eleven

2.6K 305 2
                                    

Siska berdiam diri di balkon kafe yang sepi malam ini, ini sudah hampir pukul 2 malam, tapi ia masih berdiri menatap kosong jalanan yang legang. Angin malam yang dingin menerpa kulitnya membuatnya berkali kali mengusap badannya dengan kedua tangannya, meta sudah tidur di kamarnya.

Pukul dua malam memang sudah waktu untuk tertidur nyenyak, bebas bermimpi atau jika mata mu masih terbuka di jam seperti ini cocok untuk melamun dan overthingking.

Empat tahun yang lalu, Malam itu sudah pukul 11 malam setelah selesainya Meeting dengan client disalah satu hotel berbintang. Siska sudah kelelahan dengan wajah kaku karna make up, badan yang rasanya sudah sangat lengket dan tubuh yang sangat merindukan kasur kesayangannya di apartemen.

Awalnya Siska diantar Vina- teman sekaligus staff dikantor yang kebetulan ikut meeting dengan nya tadi, sayang nya karna sudah cukup malam dan lokasi rumah Vina dan apartemen nya berbeda arah dan jika Vina mengantarkan nya, ia harus memutar cukup jauh, Siska pun tahu diri karna Vina pasti sudah merasa lelah, akhirnya ia turun di salah satu halte yang tak jauh dari apartemen nya- jika pakai kendaraan, namun jika jalan kaki tentu cukup jauh untuk dilalui.

Ia menghentakkan kaki bebrapa kali karna tak kunjung ada Taxi yang kosong.

Sebuah mobil mewah menepi dihadapanya. "Siska ayo ikut saya," ajak seorang manager yang ikut pertemuan dengannya tadi
"Terimakasih pak," tolaknya halus

"Ayo lah, cuma duduk kok disini, kamu gak bakal capek," bujuknya lagi
Siska tetap menolak.

"Ayo lah, kita bersenang senang, lagian kamu anak baru kan? Kalau gak ada pelumas karir kamu gak bakal berjalan mulus, ini ibukota serba sulit, senior kamu saja banyak yang ikut sama saya,"

Siska mematung, ia sadar kemana arah pembicaraan kali ini, ia sudah sangat kesal kepada lelaki yang ada di dalam mobil di hadapannya ini, namun ia tetap diam menanggapi sesopan mungkin, yang penting lelaki itu tak menyentuhnya barang sejengkal pun, pikirnya.
Siska menggelengkan kepalanya tanda menolak
"Cih.. jual mahal banget kamu, udah ayo ikut sama saya," ucap lelaki itu lagi lalu turun menarik tangan Siska
.
Siska meronta ronta berusaha berlari sekuat mungkin, ia menginjak kaki lelaki dihadapinya menggunakan siletto 5 cm miliknya. Lelaki itu terhujung kebelakang, Siska langsung menggigit tangan lelaki itu yang tak kunjung melepaskan cekalan ditangannya.

Nahas, saat ia berlari tubuhnya limbung dan terjatuh, lelaki itu langsung menarik tangannya.
"Saya beri kamu kesempatan satu kali lagi, sebelum saya bertindak kasar dengan kamu," ucap lelaki itu
Air mata Siska mencelos, ya tuhan, beginikah cara kerja ibu kota?
Ia dipaksa bangkit. Tiba tiba,

Bugh

"Ini buat Lo yang kurang ajar sama orang yang gue sayang dan orang spesial buat gue," Sakka meninju keras rahang manager itu

Bugh

"Ini buat kelakuan Lo yang bikin malu perusahaan," Sakka kembali meninju rahang dan perut manager itu hingga terhuyung lalu masuk ke mobilnya.
Siska sudah terjatuh di belakangnya sambil menagis senggukan.

"Kamu gak kenapa kenapa kan?," Tanya Sakka, Siska masih menangis senggukan Sakka berjongkok lalu membenamkan kepala Siska di dadanya dan mengusap ngusap punggungnya

"Tenang sis, aku disini, kamu aman," Siska mengangguk di sela tangisannya, Lalu membalas pelukan Sakka.

Dan hingga saat itu pelukan Sakka adalah tempat ter-aman dan ter-nyaman baginya.

"Kenapa gue menyedihkan banget sih?," Tanyanya bermonolog
Siska sudah sering memarahi dirinya sendiri agar tidak memikirkan Sakka lagi, ia harus mengikhlaskan nya, ia tidak boleh menyesali apa yang terjadi, dia lelah, dia tidak tahu bagaimana mengobati luka hatinya sendiri.

Tiba-tiba air matanya jatuh, merebak ke pipi.

Malam ini terasa panjang bagi Siska.
Malam ini, Sakka resmi menjadi milik perempuan lain, tersenyum bersama istrinya di atas pelaminan, malam ini mereka Sakka pastinya melakukan ibadah malam pertama nya dengan perempuan itu, sekalian bulan madu kedepannya, Sakka akan hidup dengan wanita itu. Tidak ada lagi nama Siska dalam hidup Sakka, mungkin sudah sejak lama namanya hilang dari hati Sakka tergantikan oleh nama perempuan lain.
Malam ini terasa jauh lebih lambat bagi Siska, perempuan itu mendekam perasaan hampa, dia begitu sesak, bibirnya gemetar, membukam suara isakan agar tak terdengar.

Jadi, seperti ini rasanya di tinggal
Seperti ini sakitnya kalah dalam cinta.
Siska mengusap air mata yang berlinang di wajahnya, terisak dimalam yang gelap.

••

Pradikta masih sering berkunjung ke kafe, biasanya lelaki itu datang saat jam pulang kantor hingga kafe akan tutup sambil berkutat dengan laptopnya.

"Mbak itu Mas Pradikta ngapain sih disini mulu?," Komentar Meta kepada siska yang sedang menghitung hasil penjualan di cafe Hari ini, sambil bersandar di etalase.

Sejak tadi pagi hingga cafe tutup Dikta memang masih duduk di pojok cafe sambil mengutak-atik laptop nya. Siska menatap Dikta yang kini sedang memijat pelipisnya pelan sambil membenarkan letak kacamata yang bertengger di hidungnya.
Siska mengendikan bahu sebagai isyarat jawaban bagi pertanyaan meta.

"Kamu sih nanya, Saya jadi lupa Kan udah berapa ini," ucap siska sambil menepuk bahu meta, hingga sang empunya bahu mendelikan Mata Kearah ku.

"Kamu usir deh dia," ucap siska sambil mengulang menghitung uang.
Meta berjalan mendekati Dikta Dan menyuruhnya pulang karna waktu sudah menunjukan pukul 22.30 malam, Tak lama Dikta bangkit Lalu Menghampiri Siska.

"Jadi berapa?," Tanya nya dihadapan Siska.

"Tadi pesen apa aja? Lupa tadi," jawab siska sambil menatapnya
"Roti bakar strawberry 6, sama Americano 1, Dan air mineral 2," jawab Pradikta sambil berfikir
Siska menyebutkan nominal yang harus Pria itu bayar, membuat Pradikta langsung menyerahkan sejumlah uang yang di sebutkan Siska.

"Gue pulang dulu, jangan fikirin Pacar, eh mantan maksudnya, U need rest, dark circle nya semakin hitam" ucap dikta sambil tertawa, Siska memutar bola Mata kesal, sudah lupa malah ditingkatkan lagi. Dikta pun pamit Dan langusung menuju mobilnya yang diparkirkan di samping cafe.

Siska kembali menunduk melanjutkan menghitung recehan, ia bedecak, karna Pradikta semua hitungannya terlupa.

••

Pradikta tahu ada yang tidak beres dengan Siska, Pradikta mengatakan ini bukan karna sok dekat atau menganggap dirinya sudah sangat dekat dengan Siska. Namun, 1 bulan ia mengenal Siska pradikta merasa seperti sudah hafal dengan sikap dan perilaku wanita pemilik kafe itu, akhir akhir ini fokusnya sangat mudah teralihkan, ia kebaanyakan menjadi lebih pendiam, beberapa kali ia salah mengantarkan pesanan Kepada costumer, harusnya lemon tea ia kirimkan strawberry latte, atau ada yang memesan banana parfait malah ia beri strawberry parfait, salah memberikan kembalian dan banyak hal lainnya, pradikta sadar ini bukan sekali dua kali, Siska terlihat kuyu dibanding biasanya. seperti yang baru saja terjadi, Siska tergesa gesa mengantarkan Cappucino ke meja pelanggan, dan menabrak pradikta yang saat itu baru masuk ke dalam kafe, untung saja tidak mengenai pradikta.

"Diantar kemana ini?," Tanya pradikta yang kemudian mengambil alih nampan yang dipegang Siska

"Meja no 5, dipaling pojok," ucap nya pelan, Pradikta tersenyum lalu pergi mengantarkan pesanan meja yang berada di pojok ruangan. meninggalkan Siska yang masih berdiri di tengah kafe.

Pradikta mengembalikan nampan kosong bekas cappucino, ia berdiri si depan kasir, "makasih ya,maaf tadi gue kurang fokus," ucap siska pelan sambil menunduk, pradikta tersenyum "iya gak apa,cuma nganter minuman kok bukan apa apa,"

I'm Not ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang