9. satu?

54 14 3
                                    

"Kia!" teriak Arkan saat perempuan yang dia cari, lewat di depannya. "Tunggu!"

Perempuan itu menoleh, lalu mengangkat sebelah alisnya, kemudian membalikkan badan. "Hm?"

"Lo mau bareng gak ke kelas?" Arkan menggaruk tengkuknya.

Perempuan itu masih menatapnya bingung, kemudian tersenyum tipis, "Yah ayo? Biasanya juga bareng kan? Kenapa minta izin kaya gini?"

"Eh," Arkan tertawa kecil. "Iya,"

Kenapa sih harus salah tingkah seperti ini. Ini bukan Arkan, sama sekali bukan Arkan. Biasanya laki-laki itu yang akan membuat orang salah tingkah. Namun sekarang, kenapa Arkan yang dibuat salah tingkah dengan perbuatannya sendiri.

Laki-laki itu mengikuti perempuan yang berjalan lebih dulu. Menyamakan langkahnya saat sudah berada di sebelah gadis yang tingginya sebahu.

"Kyu, nanti kita ekskul expo, yang kakak ruangannya ngapain aja?"

Arkan menoleh, "Ngawalin mereka. Terus ngarahin mereka supaya bisa milih mana ekskul yang mereka bener-bener minat."

"Oh..." perempuan itu mengangguk, tanda kalau dirinya mengerti maksud dari ucapan Arkan. "Ar, aku boleh nanya ini gak?"

Arkan menaikkan sebelah alisnya, "Tanya aja. Biasanya juga langsung tanya aja kan?"

"Iyasih," kata Kia. "Tapi janji, ga ngambek atau marah," Kia menyodorkan jari kelingkingnya yang kemudian di balas oleh Arkan. Laki-laki itu menautkan jari kelingkingnya dengan jari Kia.

"Gak marah kok," kata Arkan.

Kia menundukkan kepalanya, "Kamu sama kak Yohan beneran saudara kandung, ya?"

...

"DAVIAN!" teriakan Naya menggema di ruangan kelas mereka. Perempuan itu melemparkan kertas yang dia gulung ke arah Davian yang tertawa tanpa rasa bersalah di depan kelas. "INI GIMANA JADINYA PULPEN GUE RUSAK SEMUA!!"

Minaka sama Juno yang ada di dekat Davian hanya tertawa melihat pertengkaran dua temannya. Tipikal orang yang lebih memilih menonton tanpa ikut campur urusan orang lain. Paling cuma ikut mengompori Naya.

"Ayo gelut ayo!" seru Jito yang kini ada di dekat Davian.

Naya menatap tajam empat laki-laki yang ada di depan itu, kemudian melempari mereka dengan pulpennya yang tidak lagi berbentuk.

Iya. Semua ulah Davian yang tidak sengaja menginjak tempat peralatan tulis Naya. Suruh siapa meletakkan tempat pensil di lantai. Davian kan tidak memperhatikan ada barang itu.

Pulpen Naya yang ada lima, dengan warna yang berbeda itu, kini hanya tinggal tintanya saja. Bagian luar pulpennya sudah patah. Semuanya. Dengan Davian sebagai oknum.

"Ganti gak?"

"Gak!" kata Davian kemudian lari keluar kelas.

"DAVIAN!!"

...

"Halo pacarnya Kak Bulan!" teriak Rieyan saat masuk ke dalam kelasnya. "Apa kabar anda seminggu ini? Gak rindu sama gue?"

Aleena yang sebelumnya membaca buku di tanganya, menutup buku tersebut dan melayangkan tatapan tajam pada Rieyan. Berdecak kesal saat laki-laki bernama Rieyan itu tidak berhenti menggodanya.

"Satu titik dua koma, kak Aleena cantik Kak Bulan seorang yang punya."

"Apasih alay!"

Rieyan langsung memasang wajah cemberutnya. Tidak menyangka kalau tanggapan dari Aleena bakalan sedingin itu.

semesta tujuh warna Where stories live. Discover now