Hide

2.9K 241 10
                                    

Jeongin itu anak baik. Buktinya dia nurut saat disuruh untuk menjadi tentara dan meninggalkan mimpinya yang ingin menjadi arsitek. Jeongin selalu menjadi anak yang penurut dan tidak pernah membantah.

Tapi belakangan ini Jeongin gundah. Jeongin merasa apa yang telah ia sembunyikan sejak masih remaja akan terbongkar. Ia menyembunyikan fakta bahwa ia adalah seorang gay.

Ini tahun 1963, tidak ada negara yang memperbolehkan hal yang dianggap tabu itu terjadi. Jeongin mulai ketakutan saat orangtuanya sudah mulai menuntutnya agar segera menikah karena sebentar lagi umurnya akan menginjak kepala tiga.

"Kamu kenapa? Belum tidur?"tanya kekasihnya yang memeluk tubuhnya di sebuah kamar hotel.

Jeongin mengusap wajahnya kasar."Bapak nyuruh saya nikah mas."

Hyunjin yang mendengar itu pun terkejut dan mendudukan dirinya diatas kasur. "Kok bisa? Sudah ada calon memangnya?"

"Saya gak tahu. Bapak bilang, dia mau jodohin saya sama anak temannya."

Hyunjin hanya terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa dan bagaimana bertindak.

Perlahan Jeongin bangkit dari tidurnya dan memeluk lelakinya dengan erat. "Saya nggak mau menikah sama orang lain. Saya cuma mau mas Hyunjin."

Mengbembuskan nafasnya panjang Hyunjin mengelus pucuk kepala yang lebih muda. "Mas juga nggak mau kamu sama orang lain. Apa kita bicara sama bapak kamu?"

Jeongin terkejut mendengar penuturan dari kekasihnya itu, seketika ia langsung menggeleng dengan cepat. "Saya takut mas kenapa-kenapa. Mas tahu sendiri bapak orangnya gimana."

"Apa kita kabur saja?"


























Entah bagaimana ini bisa terjadi. Beberapa minggu setelah pembicaraan sepasang kekasih tersebut, mereka memutuskan untuk kabur bersama. Mereka berencana meninggalkan semua harta,kekuasaan, jabatan serta keluarga mereka disini. Walaupun sulit mereka berjanji akan selalu ada untuk satu sama lain. Tapi naas sekarang Jeongin terpaku saat melihat bapaknya memukuli kekasihnya dengan tongkat di belakang rumahnya.

Jeongin ingin membantu tapi orang suruhan bapaknya sudah menahannya dan membuatnya berlutut, ia dipaksa melihat kekasihnya dipukuli dengan sangat mengerikan oleh bapaknya sendiri.

"Lihat Jeongin! Bapak bakal bunuh bajingan yang membuat kamu jadi manusia tidak normal!!"

Hyunjin meringis kesakitan, kepalanya serasa ingin pecah karena beberapa kali terkena pukulan yang tidak main main.

"Berhenti!!! Jangan sentuh mas Hyunjin!"

Jeongin sudah menangis, bapaknya semakin murka dan menghampiri Jeongin. Di tendangnya tubuh Jeongin hingga ia terkapar dan terbatuk-batuk.

Bapaknya menginjak dada Jeongin dengan sekuat tenaga. "Ma-maafin Jeongin pak."

Bapaknya menggeleng, wajahnya mengeras karena marah. "Kamu buat malu keluarga!"

"Saya ci-cinta mas Hyunjin pa-pak."Jeongin mengatakan ini dengan sungguh-sungguh sambil terus memegangi kaki bapaknya yang masih bertengger diatas dadanya.

"Gak waras kamu! Liat dia buat kamu jadi begini!! Bapak gak akan biarin kalian ketemu lagi."kata bapaknya mutlak lalu ia memberi kode kepada anak buahnya untuk menyeret Jeongin kedalam rumah.

"Saya gak mau!! Saya mau mas Hyunjin pak!!!"teriak Jeongin memecahkan kesunyian malam. Tubuhnya sudah diseret oleh dua orang bawahan bapaknya. Jeongin berusaha memberontak.

"Berhenti!"pekik Hyunjin yang sudah berdiri dengan wajah yang berlumuran darah. Ditangannya ada sebuah pistol milik Jeongin yang sengaja ia bawa.

"Lihat! Kamu mau bersama sama orang yang menodongkan pistol kearah bapak kamu hah?!!"teriak bapak murka.

Jeongin menangis sambil terus menggeleng. Tubuhnya sudah sangat lemas saat mengetahui Hyunjin membawa senjata miliknya.

"Saya cinta sama anak bapak. Saya tahu kalau kami berbeda dengan orang lain tapi bukan berarti kami harus menerima semua perlakuan ini kan? Saya mencintai Jeongin dan begitupun sebaliknya."Hyunjin berkata sambil menurunkan pistolnya agar tidak bermaksud untuk menodong bapak.

"Tapi kalian tidak sepantasnya untuk bersama! Kalian sama! Cinta kalian itu palsu itu hanya nafsu!"

Hyunjin menggeleng ia tahu berbicara dengan bapak tidak akan serta merta membuatnya luluh. Perlahan Hyunjin berlutut sambil menatap bapak dengan pandangan serius.

"Apapun. Apapun yang bapak minta akan saya kabulkan asal saya bisa melihat Jeongin. Saya setuju jika dia akan dinikahkan dengan seorang gadis, saya setuju! Asal saya bisa melihat Jeongin bahagia."

Jeongin menggeleng cepat. "Nggak! Mas bilang apa?! Aku gak mauuu! Pak jangan dengarkan mas Hyunjin, saya mohon."

Bapak mengadahkan wajahnya keatas. Kepala bapak sudah pening. "Baik. Kita buat kesepakatan."

Hyunjin mengangguk sedangkan Jeongin berteriak menolak dari kejauhan, tubuhnya masih memberontak dari penjagaan.
























Sejak saat itu Jeongin tidak pernah melihat Hyunjin lagi. Banyak warga yang bilang jika Hyunjin pindah ke kota lain. Ada juga yang bilang jika Hyunjin pulang ke kampung halamannya. Entah yang mana yang benar.

Jeongin rindu tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa karena bapaknya terus mengawasi gerak-geriknya.

Jeongin juga sudah menikah dengan seorang gadis yang baik hati dan mereka sudah mempunyai 2 anak perempuan yang tumbuh dengan sangat baik. Sebenarnya kedua putri tersayangnya bukan darah dagingnya melainkan anak dari seorang yang istrinya cinta. Jeongin tidak marah saat istrinya menangis tersedu-sedu dihadapannya karena ia dihamili oleh kekasihnya, Jeongin merasa bersalah karena selama pernikahan terjadi mereka tidak pernah berhubungan suami istri karena orientasi seksualnya.

"Ayah!"sapa putri bungsunya yang baru saja pulang dari sekolahnya.

Jeongin tersenyum lalu memeluk dan mencium wajah putrinya itu."Cantiknya anak ayah. Gimana hari ini?"

Yuna tersenyum sambil memamerkan mahkota yang terbuat dari ranting dan bunga kepada sang ayah. "Tadi Yuna dikasih ini sama om ganteng."

Jeongin mengernyitkan dahinya bingung. "Om ganteng?"

Yuna mengangguk antusias di gendongan Jeongin. "Iya om ganteng. Om ganteng selalu kasih hadiah untuk Yuna, om ganteng juga selalu nanyain tentang ayah. Katanya ayah itu orang yang om ganteng sayang."

Mendengar penjelasan dari putrinya, tubuh Jeongin membeku. "Om ganteng itu orang nya tinggi? Rambutnya coklat? Kulitnya putih sayang?"

"Iya ayah. Namanya Om ganteng itu Om Hyunjin."

Perlahan airmata Jeongin merembes keluar. Ia memeluk putrinya dengan sangat erat. Mas Hyunjinnya masih disini! Mas Hyunjinnya baik-baik saja.

Jeongin harap di kehidupan yang akan datang ia dan Hyunjin bisa bersama. Sebagai pasangan hidup. Jeongin berjanji jika ia diberi kesempatan untuk bersama dengan Hyunjin ia akan berusaha untuk mewujudkannya.

"Ayah nangis?"tanya Yuna yang merasakan bajunya basah. Jeongin menggeleng lalu dengan cepat ia menghapus airmatanya.

"Ayo kita pulang. Yuna mau makan apa?"tanya Jeongin sambil menurunkan Yuna dari gendongannya dan menggandeng putrinya.

"Yuna mau es krim ayah."

Jeongin terkekeh sambil terus menggandeng dan berjalan perlahan. "Gak boleh, harus makan nasi dulu yaa."

Hyunjin tersenyum menatap sepasang ayah dan anak itu dari dalam mobilnya. "Suatu saat kita pasti bertemu Jeongin, tunggu saya."













***

Maaf kalau banyak typo atau alur yang nggak jelas. Karena ini gak aku edit lagi 🙏

Makasih untuk readers yang nyempetin buat baca.

❤️💙💜💚

Oneshoot HyunjeongTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon