part 3

44 29 3
                                    

Aku terbangun saat merasakan semilir angin yang begitu damai. Saat aku membuka mata, hamparan rumput berwarna hijau dan birunya langit menerpa mataku. Begitu sejuk.

Rumput yang bergoyang ke sana dan kemari membuat hatiku begitu nyaman, sangat tentram. Yang membuatku terheran, di dini benar benar hanya padang rumput tak berujung sejauh mata memandang. Sama sekali tak ada pepohonan ataupun sekedar tanaman liar.

Aku mencoba berdiri. Aku berjalan ke arah utara, dari mana aku tau? Tentu saja dengan melihat matahari. Entah kenapa kakiku seperti di sihir. Berjalan, entah apa dan dimana tujuan yang sebenarnya, aku hanya berusaha mengikutinya. Rasanya aku sudah lama sekali berjalan namun, hanya padang rumput yang kutemukan. Tanpa menghiraukan rasa lelah yang ku rasakan. Aku mencoba terus berjalan ke depan.

Tak berapa lama aku melihat sebuah pohon yang sangat rindang di depan sana. Kupercepat langkahku untuk mendekati pohon itu. Saat aku berjarak beberapa meter dari pohon itu, aku seperti menabrak suatu material bening, seperti plastik, aku juga tidak tau. Aku berusaha memukulnya agar rusak tapi, malah tanganku yang sakit.

Aku berjalan memutari pohon itu, apakah ada orang didalama sana. Baru beberapa langkah berjalan aku melihat siluet seorang manusia. Ku percepat langkahku untuk melihat sosok itu. Langkahku melambat.

Apa ini?

Kenapa dia mirip sekali denganku?

Apa yang terjadi padanya?

Aku mendekatkan tubuhku pada sosok yang menyerupai diriku itu. Aku berlutut dihadapannya, berusaha melihat wajahnya dari dekat.

Sangat mirip!

"Halo? apa kau mendengarku?" Tidak ada sautan apapun dari orang itu.

"Hei! Jika kau mendengarku, kumohon beritahu aku dimana ini? Aku tersesat di negeri antah berantah" aku mengetuk lapisan bening ini dengan keras tapi, kenapa dia tidak bangun juga.

"Please, bantu aku untuk keluar dari sini"

"Kumohon bangunlah" aku menunduk menahan suaraku yang mulai berubah serak. Rasanya belum pernah aku merasa seputus asa ini sebelumnya. Air mataku sudah berada di pelupuk mata. Aku benar benar menyerah.

"Dia tidak akan tersadar jika kau hanya momohon seperti itu" aku terperanjat saat mendengar suara orang lain di belakangku. Sosoknya tinggi dan berbadan besar. Aku hanya melihat gerak gariknya tanpa berminat meresponnya.

"Lakukan lah hal yang lebih berguna, nona"

"Tunggu, apa maksutmu? Kau tau cara keluar dari sini? Jika iya kumohon bantu aku" aku meletakkan kedua tanganku di depan dada, memohon padanya.

"Lakukan lah hal yang lebih berguna, nona"

"Kumohon tuan bantu aku" aku berlutut di depan kakinya.

"Lakukan lah hal yang lebih berguna, nona"

"Kenapa kau selalu mengulang kata yang sama?!" Aku mulai kesal padanya, bukannya membantu ku agar bisa keluar dari sini dia malah menceramahiku dengan kata kata yang sama.

Please deh ah!

"Karena itu kuncinya" wajahnya menoleh ke arahku.

"Hah?" Aku kebingungan melihat wajahnya.

Kunci?

Apa maksutnya?

"Kau seorang ilmuwan bukan?"

"Dari mana kau tau?" Bukankah aku baru pertama kali bertemu dengannya? Dari mana, dari mana dia tau pekerjaanku?

"Jika kau memang seorang ilmuwan, seharusnya kau tidak perlu ku beri tahu untuk keluar dari sini. Kau cukup cerdas untuk itu"

HYPERION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang