AWAL

103 19 51
                                    


Mau tidak mau, suka tidak suka, luka lah yang mengajariku lebih dewasa

-Lara Alexandria-

•••


PRANG!

Bunyi pecahan gelas mengenai lantai itu membangunkan seorang gadis dari tidurnya. Dia adalah Lara, Lara Alexandria. Gadis itu mulai membuka matanya dipagi hari yang cerah ini. Namun bertolak belakang dengan suasana hatinya.
Lagi-lagi pertengkaran kedua orangtua nya itu kembali terdengar.

"KAMU INI GIMANA MAS?! PAGI PAGI BARU PULANG KERJA? SEMALAM KEMANA KAMU HAH?!!"

"KAMU TIDAK USAH URUSI AKU ALIYA!! MENGURUS RUMAH SAJA TIDAK BECUS! ISTRI MACAM APA KAMU?!"

"HALAH MENGALIHKAN PERHATIAN! PASTI SEMALAM KAMU PERGI SAMA JALANG NGGAK TAU DIRI ITU KAN!!? NGAKU AJA MAS!!"

"EMANG KENAPA!? BUKAN URUSAN KAMU KAN!!"

"MAS ITU EMANG BRENGSEK!! GAK TAU DIRI!!"

Brama yang tak terima di katai istrinya langsung menampar pipi kiri Aliya dengan keras.

PLAK!!

"JAGA UCAPAN KAMU ALIYA!! SEMUA INI JUGA SALAH KAMU!"

"SALAH AKU?!! HEY JANGAN NGA-"

"SUDAH DIAM SAJA KAMU! AKU LELAH!"

Tes

Sebutir air kristal dari matanya mulai menetes mengenai pipi mulus gadis itu. Ia meringkuk di sudut kamar dengan punggung yang bergetar naik turun. Ia takut akan bentakan Papa nya. Setiap kali mendengar bentakan, jantungnya berdetak lebih cepat. Nafasnya tercekat. Rasanya takut.

Tangannya meraba mencari sesuatu di atas nakas. Sebuah benda panjang, berwarna perak, dan tentunya kebutuhan gadis itu dihidupnya. Ia mengambil benda itu. Dan..

Sreeettt

Cairan merah kental mulai menetes mengenai lantai dingin kamarnya. Gadis itu menghela nafas. Fyiiuhh rasanya sangat lega. Beban yang ia pikul terangkat dalam sekejap. Ia tersenyum, ia telah menemukan obat untuk dirinya sendiri untuk sementara. Iya sementara. Entah selanjutnya bagaimana.

Setelah merasa tenang, gadis itu mulai beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap-siap untuk sekolah.

15 menit kemudian, ia sudah siap dengan seragam putih abu miliknya. Ia duduk didepan meja rias, menatap pantulan dirinya sendiri pada cermin didepannya.

"Miris!" Batin gadis itu.

Ia mulai mengoleskan lipblam pink di bibirnya, agar terlihat tidak pucat. Gadis itu berdiri dan segera mengenakan sweater guna menutupi luka di pergelangan tangannya. Tidak boleh ada yang tau kalau dirinya self injury, sekalipun itu Nathanael Renanda, sahabatnya. Ia bersahabat dengan Nael sejak Sekolah Dasar dan sampai sekarang persahabatan itu tetap terjalin bahkan ia berharap sampai selamanya.

Gadis itu berjalan menuruni tangga untuk ke ruang makan. Hanya ada Bi Sari, pembantu nya yang sedang menyiapkan makanan di ruang makan. Ia sudah biasa akan hal itu, tidak pernah ada namanya makan bersama di keluarganya. Mustahil.

Ia berjalan mendekat dan duduk disalah satu kursi makan. Ia menyantap makanan dengan malas. Setiap hari rasanya ia makan rumput, tawar. Tak ada canda tawa yang mengisi pagi hari. Ia menghela nafas lelah, sudah cukup ia tidak nafsu sarapan lagi.

Dengan segera gadis itu menyambar segelas susu cokelat dan meneguknya. Beranjak dari kursinya untuk cepat-cepat berangkat ke sekolah, sebelum suara seseorang menginterupsinya.

LARA [On Going]Where stories live. Discover now