Yoongi tidak masalah. Hanya saja anak itu terus menanyakan Namjoon.
"Kenapa tidak kau tanyakan saja padanya?" tanya Yoongi mulai sedikit kesal. "Aku sudah tidak ingat lagi berapa kali kau menanyakan itu padaku. Sepertinya kau lebih merindukannya."
"Ayolah, Hyung, kau kan pacarnya," jawab Jimin sambil tertawa. "Lagipula, bukan kau satu-satunya yang merindukan dia. Kau tahu betapa kesalnya Jin-hyung ketika Namjoonie-hyung kembali lagi ke Amerika? Kau melihat sendiri wajahnya yang merah."
"Aku tahu," jawab Yoongi ketus. "Aku tahu..."
Yoongi tahu bahwa ia bukanlah satu-satunya yang ingin Namjoon kembali ke Seoul. Kembali ke Korea. Namun, Yoongi juga tidak ingin menyamakan kerinduannya dengan yang lain.
Yoongi sudah menjalin hubungan dengan Namjoon... dan baru beberapa minggu saja mereka berpisah, ia sudah merasakan kegelisahan di antara kerinduannya.
Yoongi percaya Namjoon, tentunya. Hanya saja...
"Aku tahu hal ini lebih berat bagimu, Yoongi-hyung," jawab Jimin dengan lembut, "tetapi jangan khawatir. Aku yakin ia tidak akan sesering itu lagi ke sana setelah ia selesai mempromosikan bukunya."
Yoongi tahu itu. Ia hanya menganggukkan kepalanya dan lanjut memotong sayuran.
"Ngomong-ngomong, bagaimana album barumu?"
Jimin mengganti topik pembicaraan dan Yoongi tidak pernah merasa bersyukur dari yang seharusnya. Ia mengangkat bahunya lalu menghela napas panjang.
"Sedang mengerjakan," jawab Yoongi. "Aku juga tidak terburu-buru, sebenarnya. Dari sekian lagu aku hanya harus memilih mana yang lebih cocok untuk dimasukkan ke album selanjutnya."
Jimin menganggukkan kepalanya lalu lanjut mengocok kuning telur yang telah dipisahkan Yoongi sebelumnya.
"Aku harap kau memasukkan draft-mu yang berjudul 'flower' itu, Hyung—" kata Jimin sebelum cepat-cepat menghentikan kata-katanya.
Tak lama, Yoongi mengalihkan perhatiannya dari sayur yang dipotongnya dan menatap Jimin yang sedang menggigit bibirnya.
"Kau bilang apa?" geram Yoongi.
"Aku tidak bilang apa-apa—"
Yoongi menaruh pisaunya di atas meja dapur lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. Setidaknya ia melakukannya untuk tidak sengaja melempar benda tajam itu ke arah Jimin.
"Park Jimin, kau masuk ke dalam ruang kerjaku?"
"Hyung, kau membiarkan pintu ruang kerjamu terbuka dan aku bosan menunggumu selesai mandi di ruang tamu."
"Pintu terbuka bukan berarti kau boleh masuk, Jimin-ah."
"...Maafkan aku, Yoongi-hyung," lirih Jimin. Ia tahu Yoongi sudah merasa kesal terhadapnya sehingga ia tidak mencoba untuk membantah. Sebagai gantinya, ia berusaha memberikan pujian. "Tetapi, aku bersungguh-sungguh! Lagu yang itu bagus!"
Yoongi menghela napas lalu bergumam, "Terima kasih..."
"Kau akan memasukkannya ke albummu?"
YOU ARE READING
With Golden String
Fanfiction[COMPLETED] "Maaf aku tidak punya apa pun, Hyung. Maksudku... jika aku seorang pelukis, aku akan melukiskan dunia untukmu, dan jika aku seorang penyanyi, aku akan menyanyikan lagu untukmu. Namun, aku hanya... aku. Aku hanya bisa memberikanmu puis...
Epilog
Start from the beginning
