A/n : disarankan membaca sambil mendegar lagu True by Spandau Ballet (2003 Remastered) yang ada di mulmed ❤️😊.
Pandangan Yeji tiada henti-hentinya melayang ke seluruh ruangan, layaknya penikmat seni menikmati kumpulan karya pelukis favorit. Kenyataanya, ia hanya melepas rindu pada tempat yang dulu dikunjungi hampir setiap hari.
Terkecuali keberadaan gramaphone--pemutarn musik piringan hitam, nyaris tidak ada yang berubah di Remi. Masih ada aroma perabot kayu dan biji kopi yang menggelitik hidung kala memasuki ruangan. Penerangannya tetap diatur temaram dan terasa teduh bagi indra penglihatan. Pancaran suasana rumahan nan hangat masih menjadi ciri khas coffee shop tersebut.
Namun, ada kejanggalan terjadi hari ini. Tiada ada kerumunan pengunjung, bahkan satu tamu pun tidak menampakkan batang hidung Tunggu, jangan berprasangka buruk dulu. Remi tidak sedang mengalami masa surut, apalagi sampai pailit.
Sebenarnya Jeno sengaja menutup Remi hari ini. Ia bahkan meliburkan Huening Kai, Beomgyu dan sejumlah staff lain. Ini bukan karena Jeno ingin berduaan saja dengan Yeji.
Ayolah, si pecinta kucing tidak sepicik itu. Alih-alih menyiapkan candlelight dinner, petang ini Jeno justru mengajak Yeji menguji coba resep baru.
Kenapa harus Yeji, bukan Beomgyu yang jelas-jelas staff dapur? Jawabannya simpel. Jeno merasa iba terhadap keadaan para karyawan. Hampir tiap akhir pekan, mereka terpaksa lembur. Tahu sendiri, tempat hang out seperti Remi lebih padat kala weekend berlangsung.
Kebetulan Yeji bersedia membantu di sela jadwal kosong. Jadi, ya, sekalian saja. Setidaknya waktu lowong mereka jadi lebih berfaedah, daripada sekadar mengobrol tanpa arah.
"Apa penjualan brownies spesial di sini mulai menurun?"tanya Yeji seketika saat dia memasuki dapur. Nada bicaranya lebih dilumuri rasa ingin tahu daripada kekhawatiran
Jeno menggeleng pelan dari balik meja. Tidak tersirat riak-riak jengkel di sorot matanya. Seperti biasa, air muka Jeno tampak tenang seperti laut yang mempunyai kedalaman tinggi. "Syukurnya, sih, belum."
Si gadis berkuncir kuda mengerutkan kening. "Belum? Kamu terkesan mengharapkan hal itu terjadi."
Jeno menarik senyum tipis. Sepasang tangannya bergerak menyiapkan bahan dan alat masak. "Bukan mengharapkan, lebih ke berusaha realistis. Trends come and go. Sebelum benar-benar tersisih, kenapa tidak usaha menyiapkan pengganti terlebih dulu?"
Seutas sabit kekaguman menyeruak di rupa Yeji. "Benar juga, ya."
Jeno dan keahlian berpikir panjang adalah satu paket tidak terpisahkan, layaknya rakyat Korea dan kegemaran makan Kimchi. Yeji dapat menilai bila Jeno sepenuhnya sadar bahwa menjalani hidup tidak cukup dengan semangat. Semuanya harus dilakukan dengan pemikiran matang dan perhitungan ketat.
"Omong-omong kamu bisa tebak tidak saya mau buat apa?"
Yeji mengulum bibir. "Korean garlic cheese bread?"
YOU ARE READING
Barista (Yeji&Jeno) ✔️
FanfictionJeno dengan idealismenya dipertemukan denga Yeji yang terperangkap dalam tantangan sang ayah. Dua dewasa muda dengan kepribadian berbeda dipaksa membaur, menghadapi berbagai macam konsumen dengan segala pola tingkah. Akankah mereka bersinergis sem...