[15] Hancur

3.7K 337 24
                                    

-

"Lo pulang sama Kak Gito, Mel?" tanya Jihan disela Melan memasukan buku-bukunya kedalam tas baby blue-nya. Bel pulang baru saja berbunyi, dan Bu Pur baru saja meninggalkan kelas.

"Iya." hanya itu yang Melan jawab.

Jihan mengernyit. "Lo kok kayak nggak suka? Mel! Dia Kak Gito! Walaupun lo udah jatuh hati sama Gelan, gue saranin ulangin sama Kak Gito!" pekik Jihan tertahan.

Melan melotot menatapnya sangar. Untung saja kelas sudah kosong, tinggal mereka berdua. Kalau tidak, Melan tidak tahu dia harus menyimpan wajahnya dimana.

"Biasa aja dong, anyway, gue juga nggak bakalan les matematika sama Gelan, lagi. Gue udah bilang sama Bu Indah, Indah mau asalkan ulangan minggu depan gue bisa dapat seratus. Gue bebas dari Gelan. Udah ya, Ji, gue mau balik, mau belajar."

Jihan mengangga. "Mel, lo sehat?"

Melan hanya melengos. "Mending lo pulang sekarang, sopir lo udah nunggu, tuh ponsel lo dering mulu."

"Ini mah bukan dari sopir, Mel. Sejak kapan sopir gue se-songong ini? Ini dari kakak lo, ah, bye!"

Giliran Melan yang menganga lebar. "Kak Ichsan!? Kampret! Giliran gue minta jemput mana mau! Ih Jihannnnn!" namun pemilik nama sudah hilang dari pandangan Melan dengan senyuman mengembang.

Melan berdecih, segera keluar dari kelasnya.

"Astaga." Melan shock, refleks termundur kaget ketika Gelan tiba-tiba sudah didepan kelas.

"Gue mau minta maaf," ujar Gelan. Intonasinya datar seperti raut wajahnya.

Melan diam-diam menghembuskan nafas panjang, kemudian tersenyum. "Udah, kan? Minggir gue mau pulang."

Gelan mengangguk. "Lo marah?" tanya lelaki itu, susah payah berusaha hanya untuk menanyakan satu hal itu.

"Marah?" Melan tertawa. "Buat apa? Orang gue yang salah."

Gelan mengernyit binggung.

"Cause i hope we're more than friends."

Gelan diam. Binggung sendiri dengan semuanya.

Melihat Gelan hanya diam, Melan tertawa sumbang. Merasa seperti perempuan paling bodoh. Ternyata dia tidak hanya bodoh di pelajaran, namun juga perasaan.

Melan menghembuskan nafas panjang, kemudian berlalu dari sana. Semuanya terasa hancur, seperti harinya. Bahkan gedung sekolah yang baik-baik saja, Melan anggap baru saja runtuh.

Semuanya ... sekarang, atau apapun hancur.

***

"Kenapa wajah lo?" Gito bertanya sambil menyerahkan satu helm pada Melan.

"Maaf lama, Kak." Melan membelokan pembicaraan. Wajahnya yang tadi kusut, dia ubah sedikit lebih ceria. Walaupun siapapun yang melihat akan tahu itu senyum terpaksa.

Gito berdehem. "Lo kenapa?" tanyanya, menahan kepala Melan agar mata mereka bisa saling bertubrukan. "Siapa yang buat lo nangis?"

Melan terkejut, kemudian menunduk. Bagaimana bisa Gito tahu dia sedang menangis. Gadis itu mengangkat lagi wajahnya, tersenyum manis. "Gue baik-baik aja kok, Kak."

Gito menghembuskan nafas panjang, menarik Melan kedalam pelukannya secara tiba-tiba. Hangat, dan nyaman, cuma ini yang Melan butuhkan dari tadi.

Sedangkan di kejauhan, Gelan memandang mereka datar. Binggung mau menyelamatkan Melan dari jeratan Gito seperti apa. Lelaki itu terlalu pandai bersandiwara.

Kemudian Gelan menghembuskan nafas panjang. Kenapa dia peduli? Gelan tersadar dan pergi cepat dari sana. Dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang bakal terjadi sama Melan.

Mereka ... bukan siapa-siapa.

Namun, kenapa semuanya terasa membingungkan?

***

"Makasih, Kak." Melan turun dari motor Gito dengan senyum manis. Langit sudah mengelap sekarang, setelah pulang sekolah tadi, keduanya tak langsung pulang kerumah. Gito mengajak Melan makan bareng, keliling mall, sampai ke taman bunga yang begitu cantik. Bener-bener bahagia, lelaki itu tahu cara mengembalikan mood Melan.

Gito mengangguk. "Gue balik, ya?" kemudian, Melan bener-bener memandang motor Gelan sampai hilang dari pandangannya.

Entah mengapa, merasa begitu bahagia jika bersama Gito.

"Siapa tuh?"

"Ayam! Ayam!" Melan latah, terkejut dan berbalik memandang Ichsan yang sudah berada di belakangnya.

"Sejak kapan lo disitu kampret!?" kesal Melan. "MAMAAA KAK ICHSAN GANGGUIN MELANNN!"

Ichsan sontak mendelik. "Tuh cowok siapa yang tadi nganterin?"

"KENAPA NGGAK SUKA!? SIAPA SURUH MINTA JEMPUT KAGAK MAU! WLEK!"

"Gue sibuk," elak Ichsan. "Emang lo mau nunggu?"

"Kalau jemput Jihan, nggak sibuk, ya?"

Ichsan mendelik. "Gue nanya itu cowok siapa," tanyanya serius.

Melan mengernyit dengan raut seiris Ichsan. "Kak Gito."

Raut Ichsan mengeras. "Jauhin dia."

Melan mengernyit, binggung untuk mencerna semuanya. "JAUHIN SIAPAA! KAK! KAK ICHSAN! ABANGGGG! KENAPA HARUS JAUHIN KAK GITO!!" teriak Melan mengejar Ichsan yang sudah masuk rumah lebih dulu.

***

A/N: NEXT? VOTE DAN COMENT YA! UPDATE CEPET, SENANG KAN!

ANYWAY HAPPY 50K READERS! LOVE U ALL!

BYE,

CARLIN.

18 JUNI 2020.

Gelan & MelanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang