36. how we end the story

15 4 26
                                    

Dipta benar-benar dibuat linglung dengan hal-hal yang telah ia lakukan. Mulai dari tugas, organisasi, keluarga, dan juga pacarnya, Acha, yang menurutnya sudah berubah---bahkan semenjak mereka menjalin hubungan. Berbeda sekali saat mereka masih menjadi teman baik saat duduk di bangku sekolah menengah pertama sampai duduk di bangku kelas sebelas sekolah menengah atas. Acha baik dan perhatian padanya, berbeda dengan sekarang.

Tugas-tugas semakin banyak dan Dipta yang harus mengikuti kursus malam untuk ujian akhirnya membuat Dipta sulit untuk mengistirahatkan otak. Ditambah organisasi yang ia pimpin, yang menjadi tanggung jawabnya akan mengadakan pentas seni akhir tahun. Dipta jadi makin sibuk dan hanya dapat beristirahat akhir pekan.

Dipta perlu support system di saat seperti ini. Walaupun ada teman-temannya yang ada di sampingnya, masih ada orang lain yang ia harap selalu membantunya dalam menyelesaikan masalah yang hadir. Hubungan ia dan Acha semakin lama terlihat seakan hanya sebatas hubungan sekretaris dan ketua. Mereka berinteraksi lebih saat ada rapat OSIS dan setelah itu jarang sekali berinteraksi.

Acha juga sibuk, ia tahu itu. Tapi terkadang perempuan itu sedikit meluangkan waktu, bahkan untuk diri sendiri dan hal ini membuat Dipta sedikit kesal. Ia berpikir tidak apa-apa kalau Acha tidak terlalu perhatian padanya, tapi jangan sampai tidak memforsir kegiatan. Karena Dipta tahu, Acha rapuh. Tidak hanya fisik, tapi juga perasaan dan mentalnya.

Dipta hanya takut, Acha tidak dapat mengontrol diri dan berakhir terbaring di kasur rumah sakit lagi. Seperti saat mereka sedang mengadakan masa pengenalan lingkungan sekolah beberapa bulan yang lalu. Acha harus rehat selama seminggu dan Dipta dengan senang hati membantu Acha untuk mengejar ketertinggalan pelajaran.

Because Dipta always has been seen Acha as a girl that he adore so much. Acha adalah perempuan setelah mama dan saudaranya yang ingin ia lindungi, yang ia sayang, dan selalu Dipta beri perhatian lebih. Dari hubungan mereka berdua masih sebatas teman, sampai sekarang sudah dalam artian more than friend.

Tapi hari ini, puncak dari semua masalah dalam hubungan mereka. Dipta juga lelah jika terus-terusan seperti. Lebih baik mereka kembali seperti dulu, tanpa ada ikatan hubungan apapun dan hanya sebatas teman. Dipta juga siap untuk memulai dari awal, sebagai dua orang yang baru saja mengenal dan selanjutnya menjadi teman. Dipta siap.

Dipta memberanikan diri untuk menelepon Acha, awalnya hanya sekedar menanyakan kabar, karena Dipta akan menanyakan hal lain dalam waktu yang menurutnya tepat.

"Cha," laki-laki itu terus mengontrol suaranya agar tidak terdengar lirih. "Aku kangen."

Tidak ada jawaban dari ujung sana, yang membuat Dipta menghela napas dan mengusap wajahnya.

"Acha," Dipta sempat terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya ia kembali mengeluarkan suara. "Ayo putus."

Dipta melihat kembali layar ponselnya yang masih terpampang panggilan yang terhubung dengan Acha. Tapi tidak ada jawaban sama sekali. Walaupun suara coretan pensil pada sebuah kertas kerap kali terdengar, namun Acha tidak mengeluarkan sepatah katapun. Tidak menghiraukan Dipta yang sedari tadi terus berbicara.

"Acha," panggil Dipta lagi. "If you don't answer when i call your name, the last one, we'll break up and i'll never see you as a girl anymore."

Dipta ingin sekali datang dan melihat apa yang sedang perempuan itu lakukan. Tapi ia tidak bisa. Ia terlalu bodoh dan lambat. Dipta saat ini bukan seperti dirinya yang biasa.

Dipta menarik napas dalam dan menghembuskannya, sebelum memanggil nama Acha lagi dengan harapan perempuan itu masih menjawab ucapannya. "Acha."

Dipta always hope that she will answer but the thing that he get is she doesn't answer him.

semesta tujuh warna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang