereka di Bali nanti berjalan lancar.

"Udah siap semuanya ya?" tanya Mama Prilly berjalan dari dapur, lalu memberikan kotak tempat makan kepada Prilly. "Ini roti isi kornet kalau nanti kalian lama nunggu take off,"

Sweetest DrugWhere stories live. Discover now