Part 7

3.2K 90 0
                                    

"What? Seriusan lo grepe-in kak Daffa seharian?" Pekik Nadia histeris di tengah kantin yang ramai. Sementara Wina berdecak tak percaya sambil geleng-geleng kepala. Untungnya karena kantin yang sedang ramai, jadi pekikan Nadia tersamarkan oleh kebisingan orang-orang di sana.

"Sssstttt.. Ga kurang kenceng apa tuh suara kamu, Nad?" Bekap Emma kesal dengan tanggapan Nadia yang terkesan berlebihan menurutnya.

Nadia meronta-ronta berteriak tidak jelas di bekap mulutnya oleh Emma sebelum akhirnya pasrah diam mengacungkan jempolnya pada Emma agar melepaskan tangannya.

"Lo mau gue mati?" Jerit tertahan Nadia dengan wajah merah padam. "Lipstik estee lauder gue ini belepotan gara-gara lo nih." Lanjutnya sambil mengeluarkan cermin dari tas nya dan merapikan lipstiknya.

"Jadi lo beneran jadian sekarang sama kak Daffa setelah lo nembak dia kemarin?" Tanya Wina masih tak percaya.

Emma hanya mengangguk sambil menyeruput jus tomatnya.

"Segampang itu? Secepat itu?" Lanjut Wina.

Emma kembali mengangguk.

"Ya iyalah. Orang di sodorin tete' gode, siapa yang ga mau?" Sela Nadia yang lansung mendapat delikan dan lemparan kacang dari Emma.

"Ga di lempar pisang sekalian neng?" Sindir Nadia sinis yang hanya di balas Emma dengan picingan mata.

Wina mengindahkan pertengkaran mereka karena masih penasaran dengan apa yang terjadi pada Emma dan Daffa kemarin.
"Terus semalam kalian ngapain di apartemen?." Tanya Wina lagi.

Emma dan Nadia menoleh ke arah Wina terkejut. Lalu Nadia kembali menoleh ke Emma dengan tatapan menuntut jawaban.

Emma nyengir kuda.

"Ada deh. Pokoknya malam yang panjaaaang." Jawab Emma merentangkan kedua tangannya lebar-lebar mendeskripsikan defenisi panjang menurutnya.

Bagaimana tidak panjang? Semalam setelah Daffa pulang berbelanja, ternyata dia tidak pulang membawa makan malam karena dia bilang ingin memasak untuk Emma. Emma teringat betapa bahagianya dia oleh perhatian Daffa.
Daffa hanya menyuruhnya duduk di kursi karena melarang Emma membantunya. Dilihatnya Daffa begitu cekatan mengolah dan memasak bahan makanan seperti chef professional.
Setelah makan malam, mereka lanjut menonton dvd sambil berpelukan. Sesekali bercumbu mesra. Tapi tidak lebih dari itu. Daffa masih memegang teguh prinsipnya walaupun Emma sempat beberapa kali menggodanya.

Emma bersikeras menyuruh Daffa menginap di apartemennya walau Daffa menolak. Tapi bukan Emma namanya kalau tidak mendapatkan kemauannya. Dia mengancam akan mengurung dirinya di dalam kamar dan tidak akan keluar. Hingga membuat Daffa menyerah dan meng-iyakan kemauan Emma.
Dengan senyum kemenangan Emma mengajak Daffa ke kamar kemudian mereka berbaring di tempat tidur, bercerita tentang kehidupan masing-masing, cuddling each other sampai waktu menunjukkan jam 2 pagi sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk tidur. Kemudian pagi-pagi sekali Daffa kembali ke kostnya dengan membawa mobil Emma. Tentu saja karena Emma yang memaksa.

Mengingat pengalaman semalam membuat Emma senyum -senyum sendiri. Emma senang, Daffa begitu terbuka padanya. Menceritakan hidupnya yang begitu sulit dan berbanding terbalik dengan hidup Emma yang serba mudah. Emma senang mengetahui apa yang di sukai Daffa dan apa yang tidak di sukainya. Hanya satu, Daffa masih enggan menceritakan tentang masa-masa sekolahnya. Misalnya cinta monyetnya. Daffa mengatakan pada Emma bahwa Emma adalah pacar pertamanya. Emma merasa lega sekaligus senang. Namun Daffa mengelak menceritakan lebih jauh. Dan itu membuat Emma penasaran setengah mati. Merasa ada sesuatu yang di sembunyikan Daffa.

"Woy! Kesambet lo, Em? Senyum-senyum ga jelas kayak gitu." Tepuk Nadia di pundak Emma.
"Lo sama kak Daffa ngelakuin yang iya-iya yah semalam?" Tunjuk Nadia di depan wajahnya. "Wah parah lo. Lo beneran perkosa anak orang? Ckck." Nadia berdecak.

Only EmeraldWhere stories live. Discover now