BAB 18 : Pierre De Ronsard

510 41 2
                                    

Minggu ini adalah hari yang cerah di musim panas menjelang akhir bulan Agustus. Kumpulan awan putih membentang di latar luas langit biru kota New York. Matahari sesekali menyusup ke kumpulan awan, membuat kemilau putihnya sesaat kelabu. Namun tak lama surya segera menampakkan lagi eksistensinya.

Azzalea yang sudah hampir seminggu tinggal di rumah tuan muda Raegan sedang tidak memiliki kegiatan di dalam ruangan. Lantas ia memilih untuk sekadar berjalan - jalan di sekitar halaman rumah yang luas. Pemandangan warna - warni dari berbagai jenis bunga mawar terhampar di kebun bunga sekeliling rumah sang tuan muda. Raegan memang menyukai bunga, ia bahkan memiliki pelayan khusus untuk mengurus dan merawat kebun bunganya.

Sudah hampir lima belas menit berjalan seorang diri menikmati kemolekan bunga - bunga, pandangan mata Azzalea tergoda pada keindahan bunga mawar eden. Ia berhenti sejenak hanya untuk menyentuh tiap kumpulan kelopak mawar yang memiliki dwiwarna, putih dan merah muda. Azzalea juga membungkukkan sedikit tubuhnya untuk mencium aroma wangi mawar eden.

Di sisi lain, Raegan yang juga sedang berlibur di hari minggu memilih untuk memanfaatkan waktunya dengan melakukan kegemarannya yaitu melukis. Ia sedang memasang kanvas di easel lukis di balkon lantai dua rumahnya ketika melihat Azzalea berdiri di kebun bunga.

Selesai memasang kanvas, Raegan berdiri di dekat pagar balkon. Bersedekap seraya memperhatikan Azzalea. Gadis muda itu mengenakan gaun merah muda yang lembut. Model atasan gaun itu ketat, melekat pas di tubuh langsingnya sedangkan bagian bawah roknya kembang dengan panjang tiga perempat di kaki. Sesaat kemudian muncul gambaran inspirasi di imajinasi Raegan untuk melukis gadis itu. Ia pun turun, mendatangi Azzalea di kebun bunga.

Azzalea yang tenggelam dalam perasaan suka cita menikmati bunga - bunga tak sadar Raegan menghampirinya. Saat ia berbalik badan,

"Hah.." Azzalea terkesiap melihat Raegan sudah berdiri tepat di belakangnya.

"Tuan Raegan," sapanya ramah seraya tersenyum tipis.

Raegan melangkah maju mendekati Azzalea.

"Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" Mimik wajah Raegan bersahabat.

"Aku suka bunga - bunga di sini tuan," jawab Azzalea seraya menunjuk kebun bunga dengan tangannya.

"Apa kamu menyukai mawar eden?" Raegan menoleh ke samping, melihat jenis mawar yang baru saja dikatakannya.

"Ya tuan, mawar eden memiliki warna dan kelopak yang indah." Senyum Azzalea langsung melebar ketika mengatakan itu.

"Pierre de Ronsard memang indah." Timpal Raegan menegaskan perkataan gadis itu.

Ia pun memetik satu kuntum mawar eden yang baru saja merekah. Azzalea memperhatikan Raegan yang memetik mawar dengan sangat lemah lembut seperti tidak ingin menyakiti mawar itu sedikitpun. Perlahan Raegan menyelipkan mawar itu ke sisi telinga kiri Azzalea. Sontak saja gadis itu terdiam karena perlakuan Raegan. Mereka saling diam dan saling menatap dengan sorot mata berbeda. Raegan dengan sorot terpesona sedangkan Azzalea dengan sorot herannya.

Rambut coklat panjang Azzalea tergerai indah membingkai wajah cantiknya. Ditambah kuntum mawar yang berwarna selaras dengan gaunnya, putih dan merah muda. Raegan berpikir itu benar - benar perpaduan yang sempurna.

Lihatlah tunawisma ini, ia bagai memiliki tiga wajah. Wajah pertama adalah wajah gadis kumuh yang terpaksa menikah dengan Ellen. Wajah kedua adalah wajah seorang Lady ketika penampilannya sudah berganti. Dan wajah ketiga adalah wajah polos yang tidak mengetahui kecantikan dirinya sendiri. Gumam Raegan dalam hati.

Kenapa tuan Raegan melakukan ini? Kenapa dia menyelipkan mawar itu di telingaku? Kenapa dia melakukannya dengan sangat hati - hati? Membuatku merasa sedikit berarti. Gumam Azzalea dalam hati.

Umpan Sang Penguasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang