✩ 17

260 24 1
                                    

"Makan dulu kala" ujar farah—Bunda kala. Sebenarnya ayah dan bunda kala sudah lama bercerai dan kala tinggal bersama ayahnya. Tapi untung saja keduanya sama-sama bisa berpikir dewasa jadi tak ada kata pertengkaran diantara mereka dan justru mereka terlihat seperti pasangan suami-istri pada umumnya saja.

"Lho bunda?!" Kala terkejut saat melihat bundanya berdiri di meja makan bersama andra—ayahnya.

Farah langsung berlari memeluk kala seperti enam belas tahun yang lalu. "Anak bunda tambah kasep" kata farah sembari mengusap punggung putranya "kamu makan tiang kah?" Ledeknya karena tinggi putranya itu benar-benar menjulang.

"Bunda kapan ke bandung?! Ko gak bilang, kan bisa aku jemput"

Farah tersenyum jahil. "Kamu mau jemput bunda pake pesawat?"

"Hm. Selain pesawat, bunda juga harus tau aku jago nyetir mobil"

Farah tertawa. "Kalian gak laper nih, ayah makan duluan ya?!" Sahut andra.

"Oh iya makan dulu yuk kala"

Kala berjalan menuju meja makan yang sudah disiapkan farah. "Jadi kapan kamu terbang lagi nak?"

"Tiga minggu lagi"

"Hati-hati ya kala. Bunda tuh selalu khawatir kalau tau kamu mau terbang. Tapi ya mau gimana itu kan pekerjaan kamu"

Kala tertawa, "anak kita kan sudah dewasa farah. Biarlah dia cari uang sendiri" sahut andra.

Farah mengangguk, " Coffee shop kamu gimana? Lancar kan?"

"Alhamdulillah lancar bun" balas kala sembari tersenyum.

"Alhamdulillah" kata farah "anak kita udah mapan banget ya ndra"

Andra mengangguk. "Jadi kapan kita nerima menantu?" Tanya farah yang sukses membuat kala tersedak.

"Tega kamu rah. kala sampe keselek gitu" ledek andra.

"Gak dijawab sekarang juga gapapa nak, tapi nanti yang penting langsung ketemu sama bunda aja"

Kala menghela nafas, "Astaga. Aku masih 24 tahun lho bun"

"Kalau udah mapan kenapa enggak?" Sahut andra.

Mengapa orangtuanya tiba-tiba langsung kompak begini kalau sudah bahas soal jodohnya. Pikir kala.

"Ah iya ndra. Aku lupa. Kala kan lagi nunggu dia" kata farah yang membuat kala langsung menoleh "siapa namanya? Bunda lupa"

Kala langsung berdiri dan mengambil kunci mobilnya. "Aku udah selesai makan bun, yah. Aku berangkat sekarang ya"

Setelah pamit, kala langsung keluar "Lhoo kok langsung pergiiii" ujar farah.

"AKU BURU-BURU BUN!" Teriak kala.

Farah geleng-geleng. "Kala beneran masih sama dia kan ndra?"

"Aku gak tau. Coba aja nanti kamu tanya langsung sama anaknya" balas andra.

———————————— ✩ —————————————

Afsheen: yura, kamar rawat inap abi lo nomor berapa?

Yura: VIP 102 na.

Setelah melihat balasan yura, sheena memasukkan handphonenya lalu masuk kedalam toilet. Sheena sudah menahan untuk buang air kecil sejak dijalan tadi. Jadi saat sampai rumah sakit, toilet menjadi tujuan pertama sheena.

Afsheen: oke, ini gue kesana

~Brak~

Begitu keluar dari toilet, sheena tak sengaja menabrak seseorang, "maaf, saya gak sengaja"

Laki-laki itu tersenyum, "kayaknya gue selalu ketemu lo? Ini kebetulan atau apa ya?"

Sheena terdiam. Lagi-lagi ia melihat senyum bian.

"Kak bian kok bisa disini?" Tanya sheena.

Bian mengernyit. "Bukannya.. ini tempat umum?"

Sheena menepuk jidatnya. 'Lo ngapain nanya pertanyaan bodoh kayak gitu sih sheenaa' batinnya.

Bian tertawa, "kalau lo disini kenapa? Siapa yang sakit?"

"Abinya temen kak"

"Yura?" Bian asal tebak yang ternyata benar saat melihat sheena mengangguk. "Kalau gitu gue juga boleh jenguk kan?"

"Ha?" Entah sheena jadi keliatan lemot banget kalau ngeliat tingkahnya bian.

Bian mendekat "jadi, gak boleh?"

"E-eh boleh kak" kata sheena. Itung-itung suprise-in yura. Dia pasti seneng banget kalau ada kak bian.

Bian mengangguk, "Yuk. Nomor berapa ruangannya?"

"VIP 102 kak" balas sheena sembari mengikuti langkah bian.

Di dalam lift, sheena menutup bibirnya rapat-rapat. Rasanya se-canggung itu. Saat pintu lift terbuka, sheena langsung keluar lebih cepat.

"Sheena!" Ujar yura yang langsung memeluk sheena saat ia melihat sheena masuk.

"Abi lo gimana?"

"Udah gapapa, lagi tidur. Abi cuma sakit ti-" ucapan yura terpotong saat ia melihat bian yang baru membuka pintu.

Melihat ekspresi yura yang berubah, sheena langsung bicara, "eh iya ra. Jadi kita gak sengaja ketemu dibawah terus kak bian bilang mau ikut jenguk abi lo"

Yura langsung tersenyum. "Makasih ya kak bian. Maaf ngerepotin"

"Gapapa, abi lo sakit apa?"

"Sakit tipes kak"

Bian mengangguk lalu tersenyum. "semoga cepat pulih ya ra"

Yura mengangguk. Berbeda dengan wajahnya, Tangannya yura sudah sibuk meremas tangan sheena. "Apasih ra" bisik sheena.

"Gue mau terbang sekarang juga nih" bisik yura.

Dering handphone bian menginterupsi mereka, "ah maaf. Gue angkat telfon dulu ya" kata bian lalu keluar dari ruangan itu.

Begitu bian keluar, yura langsung melompat-lompat. "makasih sheena!!! Lo telah membawa pangeran tampan yang membuat gue makin semangat ngejagain abi gue"

Sheena mengernyit. "Lo gak sakit juga kan?" Tanya sheena sembari memegang dahi yura.

"Enggak kok. Cuman bunga di hati gue lagi pada mekar aja"

Sheena geleng-geleng "udah capek gue sama lo ra"

Yura tersenyum lebar, "makasih sekali lagi ya na!"

"Iyee!"

AstrophiliaWhere stories live. Discover now