Part 20-Forget the unforgetable

117 14 1
                                    




Jantung Emma bergetar merasakan bibir hangat Wolfy yang menciumnya dengan terburu-buru. Memaksanya berjalan mundur dan menuntunnya ke kasur, ia menidurkan Emma dikasur itu sambil masih menciumnya. Wolfy menelusuri bagian leher Emma, menarik turun lengan kaos Emma agar ia bisa menjelajahi pundak kiri Emma dengan leluasa.

Mata Emma membelalak terkejut saat Wolfy menarik lengan baju dan tali branya. Wolfy kembali mencium bibir Emma, tangannya memegang pinggang Emma dan memutar posisi mereka hingga Emma berada di atasnya. Saat ia menjauhkan bibirnya dari bibir Emma, ia menatap Emma lekat-lekat sebelum akhirnya tak kuasa menahan matanya yang begitu berat dan tertidur.

Esok paginya, Emma sudah bangun terlebih dahulu dan sudah selesai bersiap untuk berangkat ke kantor. Ia menggigit bibirnya sambil menatap Wolfy yang masih tertidur di kasurnya. Ia memutuskan untuk tidak membangunkan Wolfy dan meninggalkannya terlelap di apartemennya.

Ia sama sekali tidak bisa berkonsentrasi selama di kantor, kejadian kemarin malam masih melayang-layang di dalam pikirannya. 'Aku baru saja berhasil membuka hatiku untuk lelaki lain, tapi dia tiba-tiba seperti itu. Apa yang harus kulakukan?!' Sebuah Message masuk, ia melirik siapa yang mengirim message itu.

Wolfy: "Kita harus bicara. Aku akan menunggumu diapartemenmu nanti malam."

Emma menghela nafas, menutup kedua matanya dan mengumpat pelan. Saat jam sudah menunjukkan pukul stengah enam, ia segera berjalan pulang. Ia berjalan menuju halte, dan ia menarik nafas tertahan melihat makhluk besar mengerikan di dekat halte. Makhluk itu memiliki banyak mata di tubuhnya yang bergerak melirik ke segala arah.

Ia melihat sekitar, namun tampaknya hanya dia yang dapat melihat makhluk itu. Ia mundur beberapa langkah, tatapannya masih tak henti memandang makhluk besar itu.

"Invisigo!"

Beberapa human keeper mendatangi demon itu, menutup mata seluruh manusia di dekat demon agar tak bisa melihat pertarungan mereka, namun Emma tetap dapat melihat mereka semua, dengan wujud asli para humankeeper.

Salah seorang human keeper merapalkan mantra untuk membuat demon kesulitan bergerak, seorang lainnya mengeluarkan akar yang membesar mengurung demon tersebut, kemudian seorang lagi menebas demon itu dengan pedang besar ditangannya.

Emma masih berdiri tercengang memandang aksi yang tak terduga di depannya. Tiga human keeper itu menyadari aksi mereka di tonton oleh Emma, mereka menatap Emma dengan sikap waspada, namun perlahan berjalan meninggalkan tempat itu.

Selama perjalanan pulang di bus, Emma sekali lagi melihat pertarungan seperti itu. Ia melihat makhluk berbentuk seperti kucing raksasa berwarna hitam menunjukkan taringnya siap melawan empat human keeper. 'Apa hanya aku yang bisa melihat ini?! Ini gila! Di tengah kota, makhluk seperti itu dan tak ada yang melihat?!'

Ia sampai di apartemennya dengan tampang yang masih tercengang. Wolfy sudah menunggu di dalam apartemennya saat ia membuka pintu. Wolfy meletakkan buku yang sedang ia corat coret di sofa dan ia berdiri menatap ke arah Emma.

Wolfy: "Hai. Kamu sudah pulang." Emma mengangguk.

Wolfy: "Maaf, kemarin aku kehilangan kendali. Aku melakukan sesuatu yang nggak pantas padamu. Tolong abaikan perkataanku semalam, aku nggak seharusnya berkata seperti itu padamu." Emma meletakkan tas di lemari disamping pintu dan melepas outer yang ia kenakan.

Emma: "Perkataan yang mana maksudmu?"

Wolfy: "Aku.. menyuruhmu untuk tak menjadi milik siapapun. Tolong abaikan itu. Akan lebih baik kalau kamu bisa mendapatkan orang lain."

Emma: "Benarkah? Kudengar perkataan orang yang sedang mabuk adalah ucapan dari lubuk hati mereka." Wolfy tampak gugup dan menundukkan kepalanya.

Wolfy: "Pokoknya, abaikan saja. Aku hanya meracau."

WOLFYOn viuen les histories. Descobreix ara