--Hachi--

1.1K 170 41
                                    

"Hee~ apa kalian sedang membicarakanku?"

Aku menoleh dengan firasat yang mulai buruk--lagi.

"D-dazai-san?!" kagetku mendapati pria dengan surai kopi itu tepat berada di belakang kami.

Tunggu, kapan dia masuk?

Dazai menegakkan posisi berdirinya, lalu menatap Kyoka. "Nee, Kyoka-chan, bukankah kau tahu banyak sekali tentang aku?" Dazai memiringkan kepalanya. Kyoka hanya mengangkat bahu.

"Ee~h, jangan bilang ...." Dazai mendekat, irisnya melebar, "Akutagawa-kun masih sering membicarakanku?!"

Kyoka masih diam. Ia segera menunjukkan sebuah map cokelat yang didapat entah dari mana. "Maaf, Dazai-san, [Name]-san. Aku harus menyelesaikan misiku," ujarnya datar, lalu meninggalkan ruangan.

Tentu saja, aku masih menatapnya---berharap dia kembali, juga bertanya dalam hati, kenapa dia tega meninggalkanku berdua dengan makhluk ini ...?

Sial ... apa Dazai-san akan marah?

"Aaah~ menjadi orang yang populer memang sungguh merepotkan~! Padahal sudah lebih empat tahun, tapi Mori-san masih saja mencariku ....

"Lalu, Akutagawa-kun juga belum rela kalau aku sudah tidak menjadi atasannya ... sekarang kau juga menggosipkan tentang aku! Ah~! Kenapa mau menjadi orang biasa saja sulit sekali?!" Dia membuat gestur dan nada bicara yang sangat dramatis, hampir persis dengan orang frustrasi yang tak memiliki kesempatan hidup.

Baiklah, pertama, aku tidak begitu paham apa yang dia katakan. Juga, jika bos mafia mencarinya, bukankah itu untuk membunuhnya?

Kedua, wajahnya menjengkelkan!

"[Name]-chan." Setelah kembali normal, dia menghampiriku lagi. "Ikutlah denganku."

Aku berkedip. Dua-tiga kali sampai memahami maksud kalimat sederhana itu.

Mengikutinya? Apa aku takkan dikatakan sebagai orang sesat jika menuruti manusia perban ini?

"Ayolah, [Name]-chan~!" rengeknya.

Baiklah ....

"Iya!"

Kali ini saja ....

🦀

Aku hanya mengikutinya. Berjalan tanpa tujuan di jalan-jalan Yokohama yang langitnya berwarna biru pudar, dengan sedikit sentuhan awan putih.

Sepertinya ... ini arah ke pelabuhan?

Benar. Kami berhenti di pinggir pelabuhan, menghadap laut Yokohama yang kini beriak tenang.

Dazai duduk di sana, memandang ke tengah laut, tampak menikmati terik dan angin yang meniupkan aroma khasnya.

Aku duduk di sampingnya.

Cukup lama ia hanya diam, sepasang mata yang berwarna cokelat kemerahan memandang jauh ke depan, tetapi aku yakin bukan ke sana pandangan itu benar-benar terarah.

Bukan itu yang kupikirkan sekarang. Namun ... kenapa dia bisa ada di sini sekarang? Bukankah dia seharusnya menyelidiki kasus bersama Kunikida?

Mulutku terbuka untuk melontarkan pertanyaan itu. Namun, urung lagi. Menghela napas, aku mengikuti arah pandangnya menuju laut lepas.

Your Dream [Re-publish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang