Bagian 19 - Perintah

32 3 0
                                    

Fiersa Besari -
Pelukku Untuk Pelikmu (Imperfect OST.)

~<>~

Auriga kembali mengantar Milka sampai di kediaman gadis itu dengan selamat. Milka tidak menolak ketika Auriga memaksa untuk mengantarnya karena ia sudah letih berdebat dengan Auriga.

Milka turun dari motor Auriga, berpegangan dengan bahu lelaki itu. Nyaris saja Milka jatuh kalau Auriga tidak menahan tangannya. "Hati-hati, Mil."

Ditepisnya tangan Auriga kasar. "Ya. Gue bisa sendiri. Sekarang lo pulang."

Bukannya langsung pulang, Auriga malah memarkirkan motornya di halaman depan rumah Milka. Sontak hal itu memancing keributan bagi Milka. Lagi-lagi Milka protes, mengapa lelaki itu belum angkat kaki dari rumahnya.

"Gue mau minum. Haus," pinta Auriga dingin. Ia membuka helmnya sambil menenteng dengan tangan kirinya.

Milka menatapnya tajam sambil berkacak pinggang. "Ambil sendiri."

"Oh? Gue boleh ambil sendiri?" tanya Auriga spontan. Alisnya naik-turun menggoda Milka. Tatapan matanya menatap Milka genit.

"Apaan sih, Riga?! Matanya kayak gitu, gue tusuk ya!" seru Milka heboh sambil menepuk pundak Auriga.

"Gue haus. Mau minum. Lo gak mempersilakan gue masuk?"

"Gak. Lo gak tau sekarang udah jam berapa?"

Auriga melirik arlojinya. "Ya karena baru setengah 10, makanya gue belom balik."

"Cowok aneh. Gue masih belum mau ngobrol sama lo," tegas Milka, alisnya berkerut, kemudian ia masuk ke ruang tamu rumahnya diekori oleh Auriga.

Sontak, Milka berbalik dan menabrak dada bidang Auriga. "Kenapa ngikut?" tanyanya.

Auriga tidak menjawab gadis itu selama sepersekian menit, ia mempersempit jarak antara mereka. Dilingkarkan tangan Auriga di pinggang gadis itu untuk sesaat. Sedangkan, Milka tidak tau harus berbuat apa selain memejamkan matanya takut.

"Mil...," panggil Auriga lirik. Suaranya yang sedikit serak itu membuat Milka membuka mata. "Gue boleh kasi lo perintah?"

Tanpa mengubah posisi, Milka menjawab, "Emang gue punya jawaban lain selain enggak?"

"Seratus. Lo harus ikut perintah gue!" seru Auriga, kali ini matanya tersenyum.

"Apa yang lo mau?"

Tangan Auriga masih melingkar di pinggang Milka. Namun, Milka tidak membalas peluk pinggang Auriga. Milka malu, Tuhan!

Auriga mendekatkan wajahnya ke Milka. "Gue mau, lo mulai detik ini--"

"Enggak," Milka sontak menjauh dari Auriga, "gue gak mau jadi pacar lo," ucapnya kegeeran.

Lelaki itu lantas tersenyum mendengar jawaban Milka. Ia menggelengkan kepalanya, lalu kembali menarik gadis itu mendekat dengan Auriga. Kali ini lebih dekat.

Sementara Milka hanya kebingungan dengan reaksi Auriga yang entah apa artinya.

"Mulai sekarang, lo pulang pergi sama gue. Dua hal lagi, gue bakal ada selama 12 jam setelah pulang sekolah di rumah lo tiap hari, kecuali gue latihan. Gue juga udah urus keperluan Kara selama di rumah sama Bibi, lo gak perlu khawatir," Auriga menghentikkan kalimatnya.

"Keamanan rumah lo udah gue pantau, terutama di area yang sering Kara pakai main. Besok, bakal dateng Bi Peirra, yang bakal fokus urus rumah sementara Bi Mesta fokus di Kara."

"...dan, gue juga akan berusaha jaga lo. Tugas lo, jangan bilang gapapa, kalo lo emang butuh seseorang. Tugas yang kedua, jangan selalu tersenyum di depan gue."

Perkataan Auriga yang terakhir itu membuat Milka tersentak. Tidak. Dia tidak seperti itu ketika dengan Auriga. Menurutnya, bersama Auriga, Milka membuat beragam ekspresi.

"Lo manusia, lo boleh lemah, lo boleh nangis karena..." Auriga menempelkan keningnya dengan kening Milka, "ada gue selalu. Gue gak akan pergi dari lo."

Milka menatap Auriga sangat lama. Matanya mulai berkaca-kaca. Seumur hidupnya, gadis itu belum pernah mendengar komitmen seperti yang dilontarkan Auriga.

"Bisa kan? Turutin perintah gue?"

Milka memejamkan matanya kemudian menarik Auriga kepelukannya. Milka menangis di dalam dekapan Auriga.

"Riga..., makasih untuk semua hal yang lo bilang."

"Jawab dulu, cewek susu."

"Gue gak tau mau jawab apa, selain bilang terima kasih." Gadis itu mengeratkan pelukannya dengan Auriga.

"Terima kasih, Riga. Terima kasih karena jadi orang pertama dalam hidup gue yang bilang tentang semua kelemahan gue itu gapapa. Terima kasih untuk ucapan kalo lo bakal ada sama gue terus. Terima kasih."

Dia tidak tau ini adalah hubungan seperti apa. Tapi yang pasti, Milka sangat bersyukur dan beruntung karena Auriga sangat ingin mengetahui dirinya.

"Lo boleh percaya sama gue." Auriga juga mengeratkan pelukannya. "Gue akan selalu nepatin omongan yang gue bilang."

Milka mengusap air matanya, masih bersembunyi di dada Auriga.

"Kalo gue, boleh minta juga sama lo?" tanya Milka pelan. Takut akan penolakan langsung dari--

"Apa?'

Loh, lelaki itu tidak menolak?

Dengan suaranya yang pelan, Milka menjawab, "Pertama, kalo mau pulang, jangan ke Kerang terus. Lo boleh di sini semau lo, Riga--"

"Beneran boleh nginep di sini?" Tampak mata Auriga berbinar mendengar itu.

Milka tidak menggubrisnya, ia melanjutkan kalimatnya. "Kedua, gue juga mau melindungi lo dari hal-hal yang gak lo sadari. Ketiga, gue mau dikasih uang jajan--"

"Yee ngelunjak lu minta jajan."

Milka terkekeh pelan. "Bercanda, Riga," katanya.

"Ketiga, tolong kayak begini jangan sama banyak orang--"

"Lo cemburu maksudnya?"

Milka menepuk dada Auriga. "Enggak! Jangan geer... Gue cuma ga mau jadi yang terbully sesekolah." Seketika netra Auriga serasa kosong mendengar perkataan itu.

"Terakhir, gue juga mau lo berkeluh kesah sama gue, jadiin gue tempat lo bersandar, ya, Riga?"

"Itu sesuatu yang mau lo minta dari gue?"

Milka mengangguk.

"Oke. Gue siap melalukan itu, Putri Milky, Milka." Tangan Auriga seolah memberi hormat kepada tiang bendera.

"Milka," Auriga melepaskan pelukannnya, "kayanya gue udah nemuin sesuatu soal lo."

***

Hai, it's been a year. I'm sorry, ya?

How are you? Is everything good? Catch me on instagram @minimatcha_ ya! You can tell me everything about your day. It's great to know if my friends here are always full of happiness.

Aku bakal menyelesaikan ini. Semoga selesai dengan baik dan gak meninggalkan jejak apapun yang terlewat, ya!!

Semangaaatt! 

See uu, tomorrow <3

Salam sayang, Kei.

When The Rain FallsWhere stories live. Discover now