BAB 23 : Dua Layang - Layang

606 44 1
                                    

Seorang pelayan wanita langsung bergerak sigap, menarik kursi makan saat tuan muda Maxwell Group datang ke ruang makan.

"Dimana nona muda?" tanya Raegan pada pelayan itu.

"Nona muda belum keluar kamar sejak tadi tuan muda?" sahut pelayan tadi sambil menunduk.

Raegan menghela nafas lalu bersemayam di kursi yang telah disediakan untuknya. Sedangkan pelayan tadi kembali ke barisan dua rekannya yang berdiri di samping meja makan.

Raegan mulai menyantap sarapannya yang terlihat lezat. Tiga tumpuk panekuk disiram saus mangga dan diberi garnish potongan buah sebagai pemanisnya. Di sela - sela makan, sesekali ia menoleh ke barisan para pelayan. Biasanya dia akan menemukan Azzalea di antara barisan itu. Namun, pagi ini gadis itu tidak berdiri di sana. Hanya tersuguhkan pemandangan sepi bagi matanya.

----

Seusai sarapan Raegan pergi ke kamar tamu yang ditempati Azzalea. Pintu kayu bercat putih itu tertutup rapat. Bahkan tidak terdengar suara pergerakan sama sekali dari dalam. Raegan mengangkat tangan kanannya, ingin mengetuk pintu kamar tersebut. Tetapi ia diam sesaat dan akhirnya mengurungkan niatnya. Raegan tahu Azzalea sedang kesal padanya. Jadi dia memilih pergi ke kantornya daripada kehadirannya akan mengganggu gadis itu.

Azzalea sendiri sedang duduk di tepi tidur dalam kamarnya. Kepalanya sedikit menunduk, tangan kanannya tengah membolak - balik ponsel yang baru dibelikan tuan muda Raegan tadi malam. Ia bingung apa yang mesti dilakukannya dengan ponsel itu. Tidak punya nomor telepon teman - temannya yang bekerja di restoran seafood Fisherman. Buku daftar nomor telepon para pengurus panti asuhan tempat ia dibesarkan juga tersimpan di kosnya. Tidak tahu bagaimana keadaan kos itu sekarang setelah dua bulan ditinggalkan. Semenjak tuan muda Ellen menculiknya, ia tak pernah bisa berkeliaran bebas barang sedetik saja.

Di tengah lamunannya, tiba - tiba terdengar suara ketukan di pintu.

Tok.. Tok.. Tok..

Azzalea terperanjat, menoleh ke sumber suara. Tetapi ia tak langsung bangkit dan membuka pintu, yang ia lakukan adalah melihat jam yang terletak di atas lemari sisi tempat tidur.

Sekarang sudah jam sembilan pagi, tuan Raegan pasti sudah pergi bekerja. Berarti yang membuka pintu adalah pelayan. Gumam Azzalea dalam hati.

Ya, gadis itu memang sengaja tidak keluar kamar karena tidak ingin bertatap muka dengan Raegan. Setelah pertengkaran mereka tadi malam, Azzalea mengurung diri dan menangis di dalam kamar. Merutuki nasibnya yang selalu gagal tiap kali berusaha melarikan diri.

Setelah yakin dengan intuisinya, Azzalea beranjak bangkit dan membuka pintu. Ternyata benar firasatnya, yang ia temukan adalah seorang pelayan wanita sedang berdiri di depan pintu.

"Selamat pagi, nona muda. Tuan muda menyuruh saya untuk menyampaikan pesannya. Beliau berpesan nona harus sarapan sekarang," kata pelayan wanita yang tampak sangat patuh pada tuannya.

"Baiklah, aku akan ke ruang makan sekarang," sahut Azzalea diiringi senyum tipis.

Setelah menutup rapat pintu kamarnya, Azzalea pergi bersama pelayan yang menjemputnya ke ruang makan. Duduk sendiri dan mulai menyantap menu sarapannya.

Beberapa jam berlalu tepatnya pukul 3.00 sore waktu kota New York...

Ddrttt.. Ddrttt.. Ddrttt...

Terdengar dering panggilan dari ponsel Azzalea. Gadis muda yang sedang berdiri di dekat jendela itu segera mengambil ponselnya dari atas ranjang. Lalu melihat ke layar.

Tertera sederet angka tanpa nama di layar ponsel.

Siapa yang menelponku ya? Ponsel dan nomor teleponnya baru, tapi siapa yang sudah mengetahui nomor ponselku? Gerutu Azzalea bingung.

Umpan Sang Penguasa Where stories live. Discover now