Part 28

691 44 19
                                    

Setelah tiba di lingkungan apartemen Emma, Daffa melajukan mobilnya menuju lobby apartemen Emma.

"Masuklah." Ucap Daffa sesampainya di depan lobby Emma. Emma tak menjawab, menatap Daffa lekat, bimbang dengan apa yang harus ia perbuat sekarang. Gadis batinnya berat melepas lelaki tampan disampingnya. Namun akal sehatnya tau kalau perasaan ini salah, dan ia harus segera turun dari mobil itu.

Karena tak mendapat respon apa-apa dari Emma, dan security di pintu lobby sudah menunggu seseorang turun dari mobil untuk dibukakan pintu, Daffa kembali memanggil.

"Emerald? Ada apa?" Tanya Daffa ragu. Emma kembali tak menjawab. Ia malah menatap kebawah, sibuk berfikir.

Sebenarnya Daffa ragu untuk kembali bertanya, tapi Emma tetap diam di tempatnya. Membuatnya serba salah harus bagaimana. Ia tidak tahu apakah akan mendapat respon positif dari Emma. Kemudian Akhirnya ia memberanikan dirinya, menerima apapun jawaban dari Emma nantinya.

"Bolehkah aku menemanimu sebentar lagi?" Tanya Daffa yang sukses membuat Emma menoleh ke arahnya.
"Tidak apa jika kamu menolak. Aku tak ada maksud apa-apa." Sanggahnya cepat agar Emma tak menyalah pahami maksudnya.

Emma bimbang, menatap kedua mata elang itu bergantian. Kemudian menoleh ke arah lobby, security sedang melihat mereka dari dalam lobby. Dan itu membuatnya tidak nyaman. Menghembuskan nafas pelan,

"Aku tidak nyaman disini, parkirlah dulu." Ucap Emma yang mendapat anggukan cepat dari Daffa.

Setelah tiba di tempat parkir di samping gedung apartemen dan memarkir mobil dengan baik, Daffa menoleh pada Emma. Sementara yang ditatap hanya terdiam.

Selama beberapa saat, mereka berdua hanya berdiam diri di tempatnya. Tanpa suara. Daffa sengaja tak bertanya lagi untuk membuat Emma nyaman. Ia menunggu Emma untuk berbicara lebih dulu.

"Kak..." Emma akhirnya membuka suara.

Daffa menoleh dengan senyum hangat. Emma memanggilnya 'kakak', suatu kemajuan yang membuatnya amat bahagia saat ini.

"Iya, Em.." jawab Daffa dengan suara lembut.

"Apa sebaiknya aku menghubungi Danny? Sepertinya dia menungguku di rumah." Tanya Emma tanpa menoleh. Sebenarnya ia tidak sungguh-sungguh menanyakan itu. Hanya saja kejadian di restaurant tadi membuat pikirannya kalut saat ini. Bagaimana tidak, sempat tadi terlintas di benak Emma untuk menghamburkan diri kepelukan Daffa saat lelaki itu mengatakan bahwa ia merindukan Emma.

Senyum Daffa perlahan memudar. Mendengarnya apa yang Emma katakan bagaikan pukulan keras untuknya. Sakit.

Detik lalu ia merasa bahwa ia telah selangkah lebih dekat dengan Emma. Namun nyatanya Kini Daffa merasa Emma menetapkan dua langkah menjauh darinya.
Daffa terdiam. Membuang muka ke depan, lalu memejamkan matanya. Ia butuh waktu sedikit untuk menstabilkan perasaannya saat ini. Rasa sedih karena Emma memikirkan lelaki lain saat bersamanya. Menggenggam erat kemudi hingga urat tangannya terlihat jelas dibawah kulitnya. Menghela nafas panjang, "Aku tidak tahu." Suaranya berat.

Emma melirik tangan Daffa dikemudi. Lalu melirik pada Daffa yang tengah menatap ke depan dengan ekspresi keras.

"Kak..." panggilnya lagi.

Daffa bergetar ditempatnya. Tak mampu menahan diri dari emosi yang bergolak dijiwanya saat ini. Marah, sedih, gundah. Ia sadar tak seharusnya seperti ini. Emma tengah bersedih. Sudah sepatutnya saat ini untuk menemaninya. Untuk membuatnya nyaman. Itu lebih penting daripada perasaannya.

"Iya?" Daffa akhirnya menoleh kembali pada Emma di sampingnya. Memaksakan seulas senyum dengan mata berkaca. Emma menatap Daffa dalam-dalam. Seolah menyelami matanya yang bersinar oleh pantulan cahaya lampu parkiran yang redup.

Only EmeraldWhere stories live. Discover now