Bab 1 : Mulai hidup bersama

74.4K 5.1K 99
                                    

Wangi tumisan bawang putih dan bawang merah bercampur sedikit cabai rawit yang diulek lembut, memenuhi indera penciumanku dengan cepat. Kukecilkan nyala api kompor agar bumbu tak cepat gosong. Dengan sedikit kikuk, aku membuka kabinet di atasku untuk mencari kecap dan saos. Ini pertama kalinya aku menggunakan dapur flat yang baru dua hari kutinggali ini.

"Masak apa?"

Suara di belakangku agak mengagetkan. Tapi jantungku berdetak normal kembali kala menyadari kalau orang di belakangku adalah si pemilik flat yang demi dirinya aku rela menyisihkan waktu mandiku untuk mencoba membuat sarapan sederhana.

"Nasi goreng," jawabku tanpa menoleh.

Aku berhasil menemukan kecap dan saos namun dalam kondisi belum terbuka sama sekali. Kuambil gunting dan segera menggunting ujung botol yang lancip.
Kembali aku berkutat memasukkan kubis, seledri, dan daun bawang ke dalam wajan sebelum menuangkan dua piring nasi ke dalamnya. Tanganku mengaduk pelan nasi goreng dengan spatula, kentara sekali tak terbiasa menggunakannya. Terakhir, kutambahkan kecap saos dan telur ceplok yang sudah kugoreng tadi. Aku menuangkannya di piring sebelum membawanya ke meja makan.

"Maaf cuma sekadarnya," ucapku pelan ketika duduk menghadap dia yang masih sibuk memainkan handphone.

Dia baru meletakkan handphonenya saat aku menyerahkan sendok ke depan wajahnya. Dia menatap sepiring nasi goreng di hadapannya dengan kening agak mengkerut.

Aku melihatnya, "Kenapa, Mas?"

Dia sedikit tersesat namun akhirnya menggelengkan kepalanya, "Nggak apa-apa. Makasih."

Kemudian detik berikutnya hanya terisi suara denting sendok beradu dengan piring. Aku terlalu lapar dari semalam sampai tak mempedulikan entah rasa nasi goreng yang kubuat enak atau tidak ataupun memikirkan respon laki-laki di depanku ini. Yang penting dua piring di atas meja tidak tersisa sebutir nasi satupun setelah lima belas menit berlalu.

Aku menawarkan minum yang dibalasnya dengan permintaan teh hangat manis. Saat aku kembali ke meja makan, kulihat dia sedang bersiap-siap di kamar.

"Perlu bantuan?" Tanyaku saat menyusulnya dan berdiri di ambang pintu kamar.

Kuamati dia yang sedang menyisir rambutnya di depan cermin.

"Tolong liatin sepatuku di rak."

Aku menurut. Sepatunya yang berjejer rapi di lorong dekat pintu kemarin agak mengkhawatirkan karena beberapa diantaranya terlihat butuh dicuci segera. Jadi aku memilihkan sepatu hitam yang paling bersih dan mengkilat untuk siap dipakai. Kuusap sedikit dengan tisu sebelum memposisikanya di depan pintu.

"Mas, udah ya," teriakku, "Tehnya diminum dulu sebelum berangkat."

Kemudian aku melangkah menuju dapur untuk mencuci piring kotor dan wajan yang kupakai tadi.

Aku tak mendengar suara apapun setelah itu. Namun begitu selesai mencuci, aku kembali ke ruang tengah dan melihat sepatu yang kusiapkan tadi di lorong sudah hilang.

Dia sudah berangkat.

***

Awan Gilang Ramadhan. Laki-laki yang kukenal satu bulan yang lalu masih sebagai salah satu teman Mas Abdi yang beberapa kali sempat main ke rumah saat lebaran. Aku tak terlalu mengenalnya dengan baik karena jarang ngobrol bersama selain ada Mas Abdi diantaranya. Yang kuketahui adalah dia teman semasa kuliah Mas Abdi di kota pulau seberang yang neneknya tinggal di kotaku. Oleh karena itu setiap lebaran dia pasti main ke rumahku bersama beberapa teman Mas Abdi yang lain.

Lalu, sebulan yang lalu aku mendapatkan kenyataan kalau dia memintaku lewat Ayah. Meminta untuk tinggal dengannya di kota tempatnya lahir lewat ikatan pernikahan. Melamar lebih tepatnya.

Cloudy Marriage [KBM & KARYAKARSA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang