18. Kekerasan

403 29 0
                                    

Surya berjalan tergesa. Setengah berlari, mengejar waktu yang tersisa. Sesekali melirik jam yang melingkar ditangannya, mencari tahu berapa menit yang tersisa. "Gila, kurang dua menit lagi kelas pertama mulai. Pasti tuh dosen galak udah masuk." Surya menambah kecepatan larinya.

Tinggal beberapa langkah lagi. Surya berusaha untuk tidak mengurangi laju larinya. Mengabaikan nafasnya yang mulai tersengal-sengal.

Pintu coklat besar, satu-satunya jalan menuju ruangan yang ditujunya sudah didepan mata. Dengan kondisi tertutup sempurna. Menandakan dosen pengajar sudah ada didalamnya.

Sesaat, Surya menahan nafasnya. Jantungnya berpacu dengan cepat, hingga dia bisa mendengar detaknya. Tubuhnya gemetar, keringat dingin mengucur dipelipisnya. Surya benci situasi ini.

Surya menghela nafas pasrah. Mau tak mau, dia harus menghadapinya. Dia menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan. Oke, Surya siap.

Pelan, diketuknya pintu coklat itu. Setelah mendapat balasan, dia memberanikan diri untuk membuka pintu itu.

"Maaf pak, saya terlambat." Surya menundukkan kepalanya, memejamkan kedua matanya. Terlalu takut untuk mengahadapi sang dosen bereputasi galak itu.

"Satu menit, dua puluh tujuh detik. Kenapa bisa terlambat?" Tanya sang dosen, Pak Ahmad.

"Maaf pak." Jawab Surya pelan.

"Saya tidak butuh maafmu Tuan Kurana, tapi saya butuh alasanmu. Kenapa bisa terlambat?" Ahmad menaikkan nada bicaranya.

Mendengar bentakan itu, Surya semakin menunduk. Kakinya gemetar. Keberaniannya semakin terkikis, habis tak bersisa.

"Saya bangun kesiangan, Pak." Ucapnya dalam satu tarikan nafas.

"Klise. Alasanmu tidak bermutu sama sekali. Kamu pikir saya percaya alasan seperti itu di jaman yang serba canggih seperti ini? Oh, tidak... Saya tidak sebodoh itu."

"Tapi saya berkata jujur pak." Bantah Surya. Entah datang dari mana keberanian itu. Mungkin egonya sedikit tersentil karena ucapannya dianggap bualan belaka. Hingga dia berani menyuarakan isi hatinya.

"Oke, kita anggap alasanmu itu benar." Jeda sejenak. "Sekarang pertanyaannya, apa menurutmu mata kuliah saya ini tidak penting? Jadi kamu santai-santai saja. Tidak menghargai waktu. Kamu menyepelekan saya?" Lanjutnya, masih tidak mau mentoleransi keterlambatan mahasiswanya ini.

"B-bukan begitu pak." Surya tergagap. Dalam hati, dia terus merutuki kebodohannya. Bisa-bisanya dulu dia memilih dosen galak seperti ini dalam KRS-nya.

"Keluar kamu!" Usirnya.

What? Surya tidak salah dengar kan? Dia tidak diperbolehkan masuk kelas hanya karena telat satu menit? Hanya satu menit loh ini, bukan satu jam apalagi hari. Sungguh mengerikan dosen ini.

"Baik pak." Pasrah Surya. Dia memutar badannya 180 derajat dan segera meninggalkan kelas neraka itu.

oOo

Surya berjalan menuju kantin. Menemui kedua temannya yang telah duduk manis disana sejak beberapa menit yang lalu.

Kantin sangat ramai. Surya sampai harus berdesakan untuk mencapai kedua temannya.

"Hah, ramai banget nih kantin. Gak kayak biasanya." Komentar Surya.

"Lah, lo gak tau Sur? Kan hari ini kita makan gratis. Wajar dong kantin jadi ramai gini." Respon Lano akan komentar Surya.

"Hah? Apa? Makan gratis? Kok bisa?"

"Ya bisa lah. Kan si Aldo hari ini ulang tahun. Jadi, dia menggratiskan semua makanan yang ada dikantin ini."

Surya (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang