Empat malam setelah Namjoon mengutarakan perasaannya pada Yoongi, ia tak mendapatkan kabar apapun.
Baik dari Yoongi. Maupun Big Hit.
Tentunya Namjoon pun akan dengan senang hati menceritakan terkait keduanya.
Ia belum menerima jawaban dari Yoongi, orang yang dicintainya, dan walaupun Namjoon sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk memberi Yoongi waktu yang diperlukannya tetapi semakin dekat hari keberangkatannya ke Amerika membuatnya semakin gelisah.
Belum lagi perihalnya dengan perusahaan yang hendak merekrutnya. Ia sudah menunggu —secara diam-diam — apakah ada kabar dari Yoongi apabila ia mendapatkan telepon atau apapun dari perusahaan itu. Namun, Namjoon tidak menemukan tanda-tandanya. Terkadang apa yang direncanakan pun belum sesuai dengan dugaan. Mengingatnya saja ia sudah frustasi.
Dan hari semakin buruk saja.
"Namjoon-ah," panggil Seokjin sambil menaruh kembali gelasnya yang berisi bir ke atas meja.
Saat ini ia dan Namjoon sedang keluar untuk makan malam dan minum bir di salah satu tempat yang sudah menjadi langganannya. Bir yang diminumnya pun tentu saja memiliki kadar alkohol yang masih ringan dan mereka sudah sepakat sebelumnya untuk tidak minum soju malam ini, terutama karena Seokjin menyetir. Sejak Namjoon menceritakan bahwa ia telah mengaku pada Yoongi, Seokjin pun memutuskan untuk menemani malam Namjoon untuk memberikannya pegangan.
"Ya, Hyung?" sahut balik Namjoon.
Seokjin mengunyah makanannya lebih pelan sambil berkata, "Aku ingin menanyakan hal ini karena biasanya kau yang tahu duluan, dan aku juga ingin sekaligus mengkonfirmasi apakah informasi yang kudengar ini benar apa tidak."
"...Baiklah? Ceritakan."
"Apakah benar Yoongi sudah mendapatkan pekerjaan baru?"
Namjoon tidak sadar bahwa ia sedang minum birnya karena setelah mendengar itu ia nyaris menyembur minumannya sendiri. Di depan wajah "tampan" Seokjin. Nyaris... tetapi ia tersedak.
"Kalau kau sampai benar-benar menyemburku aku tidak akan menemanimu makan lagi."
Namjoon terbatuk-batuk, berusaha menenangkan dirinya. Di sela-selanya ia berkata dengan lirih, "Yoongi-hyung? Benarkah?"
"Melihat reaksimu sepertinya kau tidak tahu," kata Seokjin.
"Ya... aku tidak tahu," Namjoon tidak tahu mengenai hal ini, terutama karena biasanya ia adalah orang pertama yang mendengar langsung kabar dari Yoongi sehingga kabar ini cukup memberinya shock.
"Hei, jangan bersedih," kata Seokjin sambil menepuk pundak Namjoon, "mungkin ia memiliki alasan sendiri yang belum siap dikatakannya—"
"Seharusnya aku tidak mengatakan perasaanku padanya," Namjoon berkata pelan.
Seokjin mendecakkan lidahnya, "Ini sudah empat hari dan kau masih saja—"
"Kalau begitu karena apa lagi?" tanya Namjoon kali ini dengan nada yang frustasi. Semua emosinya yang menumpuk dan disembunyikannya akhirnya terluap begitu saja.
"Namjoon-ah—"
"Dia mendiamkanku, Seokjin-hyung," kata Namjoon sambil memijat keningnya, sesuatu yang akan dilakukannya ketika ia sudah terlalu merasa tak berdaya. "Kami tidak saling bertegur sapa, telepon pun tak diangkat, bahkan sebelum aku berkata, ia lebih memilih untuk tidak melanjutkannya. Ia bahkan hampir tidak pernah terlihat lagi di apartemen kami. Aku tahu kami secepatnya akan keluar dari sana—aku ke Amerika dan ia akan sekamar di asrama denganmu. Tetapi aku tidak menginginkan diam-diaman ini dengannya sebelum aku pergi..."
YOU ARE READING
With Golden String
Fanfiction[COMPLETED] "Maaf aku tidak punya apa pun, Hyung. Maksudku... jika aku seorang pelukis, aku akan melukiskan dunia untukmu, dan jika aku seorang penyanyi, aku akan menyanyikan lagu untukmu. Namun, aku hanya... aku. Aku hanya bisa memberikanmu puis...
