[18] Wrong!

3K 312 24
                                    

-

Melan berjalan di koridor sendirian, memainkan ujung hoodie pink-nya, sesekali melirik ke lapangan dengan malas hanya untuk memastikan hari ini tidak upacara bendera. Dia begitu malas untuk berdiri disana. Moodnya hancur beberapa hari ini, apalagi semenjak Ichsan memukul dan mengusir Gito tanpa memberikannya alasan, selain berkata bahwa 'Jauhin Gito, dia berbahaya' Dan, Ichsan dengan otak kosongnya lupa, bahwa peringatannya semakin membuat Melan penesaran.

"Melan!" Jihan menghampirinya, begitu gembira, namun tak ada senyuman balasan di wajah Melan, membuat Jihan mengernyit.

"Lo kenapa lagi? Kak Ichsan juga nggak balas chat gue semalam. Kalian kenapa?" Jihan menatap wajah Melan yang kusut.

Melan menggeleng. "Gue binggung, binggung sama diri gue sendiri."

"So, please tell me why?"

Melan menghembuskan nafas panjang. "Abang suruh gue jauhin Kak Gito tanpa beri alasan."

Jihan diam lama. "Kak Ichsan suruh lo jauhin Kak Gito?" ulangnya.

Melan mengangguk. "Mereka berantem kemarin."

"REALLY?" Jihan berteriak, begitu membahana mengalahkan petir sehingga semua orang sekarang memandang mereka.

Melan menunduk, lupa bahwa temenya bukan temen biasa.

Jihan cengengesan. "Sorry Mel, eh serius? Serius? Kak Ichsan berantem sama Kak Gito? Kak Ichsan nggak kenapa-kenapa kan, Mel? Jadi, itu alasannya dia nggak balas chat gue semalam-MELANN! KENAPA GUE DITINGGAL!?"

***

Bu Indah berdiri didepan papan dengan wajah sangarnya, menatap semua siswa-siswi didalam kelas dengan setumpuk kertas hasil ulangan matematika kemarin ditangannya.

Wanita itu berdecak. "Dari tiga puluh enam siswa hanya enam belas yang tuntas, yang lain kalian itu kalau nggak paham bilang, jangan diam."

Melan keringat dingin, dia yakin seratus persen tak tuntas, Melan tak takut hukuman apapun yang akan diberikan Bu Indah, selain satu hal; dia tak ingin bertemu Gelan lagi.

Melan memang kesusahan matematika, seberusaha apapun dia mencoba belajar, akhirnya dia selalu berakhir dengan menonton drama Korea di laptop, begitu terus, sampai hari ulangan tiba, padahal dia sudah janji pada dirinya sendiri.

"Zakharia Jihan?"

Jihan mengangkat wajahnya, memandang wajah Bu Indah yang juga sedang menatapnya. "Kamu dapat 100. Peningkatan."

Melan shock. Bener-bener shock, melirik Jihan cepat. Tatapan matanya seolah bertanya, kok bisa!?

"Gue nyontek punya Miko." Jihan menyebutkan salah satu murid paling pintar dikelas mereka.

"Lah kok lo nggak bagi gue!?"

Jihan terkesiap. "Bukanya elo yang nggak mau?" Melan berdecak, mengingat kemarin, dimana dia menolak mengikuti punya Jihan.

"Kan elo nggak bilang itu punya Miko-"

"Melanie Calista?"

Melan melupakan amarahnya sejenak, menghembuskan nafas panjang dan menatap Bu Indah was-was.

"Ini apaan?"

Melan semakin dag-dig-dug, dia mengernyit.

Bu Indah lebih binggung lagi. Wanita itu membaca tulisan Melan disana keras-keras.

"Gelan, gue sayang sama lo. Tega banget lo permainkan gue kayak gini, buat gue nangis sepanjang malam. Dasar cowok jahat nggak punya hati, hati lo udah beku, ya? Lo nggak ngerti gimana jadi gue, rasain semuanya sendiri, nyesek-"

"IBU!" Melan berteriak. "Jangan diterusin!" Melan menutup wajahnya, tersentak saat menyadari satu hal, bahwa yang dia kumpul bukan hasil ulangan, tapi curhatan hatinya yang dia tulis disela mengerjakan ulangan matematika.

Bu Indah tertawa melihat wajah malu Melan. "Gue cinta lo." akhir Bu Indah membaca tulisan disana.

Satu kelas langsung heboh, menyoraki Melan, ditambah Jihan yang ikut-ikutan membuatnya semakin malu. Melan mengeleng, bodo amat dengan semuanya. Melan bangkit dengan cepat dari bangkunya, dan berlari cepat meninggalkan kelas, bahkan tak mempedulikan panggilan Bu Indah.

Harga dirinya harus diselamatkan!

***

A/n: jangan lupa vote dan coment, ya!

Love u all,

Carlin.

12 Juli 2020.

Gelan & MelanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang