~~Tamparan~~

1.3K 154 53
                                    

Beberapa hari kemudian

"Tuan Putri."

Aku menoleh, Felix memanggil ku. Aku hanya menatapnya dengan tatapan seolah berkata 'apa?'

"Saya tidak yakin bisa bertahan lebih lama lagi," Felix berbisik, "tentang Nona Margarita."

Aku menghela napas dan mengangguk. "Ya. Sifat aslinya keluar lebih cepat dari dugaan ku."

"Mau mengadakan diskusi lagi? Saya yakin Yang Mulia pasti setuju," Felix terlihat bersemangat.

Aku menunduk dan menatap kaki ku. Saat ini kami sedang menuju ruang bicara, papa memanggil ku karena ada hal yang ingin dibicarakan. Alarm bahaya ku tidak berbunyi, ku rasa ini bukan sesuatu yang buruk atau mengancam nyawa.

Oh iya, tadi Felix bilang apa? Diskusi lagi? Ku rasa itu ide bagus, tapi firasat ku tidak enak. "Mungkin lain kali saja. Kita lihat keadaannya dulu."

Felix mengangguk dan ternyata kami sudah sampai di depan ruang bicara. Setelah mendapat izin, aku dan Felix masuk. Senyum ku merekah ketika melihat keempat guru ku, tapi runtuh saat melihat Roger Alphaeus.

Setelah berbalas salam, aku dan Felix menghampiri papa. Aneh, aku tidak melihat tahta yang lebih kecil di sebelah papa. Ku rasa aku harus berdiri. Kalau Felix berdiri di kanan, aku berdiri di kiri papa.

Papa dan Felix menoleh ke arah ku dengan bingung. Aku balas menatap bingung dan menggerakkan bibir berkata, 'apa?' pada mereka.

"Kenapa Kau berdiri?" papa bertanya.

"Memangnya aku harus duduk di mana?" tanya ku balik.

Papa menaikkan sebelah alisnya dan menepuk pahanya. Aku mengangguk pelan. Oh, dipanggkuan-

WHAT?

Aku mendelik kaget. Baru saja hendak protes, papa sudah menarik tangan ku dan memangku ku. Keempat guru ku terdiam kemudian tersenyum senang. Ku rasakan wajah ku memanas dan memerah malu. Aku menatap papa yang terkekeh pelan.

"Bukannya Kau suka dipangku?" papa menyeringai.

"I...Itu kan dulu saat Athy kecil. Pa...Papa tidak perlu melakukan ini," aku memekik panik karena malu.

Aku malu! Guru ku ada di sini dan Roger juga! Ayolah! Aku sudah empat belas tahun! Bahkan mental ku lebih tua!

"Tidak ada kursi lagi kan? Duduk saja di sini," papa mengusap kepala ku dan aku pun mengangguk pasrah.

'Ladeni saja, nanti tambah panjang,' aku menutupi wajah ku.

Papa menatap ke bawah, "jadi ada kabar apa, guru-guru terhormat?"

Aku pasti belum bilang. Papa memanggil keempat guru dengan sebutan, 'guru-guru terhormat'. Terdengar seperti ejekan bukan? Tapi, papa memang menganggap keempat guru ku ini guru paling terhormat. Tentu saja karena mereka yang baik dan selalu memperhatikan ku. Alhasil, papa memberikan sebutan itu.

Awalnya mereka merasa aneh, tapi lama-kelamaan terbiasa. Menurut mereka itu lebih baik, daripada disebut 'kalian' saat keempat-empatnya menghadap untuk melaporkan hasil belajar ku.

"Yang Mulia, kami ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan Anda," ucap Tuan Frannquez mewakili keempatnya.

"Bantuan apa?" papa bertanya.

"Bantuan terkait rumor Tuan Putri Athanasia di kalangan bangsawan, Yang Mulia. Beberapa hari terakhir, rumor mulai mereda dan dilabel sebagai hoax," ucap Tuan Frannquez semangat.

Papa mengangguk pelan. "Kenapa kalian sangat ingin menghilangkan rumor itu?"

"Insting seorang guru, Yang Mulia," Nyonya Lazzer menjawab, "bagi guru seperti kami, murid adalah kebanggaan kami. Mendengar rumor buruk tentang murid sendiri, rasanya menyakitkan. Terlebih jika tahu bahwa rumor itu salah."

Chance (WMMAP FANFIC) || S1✓ [REVISI]Where stories live. Discover now