✩ 34

184 29 4
                                    

Matanya memandang lurus, rumah yang ada di depannya. Rumah yang dulu penuh senyum dari bibirnya. Rumah yang sekarang sudah tidak berpenghuni karena reza, selfi dan anna memutuskan untuk meninggalkan semua luka lama itu. Sama seperti dirinya. Rumah itu hanya dihuni beberapa jam saja untuk dibersihkan dari semua debu yang muncul karena sudah ditinggalkan.

Sheena mengaduk-ngaduk minumannya di balkon kamarnya sembari memandang balkon kamar azka dulu. Ia mengingat senyum laki-laki itu saat menyapanya dari seberang sana.

Sungguh. Jika saja waktu bisa diulang, sheena tidak akan perlu berpikir lagi untuk mengulang semua waktunya dengan azka.

"Dor!" Ujar yura.

Sheena berdecak sembari menghela nafas. "Untung jantung gue gak gampang copot"

"Maafffff" yura tersenyum "Eh iya lo tau gak?! Tadi dibawah, mama papa lo udah nganggep gue kayak anak sendiri lho"

Sheena mengernyit. "Ngomong-ngomong, orangtua lo tau gak kalau lo disini terus bolos kuliah lagi"

"Abi sempet kaget sih karna anaknya tiba-tiba disini tapi yaudah kali ini dia maklumin. Katanya wajar kalau anak FK tiba-tiba mau kabur"

Sheena tertawa. "terus lo mau balik kapan? Nanti lo bawa mobil gue aja"

Yura langsung melotot "jadi lo ngusir gue na?"

"Ya enggak. Tapi lo gak boleh ikutan bolos kayak gue yura.."

"Terus lo sendiri kapan pulang?"

Sheena tampak berpikir. "Sebentar aja.. Gue butuh banget istirahat disini"

Yura menghela nafas. "Iya iya. Besok gue pulang. Eh tapi kalau gue bawa mobil lo, lo balik kesana naik apa?"

"Gampanglah kan ada bis. Lagipula gue bisa dianter papa atau mama juga"

Yura mengangguk lalu berdiri. "Itu rumah azka ya?" Tunjuk yura ke depan.

Sheena mengangguk. "Sekarang kosong. Keluarganya udah pindah"

"Tapi lo masih bisa ke sana gak?" Tanya yura.

"Bisa kok. Gue udah dikasih kunci duplikatnya sebelum mereka pindah"

"Kalau house of memory lo itu dimana?" tanyanya lagi "Gue.. boleh kesana gak?"

Sheena tersenyum tipis "boleh. Mau sekarang?"

Yura langsung mengangguk antusias.

———————————— ✩ —————————————

Bunyi pintu tua mendominasi telinga mereka. Begitu sheena membuka pintu itu lebar-lebar, yura langsung berdecak kagum saat melihat semua foto-foto itu.

Yura langsung masuk dan menelusuri setiap foto. "Ini foto waktu azka balita?" Tanya yura sembari menujuk foto balita tampan itu.

Sheena mengangguk sembari tersenyum tipis. "masih balita aja udah ganteng banget na" kata yura.

Yura kembali memperhatikan setiap detail foto itu. Saat dirinya sampai pada foto yang menunjukkan saat azka mencium pipi sheena dan senyum sheena yang benar-benar terlihat bahagia, membuat yura paham betapa besar sayangnya azka pada sheena dan betapa menyakitkannya saat laki-laki ini pergi selamanya.

Hening, tak ada yang berbicara. Keduanya sama-sama diam dan tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

Yura melirik sheena yang ikut memperhatikan foto-foto itu dengan senyum yang sangat tipis dan mata berkaca-kaca.

Melihat tatapan itu, yura sadar. Selama ini sheena menampung semuanya sendiri. Menelan semua pahitnya dan menyembuhkan hatinya sendiri pula.

Dan kini, yura juga paham mengapa sheena tidak bisa menerima kenyataan bahwa bian menyukainya. Lebih tepatnya ia tidak mau menerima.

Karna bian yang sekarang sama dengan azka yang dulu. Yang menahan semuanya. Yang menerima semuanya seolah hatinya baik-baik saja.

Padahal sebenarnya ia juga manusia biasa yang akan sakit jika melihat yang dicinta bersama yang lain, bukan?

AstrophiliaWhere stories live. Discover now