A Permit Letter To Have A Child

2K 401 51
                                    

Lelaki bermata almond itu tampak linglung ketika memasuki ruangan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lelaki bermata almond itu tampak linglung ketika memasuki ruangan. Pandangannya beredar ke sekeliling ruangan seakan mencari sesuatu. Langkahnya terlihat limbung. Bukan, karena kakinya terluka. Yeji tidak menemukan bekas luka di kaki jenjangnya.

Pemuda yang tampak seumuran dengannya tampaknya tidak mau berada di sini. Setidaknya itu yang Yeji tangkap dari kontur wajahnya yang menampilkan mimik ragu.

"Selamat datang Apa ada yang bi--"

"Ini hari ulang tahunku," selanya sebelum Yeji bisa menamatkan sepenggal kalimat.

Yeji tampak terkesiap, tetapi dengan sigap ia memasang facade riang.

"Wah, selamat ulang tahun.... uhm maaf siapa namamu?"

"Haechan. Namaku Haechan," balasnya dengan intonasi ceria.

Menelisik sukacita mulai merambah air muka Haechan, menyebabkan senyuman Yeji melebar.

"Selamat ulang tahun, Haechan. Semoga harimu menyenangkan."

"Terimakasih. Kau orang pertama yang mengucapkan untukku hari ini,"imbuhnya riang.

Yeji impuls tertegun. Matahari sudah hampir terbenam. Hari sudah hampir berakhir. Menjadi satu-satunya orang yang menghadiahkan Haechan ucapan ulang tahun, memberikan Yeji ide tentang seberapa kesepian cowok di depannya.

Benar saja, tidak lama kemudian suara lelaki itu pecah dalam nelangsa. "Mungkin kau juga akan menjadi orang terakhir yang mengucapkannya."

Raut wajah pria itu berubah sendu, sedikit banyak mengusik empati Yeji. Dia ingin memberikan beberapa patah kata penghibur. Namun, lidahnya bergeming. Jeda menyusup diantara dua orang asing itu untuk beberapa saat.

Haechan tersenyum pilu. "Maaf, ya. Kau pasti berpikir aku orang gila. Tiba-tiba saja menagih ucapan selamat dari orang yang tak dikenal."

Gadis berkuncir kuda itu sontak menggeleng. "Tolong, jangan merasa begitu. Aku senang ada konsumen yang mempercayaiku. "

Haechan menghela napas lega. "Terimakasih sudah mau peduli. Hari ini penetapan kasus perceraian orang tuaku. It hurts like a hell. Aku kabur dari ruang sidang. Aku sempat mau bunuh diri. Namun, intuisi mengggiringku ke sini. Syukurlah aku bertemu denganmu. Aku merasa baikan."

"Senang membantumu. Tolong jangan berpikiran keji seperti itu. Bunuh diri itu dosa. Siapa tahu kau akan mendapatkan kebahagiaan baru setelah orang tuamu berpisah. Setidaknya mereka tidak akan ribut lagi 'kan?"

Pipi lelaki itu kini semerah tomat. Ia melontari ucapan Yeji sebuah anggukan malu-malu.

"Benar sekali. Sekali lagi terimakasih Nona Barista," pungkas Haechan sambil menunduk hormat.

Yeji terkekeh. Sepasang matanya menyipit, membentuk lengkungan bulan sabit. "Hai, jangan berlebihan seperti itu. Panggil saja aku, Yeji. Ngomong-ngomong kau jadi pesan apa?"

"Berikan saja aku menu spesial di sini," balas Haechan kalem.

☕☕☕

Seharusnya ada undang-undang yang mengatur mengenai surat izin anak," bisi Jeno seraya mengamati Haechan yang duduk sendiri dengan tatapan prihatin.

Tadi tidak sengaja Jeno menangkap pembicaraan Yeji dan Haechan. Yeji yang sedang membersihkan coffee maker mengangguk setuju.

"Benar, Bos Jen. Sekarang banyak orang tua biologis. Hanya bisa berproduksi

"Saya beruntung mempunyai orang tua yang bertanggung jawab, tetapi tidak semua orang beruntung merasakan apa yang kurasakan."

Suara Jeno terdengar bergetar di ujung kalimat. Ekspresi pilu di wajahnya membuat Yeji iba. Gadis itu menepuk pundak Jeno pelan seraya bergumam,"Semoga orang beruntung seperti kita bisa memberikan comforth untuk Haechan lain di luar sana."

***

Yeji berlalu meninggalkan counter menuju ruang istirahat khusus karyawan dengan hati terusik rasa bersalah. Dia termasuk anak yang beruntung, tetapi seringkali ia tidak sadar diri.

Sepasang orang tuanya selalu berusaha memenuhi semua kebutuhan Yeji baik materiil maupun moril. Mereka tidak memanjakan Yeji dengan kemewahan dan tidak mengiyakan semua permintaan sang dara.

Kerap kali Yeji harus berjuang dulu agar ayah dan ibu mau mengabulkan keinginannya. Perjuangan Yeji beragam bentuknya mulai harus menjadi juara kelas, mencuci tumpukan piring bahkan menjadi barista seperti sekarang.

Awalnya Yeji selalu menjalani semuanya setengah hati. Tidak jarang kepalanya dipenuhi pertanyaan kenapa orang tua selalu memberikan pra-syarat terlebih dahulu baru menyetujui. Ini tidak adil! Teman-temannya bisa mendapatkan berbagai hal dengan mudah, sementara dia harus berjuang mati-matian. Belakangan dia mengerti, mereka hanya mau mempersiapkan untuk hidup mandiri. Diperhatikan dengan "metode" seperti ini sebenarnya lebih baik dari perlakuan yang Haechan terima dari papa dan mamanya.

Ujung-ujung bibir Yeji tertukik membentuk senyum pahit. Tanggannya merogoh kantung celana. Begitu ponsel ditemukan, jemari Yeji seketika mengetikkan sesuatu.

Hwang Family
(Ayah, Ibu, You)

Ayah, ibu. Yeji bakal pergi ke
market setelah kerjaan selesai.
Mau nitip apa?
Khusus untuk hari ini
Yeji semua yang tanggung :)

Ayah
Wah, boleh tuh
Titip Roti dan telur ya

You
Siap, Kapten!

Siapa sangka, ternyata cukup satu text kakaotalk untuk mengakhiri civil war antara Yeji dan Ayah Hwang.

TBC

Selamat ngabuburead

Manip creadit : daydelion on wp

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Manip creadit : daydelion on wp

Barista  (Yeji&Jeno) ✔️Where stories live. Discover now