41. Negosiasi

455 26 0
                                    

Surya, Devan, Lano, Joe, dan Bagas sedang berkumpul di ruang kerja yang berada di rumah Surya. Mereka menunggu kedatangan teman SMA Surya. Ya, pada akhirnya Surya meminta bantuan mereka. Masalah ini sudah merambat hingga menyangkut pautkan kelompok mafia, jelas sekali dia butuh lebih banyak personil.

Sembari menunggu, mereka tengah mempelajari lokasi yang menjadi markas para mafia. Dengan teliti, Surya menatap dan mempelajari peta yang telah dilaporkan oleh para detektif milik Devan. Detektif Devan telah mempertaruhkan nyawanya, dengan menyusup ke markas mafia demi mendapatkan peta itu. Entah seberapa canggih detektif itu, yang pasti dia masuk dan keluar tanpa di curigai.

"Gue baru dapat kabar kalau saudara Clara sudah bangun dari komanya dua hari yang lalu. Tepat sehari sebelum anak-anak di culik. Jadi kemungkinan besar, si Fredy gak akan mau bantu kita buat nyelamatin si kembar. Bedebah itu sungguh tak punya hati." Ungkap Surya yang sudah terlanjur benci pada sang ayah mertua itu. Sangat disayangkan, wanita sebaik Clara memiliki ayah seburuk itu. Ayah macam apa dia? Benar-benar egois.

"Ya udah sih, Bang. Dapet atau nggak bantuan dari dia, kita harus tetep nyelamatin si kembar. Kasihan mereka, saat ini pasti sedang ketakutan." Ucap Bagas realistis.

"Ya, Bagas benar. Kita fokus dulu urus si kembar. Masalahnya ini markas mafia, men. Persiapan kita gak boleh kacang-kacang." Ucap Devan dan mendapat anggukan dari yang lain.

Tak lama kemudian, pintu ruang kerja Surya didobrak secara kasar. Dibaliknya, muncul tiga pemuda yang salah satunya langsung berjalan cepat kearah Surya dan menarik kerah kemeja Surya.

"Woy, jagoan. Apa yang lo dapat dengan menyembunyikan masalah sebesar ini dari kita? Apa hah? Mau lo, gue jatuhin dari ketinggian sana, hah? Biar otak lo waras dikit." Ucap si pilot yang kekuannya sebelas dua belas dengan Lano, siapa lagi kalau bukan Andi.

Untung saja Andi tidak mendapat jadwal terbang selama 3 bulan ke depan, jadi dia bisa memenuhi panggilan Surya. Ya, Andi memang mengajukan cuti selama 4 bulan atas desakan sang ibu, rencananya dia mau menghabiskan waktu bersama keluarganya, tapi rencana itu terpaksa harus kandas akibat masalah temannya ini. Andi marah? Tentu saja, bahkan sangat marah. Tapi Andi bukan marah karena waktu kebersamaan dengan keluarganya terenggut, melainkan marah karena Surya yang telat memberitahunya akan masalah yang dihadapinya saat ini. Dia jadi berpikir, teman macam apa dirinya hingga tidak tahu jika temannya sedang mengalami masalah. Sungguh memalukan.

"Ck, udah An! Udah kejadian juga." Ucap si bijak Agung, mengurai cengkeraman Andi pada kerah kemeja Surya. "Sekarang, bawa gue ke istri lo Sur. Pasti dia syok banget. Gue mau cek kondisinya." Ucap Agung yang kali ini berbicara bukan sebagai teman Surya, melainkan sebagai seorang psikolog.

Surya mengangguk, lalu mengantar Agung ke kamarnya. Di sana sudah ada Clara yang berbaring di atas ranjang yang di jaga oleh Kara.

"Bentar, gue bangunin dulu." Ucap Surya sambil berjalan ke arah Clara untuk membangunkannya.

"Oke."

Ucap Agung yang pandangannya terfokus pada sang pujaan hati yang sedang menunduk malu. Agung sangat gemas pada gadis itu, gadis yang sudah menghuni hatinya selama bertahun-tahun. Saking gemasnya, dia rasanya ingin menikahinya saat ini juga. Sabar Agung, sabar... Tinggal dua tahun lagi penantianmu. Jangan rusak reputasimu di depan calon ayah mertua. Sabar, dua tahun lagi.

"Woy, Gung." Teriak Surya di telinga Agung, yang membuat si pemilik telinga terkejut. "Cielah, kata lo mau lihat Clara. Kok jadi lihat Kara?" Cibir Surya.

"Berisik lo." Agung berjalan menghampiri Clara yang entah sedari kapan sudah duduk bersandar di atas ranjang dan mulai memeriksa kondisi calon kakak iparnya itu.

Surya (TAMAT)Where stories live. Discover now