--Juu Go--

755 113 17
                                    

Matahari bersinar terik. Meneteskan peluh kami.

Suara tembakan mesin terdengar mengisi langit.

Siang terik yang sepi di pinggiran Yokohama. Dihiasi awan tipis yang menemani biru pucat.

Puluhan orang berwajah sangar mengepung, tak memberi sedikit pun celah untuk kabur.

Siang yang sunyi kini diisi suara pertarungan.

"[Name]!"

"{Gin no Ken}!"

Sesuai seruan tegas itu, puluhan pisau es tercipta dari udara kosong, dengan brutal menghujani musuh.

"Sekarang, Kunikida-san!"

"{Doppo Ginkaku: Flashbang!}"

Bang!

Pengalihan berhasil, lalu ledakan granat kilat mengisi ruang kosong yang membutakan. Kami berlari, menjauh dan bersembunyi di balik bangunan sambil mengatur napas yang memburu.

"Sial! Ke mana si perban sialan itu di saat seperti ini?!" gerutu Kunikida, membuatku ikut menghela napas.

Kemampuannya yang sudah seperti peramal itu selalu digunakan untuk keluyuran saat ada pekerjaan melelahkan. Ya, Dazai Osamu memang orang yang menyebalkan.

"Yah, tapi bukannya bagus? Kalau ada di sini dia cuma merepotkan." Aku lalu mengendik, menghibur diri dengan kalimat itu.

Sekarang, kami sedang mengejar beberapa anggota organisasi ilegal. Saat misi diberikan, Dazai sudah menghilang, jadi Direktur memerintahkanku sebagai gantinya.

Sebagian musuh sudah dilumpuhkan, tetapi yang tersisa pun lebih dari dua puluh orang---entahlah, mungkin, kurang lebih. Mereka semua dengan senjata lengkap yang cukup untuk membunuh kami.

Yah, memang ada beberapa kesalahan informasi yang entah disengaja atau tidak. Kami pun masih menunggu bantuan untuk pergi menangkap bos musuh.

Ini adalah game pertama yang kumainkan sebagai detektif Agensi. Biasanya, aku hanya menemani Ranpo atau menyelidiki kasus yang tak berbahaya.

... dan sebenarnya, aku ingin lihat, bagaimana Dazai bekerja?

🦀

"Atsushi dan Kyoka akan tiba secepatnya," ujar Kunikida, mengintip ke luar.

Yah, 'secepatnya' itu, setelah misi mereka selesai. Hari ini semua anggota Agensi disibukkan dengan bermacam misi. Hampir tak ada yang bisa membantu kami dengan situasi ini.

"Mengerti. Lalu, apa yang kita lakukan sekarang?"

Sekarang, Kunikida menghela napas. "Akan terlalu lama untuk menunggu mereka berdua. Kita maju sekarang, biarkan mereka nanti menyusul."

Aku hanya mengangguk, kembali memperhatikan sekitar. Meyakini bahwa Kunikida telah memperhitungkan segala kemungkinan, sekaligus mencoba untuk mempercayai kemampuan kami masing-masing.

Perlahan, kami berjalan di balik mobil-mobil yang terparkir dan melewati gang sempit, dengan pistol tergenggam erat---aku juga membawanya, meski dapat menggunakan peluru es. Hanya untuk menenangkan diri dari kekhawatiran ini.

"Di sana!" Kunikida berseru dengan nada rendah.

Kini, di hadapan kami adalah sebuah villa, berada di daerah terpencil di pinggir hutan buatan.

"Kunikida-san, awas!" Aku menariknya ke balik pohon, menghindari beberapa peluru.

Terlihat empat orang pria berjas mengepung kami. Bukan Port Mafia, senjata mereka juga berbeda.

Your Dream [Re-publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang