part 2

60 35 12
                                    

Hari pertama di pulau Socotra...

Aku sengaja terbangun agak siang. Jujur aku sangat malas secarakan aku di pulau ini sendiri. Handphone nya saja sedari tadi tidak mendapatkan sinyal.

Betapa kosongnya hidupku....

Dari pada melamun, ak memutuskan untuk memulai penelitian yang dibebankan padaku. Aku menggambil alat alat yang diperlukan seperti, pinset, pisau, tabung reaksi, dan banyak peralatan lain.

Aku mulai berlajalan menelusuri jalan mencari pohon Dracaena Cinnabari yang sehat dan sekiranya cocok untuk dijadikan bahan penelitian. Setelah beberapa lama berjalan Zila menemuka pohon yang menurutnya cocok.

 Setelah beberapa lama berjalan Zila menemuka pohon yang menurutnya cocok

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Dracaena Cinnabari)

Aku segera mendekati pohon itu dan meletakkan peralatannya di sebelah pohon itu. Kulihat secara keseluruhan. Seperti jamur raksasa. Batinnya terkagum.

'Tanaman ini benar benar unik'

Aku mengambil pisau dan tabung sebagai wadah sample getah pohon Dracaena Cinnabari yang kutemukan. namun saat akan menggambil semplenya, aku mencium bau yang sangat menyengat membuat dirinya pingsan.

Dini hari waktu setempat....

Aku terbangun saat perutnya meronta ronta karena kelaparan. Saat itu masih dini hari waktu setempat. Berhubung aku sudah sangat lapar dan suhu di pulau ini kebalikannya saat siang hari yang artinya sangat dingin si malam hari. Aku menengok ke kanan dan kekiri, rupanya ia masih di tempat tadi ia pingsan. Zila memutuskan untuk berjalan kembali ke tendanya.

Rasanya seperti terdampar di tengah tengah gurun pasir dan sendirian. Disini sangat gelap, hanya cahaya bulan yang menemaninya. Sesampainya di tenda Zila segera mengambil kompor portablenya lalu memasak mie instan yang ia bawa sebagai bekal.

Saat menikmati makanannya pun aku beberapa kali dikejutkan dengan kemunculan hewan asli pulau Socotra yang berbisa. Jika saja ia tidak terbiasa hidup di alam bebas seperti ini, sudah pasti dia mati.

Saat aku membereskan peralatan masaknya, ia melihat sekelebat bayangan hitam yang begitu cepat. Ia masih mencoba berfikir normal. Mungkin para penduduk setempat, pikirnya.

Namun saat dirinya berbalik badan. Dihadapannya terdapat mata merah menyala. Mereka tidak hanya satu, dua, atau tiga tapi banyak. Seakan akan mereka akan mengeksekusinya saat itu juga. Aku ingin pergi dan berteriak tapi tak akan ada yang dengar karena disini hanyalah hamparan batu tak bertanah hingga aku kembali pingsan untuk yang kedua kalinya.

Aku tersadar saat mendengar ada dua orang yang bercengkrama dengan bahasa yang tidak ku mengerti. Saat aku membuka mataku, mereka langsung menatapku dengan mata merah yang mengerikan dan dari ekspresi yang aku tangkap saat mereka bercengkrama adalah apa yang akan mereka lakukan terhadap penyusup sepertiku.

HYPERION Where stories live. Discover now