12. traktiran jadian (2)

37 15 4
                                    

"Ar, beli makanan dulu yuk." ajak Dipta pada Arkan yang berada di sebelahnya. Mumpung hari ini Dipta bawa kendaraan, mereka mampir ke salah satu tempat makan pinggir jalan yang pernah Dipta datangin bareng Acha dulu. "Disini enak banget, gak bohong gue."

"Orang rumah udah makan belum 'a? Coba tanya dulu. Biar sekalian beliin." Ucap Arkan yang menyamakan langkahnya dengan Dipta.

Dipta menggeleng. "Belum gue tanya."

Arkan mengeluarkan ponselnya dan mulai menggerakkan jari-jemarinya untuk mengetik pesan.

awokawokawok (7)

Udah pada makan blm? |
Selagi kita berdua lagi diluar|
Atau mau nitip?|

Arkan duduk di salah satu tempat yang posisinya cukup strategis menurut mereka. Laki-laki itu mulai mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru tempat makan.

Mereka berdua baru aja pulang dari sekolah saat matahari mulai tenggelam. Sekitar jam 6. Dan jarang-jarang Dipta membawa mobilnya untuk pergi ke sekolah. Biasanya mereka lebih memilih untuk memakai kendaraan umum ataupun naik sepeda yang terparkir rapi di rumah.

Karena barang-barang keperluan mpls cukup banyak, Arkan memberikan saran pada Dipta untuk membawa mobil.

Suara notifikasi salah satu dari dua ponsel yang mereka letakkan di meja membuat dua laki-laki itu mengambil ponsel mereka.

"Handphone gue kayanya. Soalnya kan lo matiin notif grup anak kosan." Ucap Dipta pada Arkan yang dibalas cengiran pada bibir laki-laki itu.

"Rieyan sama Bulan ribut bener 'a habisnya. Jadi gue matiin suaranya."

"Eh, Ar." Panggil Dipta.

Arkan menoleh dan mengernyitkan dahinya. "Hah?"

"Apa yang dijawab sama mereka?" tanya Dipta. "Udah pada makan belum?"

"Belum ada yang jawab a'," ucap Arkan. "Mungkin mereka lagi sibuk."

"Sibuk apaan, sekolah aja belum belajar."

"Iya ya."

Selang beberapa menit, makanan yang sebelumnya mereka pesan tiba. Arkan dan Dipta memakan makanan mereka. Keadaan diantara mereka berdua hening dan hanya suara dari sekitar mereka yang terdengar.

Tidak sampai 15 menit, Dipta telah menyelesaikan makannya. Laki-laki itu meletakkan peralatan makan dan mengambil handphonenya.

"Kata mereka nitip cemilan aja. Atau gak makanan ringan soalnya si Rieyan mendadak mau nonton. Bulan bilang mereka juga udah makan."

"Mau martabak gak mereka a'? Gue kepingin martabak."

"Beli aja deh." Saran Dipta.

"Kak Ardehan gak di rumah ya?" tanya Arkan. "Pergi?"

"Iya." Jawab Dipta. "Kak Ardehan mau menjalankan misi dulu. Lumayan kan kalau minggu nanti kita ditraktir."

"Biasanya kan juga kak Ardehan, a'."

"Iyasih. Tapi kan ini dalam konteks yang beda. Siapa tau berhasil. Tapi ya doain aja."

"Lo kemarin gak ada tuh yang traktir kita." Dipta menatap Arkan tajam, walaupun laki-laki itu tidak serius dengan tatapannya. "Iya maaf. Eh bang, gue sama Kia enggak bisa lebih kaya kalian deh kayanya."

"Kenapa?"

"Itu anak cerita kalau dia ditembak sama orang yang katanya dia suka, tapi gue belum yakin sih. Dia baru ini bilang kalau dia suka sama orang."

"Terus kenapa? Lo ngerasa terlambat? Emang dia udah nerima?"

Dipta benar. Harusnya Arkan tidak menyimpulkan sesuatu dari sekali ucapan.

...

Ardehan dan Deya sudah menghabiskan waktu kurang lebih lima jam di tempat ini. Padahal mereka berdua cuma keliling dan ngelihat pemandangan sekitar. Udara segar sama banyaknya pepohonan buat mata jadi segar.

Usai menyampaikan isi hati melalui lagu just a friend to you yang katanya enggak beda jauh dari mereka berdua, Ardehan dan Deya jadi fokus pada pikiran mereka masing-masing daripada saling membuka percakapan seperti sebelumnya.

Bukan canggung, lebih tepatnya masih belum menerima fakta kalau mereka berdua itu enggak mengalami yang namanya one side love, they love each other since senior high school, waktu mereka ada di kelas 11 dan kelas mereka yang bedekatan.

Kalau diingat-ingat gimana mereka bisa dekat, lucu banget pasti. Dari Ardehan masih menggunakan transportasi umum untuk berangkat ke sekolah walaupun kosannya dekat. Ardehan yang enggak sengaja nendang kaki Deya sampai laki-laki itu mencari nama Deya melalui temannya. Walaupun cukup sulit awalnya, tapi Ardehan cukup senang waktu Deya ternyata lumayan ramah anaknya.

Sampai mereka jadi kaya sekarang gini, rasanya Ardehan masih enggak percaya. Ardehan tuh tipikal yang tsundere. Dan dia bisa nyembunyiin perasaannya dari orang lain.

Buktinya Deya aja enggak sadar kalau Ardehan suka sama dia. Ardehan enggak bilang sejak kapan, tapi yang Deya yakin, Ardehan nyembunyiin hal itu dari lama.

Deya sadar kalau sedari tadi Ardehan mencoba untuk meraih jemari gadis itu, tapi selalu enggak jadi. Kaya mau megang tangan Deya aja tangan Ardehan mendadak lemas. Untung Deya peka dan mengambil jari Ardehan kemudian menautkan jari mereka.

Jangan ditanya gimana ekspresi Ardehan.

Intinya hari ini, Ardehan yang pendiam dan dingin itu berubah menjadi Ardehan yang pemalu dan selalu senyum.

....

Rieyan yang sudah berniat untuk tidur mendadak kebangun karena suara notifikasi handphonenya. Laki-laki itu meraba kasur miliknya untuk menemukan benda persegi panjang itu.

Rieyan mengusap wajahnya perlahan, lalu membaca notif yang muncul di layar kunci.

Kak Ardehan
| kakak agak larut pulangnya

Kak Ardehan
| kakak mau anter teteh dulu

Kak Ardehan
| kamu mau nitip apa?

Kak Ardehan
| tanyain sama yang lain juga


Empat pesan itu berhasil membuat Rieyan yang sebelumnya masih mengantuk, menjadi segar. Laki-laki itu segera beranjak dari kasurnya dan keluar dari kamar. Berjalan menuju kamar HYanbin.

Rieyan lebih dulu mengetuk pintu kamar HYanbin, lalu mendekatkan telinganya pada pintu kamar itu. "Lan, lo udah tidur belum? Gue mau ngomong." ucapnya.

"Hm..."

"Bukain dulu pintunya bege!"

"Buka aja sendiri, ada tangan kan lo." ketus Bulan.

Rieyan masuk ke dalam kamar Bulan setelah laki-laki itu memberikan izin. Katanya sih mau cerita, tapi Rieyan malah mengacak-acak kamar Bulan. Mulai dari meja belajar sampai buku-buku yang Bulan letak dengan rapi di atas meja belajarnya.

Bulan yang melihat itu, melemparkan bantalnya dan mengenai kepala Rieyan. Untung saja Rieyan masih dapat menyeimbangkan tubuhnya, jika tidak, bisa-bisa dia jatuh.

"Apaan woi, katanya lo mau ngomong."

Rieyan memberikan handphonenya yang terlebih dahulu dia hidupkan. Membuka ruang obrolannya dengan kakak tertua mereka.

"Terus?"

"Lo tau gak bau-bau apa kalau kak Ardehan pergi sama teh Deya hari ini?"

"Hah?" Bulan menautkan dahi lantaran tidak mengerti arah pembicaraan Rieyan. "GILA DAPET PJ-AN SAMA KAKAK IPAR BARU KITA!"

....

huhuhu, maaf banget aku baru bisa update sekarang. jangan lupa bahagia!

btw, stand up for one-its n X1!

semesta tujuh warna Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon