"Kenapa kakak kembali ke hidupku?" Tanyanya lemah. Daffa diam tak menjawab, ditatapnya kedua mata sayu Emma bergantian.

"Aku tidak pernah pergi, Em. Kamu tahu itu." Jawab Daffa sendu.

Dengan segala gejolak yang ia tahan dalam dadanya sedari tadi, Emma menarik lengan Daffa mendekat lalu merangkul leher lelaki itu dengan sebelah tangannya, memajukan badannya dan menubrukkan bibirnya ke bibir Daffa. Daffa tersentak kaget saat Emma menghisap bibirnya atas dan bawah bergantian. Menjilat seluruh permukaan bibirnya. Dengan mata membelalak, Daffa merasakan nafas cepat Emma di pipinya. Diliriknya kebawah, Emma tengah memejamkan matanya. Daffa berpikir tentang apa yang ada dipikiran Emma saat ini. Menciumnya secara tiba-tiba seperti ini. Seperti dulu. Memikirkan hal dulu membuat Daffa tersenyum dalam pagutan Emma.
Kemudian dengan ia cepat membuka mulutnya, menghisap bibir Emma dengan liar.

Daffa terus menekan bibirnya pada bibir Emma. Saat satu tangannya menahan tengkuk Emma, tangan yang lain merangkul pinggang Emma dan menariknya mendekat. Ciuman itu kemudian semakin panas dan menggebu-gebu.

Namun pada akhirnya Daffa yang menjauhkan bibirnya secara perlahan. Membuat jarak tipis di antara wajah mereka yang sebenarnya tidak Emma inginkan. Ia masih merindukan bibir Daffa, namun belum mampu menatap mata indahnya. Ini salah. Ia tahu. Ia akui itu.

Tapi Emma sadar bahwa Daffa adalah kelemahannya. Segala tentang Daffa selalu membuatnya rapuh. Dari dulu, hingga kini.

Keduanya kini saling menatap dengan gugup. Menghirup udara dalam-dalam untuk masuk ke paru-paru mereka yang kekurangan oksigen.

Meski canggung, Daffa berusaha menampilkan senyum terbaiknya. Bukan pura-pura, karena hal barusan merupakan salah satu moment terbaik dalam hidupnya belakangan ini. Hanya saja, ia tidak tahu harus berkata apa.

'Terima kasih'? Untuk apa?

'Maaf'? Tapi kan Emma yang menciumnya lebih dulu.

Akhirnya Daffa hanya mendekap Emma dan mengusap-usap kepalanya karena tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan situasi saat ini.

"Don't judge me." Kata Emma di pelukan Daffa.

"I won't." Jawab Daffa.

"Jangan pikir apa-apa juga." Lanjut Emma lagi.
Daffa melepas pelukannya. Menarik diri, dan Memegang kedua bahu Emma agar dapat melihat wajah cantik itu.

"Tapi aku bingung." Tutur Daffa berterus terang.

"Jangan." Emma mengerutkan kening sambil mengerucutkan bibir. Bibir Daffa berkedut menahan tawa melihat ekspresi lucu Emma.

"Baiklah. Aku tidak bingung." Ucapnya sambil tersenyum lembut. Lalu kembali menarik Emma kedalam pelukannya.

"Maukah kamu menemaniku malam ini, Em?"

Emma tertegun ditempatnya. Pikirannya harusnya segera menolak, namun hati dan raganya berkata sebaliknya. Dengan satu anggukan, senyum terpancar diwajah cantiknya. Yang kemudian disambut oleh senyuman pria tampan dihadapannya.

"Ayo." Ajak Emma untuk turun dari mobil. Namun Daffa menyanggahnya.

"Emerald?" Emma kemudian menoleh. "Hmm?"

"Aku ingin mengajakmu ke tempatku." Kata Daffa padanya. Emma mengerutkan kening lalu memiringkan kepalanya.

"Kenapa?"

"Aku hanya tidak ingin ada yang mengganggu." Mendengar kata 'mengganggu', Emma langsung mengerti. Benar juga. Bisa saja Danny menyusulnya kemari.

"Danny!" Emma membelalak ketika mengingatnya. Sungguh jahat sekali dirinya. Danny mungkin sedang menunggunya saat ini. Disaat ia malah bersama mantan pacarnya.

Daffa membaca keraguan diraut wajah Emma. Tanpa menunggu persetujuannya, ia kembali menyalakan mesin mobil dan melajukannya.

"Kak!" Panggil Emma yang tak diindahkan Daffa.

"Aku pikir, aku sudah cukup bersabar selama ini, Em. Biarkan aku egois sekali ini saja." Tukasnya tegas. Rahangnya mengeras dengan pandangan tajam ke depan.

"Tapi aku belum mengatakan apa-apa." Emma berusaha menahan tawanya. Namun tak mampu menahan wajahnya. Daffa melirik bingung.

"I'm sorry, did i miss something here?" Tanyanya melihat ekspresi Emma.

"Tidak. Tidak apa-apa." Emma mengalihkan wajahnya dari Daffa sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya.

"Apa yang lucu, Em?" Tanya Daffa. Ekspresinya melunak. Emma hanya menggeleng sembari mengulum senyum.

"Hey, jangan buat aku penasaran, Em." Daffa menjawil dagu Emma sambil tersenyum. Emma kembali menggeleng.

Daffa menghembuskan nafas, menyerah.

"Ya sudah lah. Yang penting kamu senang." Ucapnya, melajukan mobilnya di tengah kegelapan malam, ditemani cahaya hidupnya yang telah kembali.

Only EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang