33. langkah baru

20 5 9
                                    

"Yan!" panggilan tersebut terdengar walaupun Rieyan sedang memasang earphone di kedua telinganya. Kelas yang hening, lantaran murid-murid selalu keluar saat jam istirahat. "Lo enggak keluar?"

Rieyan menggelengkan kepala, membuat teman yang mengajaknya tadi memberi gestur 'oke' sambil berjalan keluar kelas.

Bosan, sangat bosan. Rasanya Rieyan ingin keluar, tapi ia malas untuk melangkah. Bergerak saja pikir dua kali.

Terkadang jam istirahat lebih seru jika berkumpul dengan teman, tapi kali ini Rieyan lebih ingin sendiri walaupun tidak melakukan apapun.

Sepuluh menitnya ia isi dengan menulis apapun di belakang buku catatan, menggambar hal-hal secara acak. Tidak lupa dengan lagu yang ia hidupkan begitu saja memenuhi penjuru kelas.

Bodo amat, teman-teman Rieyan juga pasti akan berpikir seperti itu.

Setelah bosan dengan buku tulis, Rieyan mengalihkan pandangannya ke arah jendela yang mengarah ke koridor. Melihat satu-persatu murid yang berlalu-lalang melewati kelasnya.

Ramai, ramai sekali. Tapi Rieyan tidak tertarik.

Laki-laki itu mengambil ponselnya, membuka salah satu aplikasi permainan dan memainkannya. Guna mengurangi rasa bosan di saat tidak ingin keluar kelas.

Jam istirahat tersisa sepuluh menit lagi. Biasanya murid-murid mulai kembali ke kelas. Benar saja, baru Rieyan ingin mematikan ponselnya, Bulan menelepon laki-laki itu.

"Ya?" Rieyan meletakkan ponselnya di telinga kanan, "ada apa?"

"Mau nitip?" tawar Bulan di seberang sana. "Mau balik ke kelas nih. Bilang aja biar gue bawa."

Rieyan berpikir sebentar, "Air mineral aja, gue lupa bawa." Ucapnya.

"Oke!" Bulan memutuskan panggilan sepihak.

Setelah itu rasanya kembali sepi. Entahlah, belakangan ini hidup Rieyan seperti ada yang berubah. Bukan ada, tapi banyak.

Seperti kemarin, tiba-tiba saja bundanya menanyakan kabar anak laki-lakinya itu setelah tiga bulan tanpa kabar. Rieyan yang tidak lagi dapat tidur cepat, dan jika ia tidur lebih awal, selalu terbangun di dini hari. Dan sialnya, ia tidak dapat tidur kembali, lalu mengantuk di kelas.

Rieyan sudah lama tidak ikut dalam latihan basket dengan temannya. Sehari-hari hanya mengikuti kelas menari. Salah satu ekstra kurikuler yang ia ikuti.

Rieyan juga belakangan ini sering memikirkan sesuatu, bahkan hal kecil. Dan berujung overthinking, kalau kata anak muda jaman sekarang.

Ah! Zyan. Sudah lama ia tidak menghubungi perempuan itu. Bahkan di kelas mereka nihil interaksi. Tidak ada berbincang dan hanya fokus pada dunia masing-masing.

Zyan dengan bukunya dan Rieyan memilih tidur atau bermain dengan Bulan.

Jarak yang seharusnya semakin hilang kini terulur lagi, membuat mereka semakin menjauh.

Jika dipikirkan lagi, lucu juga, ya, Rieyan jadi memerhatikan sesuatu secara teliti semenjak mengenal Zyan.

"Permisi,"

Sebuah suara memecahkan lamunan, Rieyan lantas menoleh. Dalam hati berbicara agar tidak terdiam, yang justru membuat perempuan yang menjadi teman sebangkunya ini semakin tidak nyaman.

Omongan Rieyan tentang dirinya yang ingin beralih dari Zyan nyatanya hanya perkataan belaka. Seorang Rieyan, tidak mungkin dapat secepat itu lupa dengan orang yang telah menggoreskan cerita dengannya walaupun sebentar dan tidak langsung.

"Yan..." Zyan memanggil laki-laki itu, membuat Rieyan benar-benar tersadar.

"Eh, iya! Maaf," Rieyan bangkit dan memberikan ruang agar Zyan dapat masuk dengan aman. tangannya menggaruk tengkuk walaupun tidak gatal, malu. wajah rieyan memanas dan membuat laki-laki itu harus menutupi wajah dengan kedua tangan.

semesta tujuh warna Where stories live. Discover now