Bagian 4 - Lapangan

101 21 6
                                    

Milka menjatuhkan bokongnya di salah satu bangku panjang di lapangan basket yang tidak jauh dari rumahnya. Milka memang sering pergi ke lapangan ini tiap malam atau sehabis pulang sekolah.

Jarang ada yang bermain di sini meski tak jauh dari sini banyak sekali pedagang asongan yang nangkring, belum lagi ada tempat latihan renang juga persis di seberang lapangan ini. Hal itu membuat Milka sering melihat banyak perenang pulang latihan malam.

Gadis itu menengadah, menatap lampu-lampu jalanan yang nyalanya semakin terang, menghiasi malamnya. Milka menatap ponsel yang digenggamnya itu.

Tidak ada apa-apa di ponselnya.

Kemudian Milka menyatukan tangannya, memejamkan matanya, ingin bicara dengan langit malam.

Setelah selesai bicara dengan langit malam dan batinnya itu, saat Milka membuka matanya, sosok itu sudah berdiri tepat di hadapan Milka dengan sorot yang tajam dan dingin. Sontak Milka langsung bangkit mengusap dadanya, kemudian melirik arlojinya lalu bernapas lega.

"Auriga? Ngapain lo di sini?" Milka melihat kanan-kiri. "Ngikutin gue, ya?"

"Tau nama gue."

Auriga menatap Milka seakan Milka adalah orang terakhir yang harus ia musnahkan di bumi ini.

"N-nama di badge lo itu ya Arga. Gue bener dong?" Milka menunjuk seragam Auriga.

Pandangan tajam Auriga langsung turun. Lelaki itu lalu hanya mengangguk tidak jelas.

"Emangnya Arga siapa?" tanya Milka lancang.

Sungguh kamu benar-benar cari mati ya?! Seharusnya Milka tidak perlu menanyakan kehidupan pribadi Auriga. Toh juga tidak ada hubungannya dengan Milka, kan?

Milka, kamu bodoh. Lihat saja tatapan tajam Auriga yang sudah siap menerkam dirimu itu.

Gadis itu meneguk salivanya. "Lo ngapain di sini?" ulang Milka.

Pandangan tajam Auriga masih menatap Milka. Auriga menunjuk gedung di seberang lapangan dan bola mata Milka langsung mengikuti jari Auriga, ia tersadar Auriga menunjuk gedung latihan bagi perenang.

"Lo berenang di sana?"

"Urusan gue."

"Ya gue cuma pingin tau aja. Lo di sana ngapain?"

"Itu gedung renang." Auriga membenarkan tas punggungnya. "Gue marathon?"

Milka menggeleng pelan. "Buat berenang lah. Lo gak tau apa gimana sih!"

"Aneh, cewek susu."

"Nama gue Milka Kavasya! Gue bukan cewek susu! Gue gak suka dipanggil gitu!" seru Milka.

Auriga menatap bola mata Milka untuk sesaat, masih belum dengan pandangan hangat. Gadis itu memiliki tatapan mata yang bersahabat, namun, ada luka dari bola mata hitam pekat itu.

Sepersekian detik setelah Auriga berhenti menatap tajam Milka, Milka balik memerhatikan lelaki itu. Luka-luka di bagian dahi, sudut bibir, dan di telapak tangannya. Sepertinya Auriga tidak sengaja menyentuh benda tajam saat beradu dengan Sastra siang tadi.

Melihatnya, Milka refleks mengeluarkan sapu tangan dari saku roknya. Ditarik kuat tangan Auriga.

"Ngapain?!"

"Muntah." Milka mengikat sapu tangan itu di telapak kiri Auriga. "Luka lo ini parah dan bisa-bisanya dipake renang."

Auriga mengerjap, lantas menarik tangannya paksa dan membenarkan ikatan sapu tangan itu. "Gak usah sok baik, cewek susu."

When The Rain FallsWhere stories live. Discover now