Part 13

147 13 0
                                    




Sejak kejadian itu, Emma berusaha keras terus menjalani hidupnya senormal mungkin. Ia menyelesaikan revisinya dengan baik dan mengumpulkan hasil skripsinya tersebut. Sembari mencari pekerjaan, ia juga mulai mencari-cari tempat tinggal baru. Ia menemukan yang termudah dicari adalah di apartemen yang sama dengan Wolfy, namun berbeda tower.

Ia mendapat sewa di lantai satu dengan tipe studio, ukurannya kecil hanya untuk satu orang, namun cukup nyaman dan harga sewa juga lebih terjangkau. Emma mengurus segala surat-surat dan dokumen yang dibutuhkan dengan cepat, dan ia akan pindah mulai bulan depan. Salah satu alasannya mencari tempat tinggal di apartemen itu juga karena ia berharap sesekali masih bisa melihat Wolfy. Dalam hatinya, ia masih sulit membayangkan ia tak bisa melihat Wolfy lagi.

Emma mulai mempacking barang-barangnya yang akan dia bawa turun ke apartemennya sedikit demi sedikit. Ia jarang bertemu Wolfy lagi, Wolfy mulai menghilang lagi seperti dulu. Terkadang saat Emma tak kuasa menahan keingintahuannya, ia keluar kamar pura-pura ke toilet saat Wolfy baru saja pulang. Tubuhnya dipenuhi luka goresan lagi, seperti saat ia berlatih dengan kawanan.

Emma: "Wolfy masih didalam kawanan? Badannya dipenuhi luka goresan setiap malam."

Gaia: "Kurasa begitu. Kudengar dari Bram, Wolfy dipaksa untuk stay di kawanan oleh Luna. Dasar wanita jalang itu!"

Emma membaca isi chat nya dengan gaia kemudian menghela nafas kesal. 'Pasti si Luna itu mengancam Wolfy sampai Wolfy mau saja menurutinya!' Emma melempar handphone nya ke kasur dengan kesal.

Hari terakhirnya telah tiba, Emma membawa tas ransel dan membawa boneka ikan di tangan kirinya. Ia tersenyum kecil memandang ke seluruh kamarnya, menutup pintu perlahan dan berjalan ke arah pintu apartemen. Langkah Emma terhenti, Wolfy baru saja masuk ke apartemen dan memandang Emma sejenak kemudian melirik boneka ikan dan ransel yang Emma bawa.

Wolfy: "Kamu mau pergi?"

Emma: "Hari ini aku pindah. Barang-barangku sudah di pindah ke apartemenku yang baru." Emma mengakhiri penjelasannya dengan senyum kecil.

Wolfy: "Oh..Malam-malam begini? Mau kuantar?" Emma menggeleng sambil masih tersenyum.

Emma: "Nggak perlu. Aku cuma dibawah aja, lantai 1." Mata Wolfy melebar menggambarkan keterkejutannya.

Wolfy: "Oh, ok."

Emma: "Thank you bantuanmu selama ini. Aku pergi ya.." Emma tersenyum lagi, dan berjalan keluar, meninggalkan Wolfy yang masih terdiam ditempatnya berdiri.

Emma masuk ke apartemen kecilnya, melihat ke sekeliling dan menghapus air mata yang tak berhasil dibendungnya. 'hanya beberapa bulan saja, tapi rasanya dia sudah membuatku terbiasa dengan kehadirannya di sekitarku. Membuatku merasa kesepian di tempat baru ini..'

Belum pulih perasaan sedih Emma, namun ia sudah disibukkan dengan persiapannya untuk bekerja. Pikirannya teralihkan karena ia cukup sibuk mempersiapkan  diri untuk mulai bekerja. Setiap minggu ia menjalani interview dan test psikologi untuk pendaftaran menjadi karyawan perusahaan. 

Emma mendapat pekerjaan di suatu perusahaan sebagai asisten pribadi direktur marketing. Di hari petamanya bekerja ia merasa beruntung setelah melihat bos nya. Namanya Pak Jonathan, umur 33 tahun. Bisa menjadi direktur di umur muda, tentu saja dia bukan orang biasa. Ia adalah anak dari salah satu pemegang saham di perusahaan tersebut.

Tubuhnya kurus tinggi, wajahnya tampak tegas, menunjukkan kepercayaan dirinya yang tinggi. Bagi karyawan wanita di perusahaan ini, pak Jonathan terlalu sempurna untuk menjadi nyata hingga mereka menjulukinya pria yang keluar dari komik. Emma tak menyangkalnya, ia pun jatuh hati sejak pertama kali melihat sang bos. Apalagi sang bos sangat ramah kepada semua orang, ia menjadi sosok yang dikagumi karyawan wanita dan dibenci oleh para lelaki.

WOLFYΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα