34. kita ada jalan masing-masing.

13 5 14
                                    


Baru saja Arkan membaringkan tubuh di kasur kesayangannya, pikirannya langsung tertuju pada dua sahabat yang tiba-tiba saja, di hari yang sama menceritakan masalah percintaan mereka.

Yang satu masih menggantung, yang satu galau karena jawaban dari perempuannya dulu di luar ekspetasi dan jujur membuatnya terkejut.

Beberapa waktu lalu mereka jarang berkomunikasi karena sibuk pada kegiatan masing-masing. Ditambah Arkan yang sempat kembali ke rumah beberapa saat, membuat ia rasanya pergi dalam waktu yang lama.

Arkan pulang ke rumah lantaran kakak tertua--- Yohan, yang harus mendaftarkan segala urusan yang katanya terkait dengan dunia perkuliahan. Yohan juga mendapatkan beasiswa karena memenangkan kompetisi taekwondo beberapa saat lalu.

Arkan kembali sebentar guna menjaga ayahnya yang beberapa waktu terakhir sempat terbaring di rumah sakit lagi.

Kos-an mulai sepi. Banyak yang sibuk dengan dunia mereka sendiri. Lagi pula Arkan tidak dapat memaksakan, ia tidak boleh egois hanya karena ia merasa sepi. Ketika kembali ke kos-an biasanya ia melihat Bulan dan Dipta yang duduk di ruang tengah, dengan televisi yang hidup padahal mereka fokus pada tugas.

Arkan membuka aplikasi obrolan, pesan dari Diego muncul paling atas. Arkan membuka lebih dulu ruang obrolan dengan Diego.

Diego

| ar
| gue beneran jadian
| GUE BENERAN JADIAN SAMA ANNAAAAA
| ARKAN GUE BOLEH NANGIS ENGGAK
| MALU BANGET GUE MASA NANGIS  KARENA MASALAH GINI DOANG
| udah beberapa hari yang lalu
| TAPI GUE MASIH BINGUNG, KAYA MIMPI BANGET
| jangan kasih tau yang lain dulu, please
|oke? oke.

Baru saja menarik napas. Arkan lagi-lagi dibuat terkejut dengan kejadian yang terjadi barusan. Kenapa ketika ia baru kembali ke kos-an, semua dari mereka terlibat dalam konteks yang sama, dalam cerita yang berbeda.

Bang |
Ke kamar gue aja sini |
GUE JUGA PUSING?? |

Tidak sampai beberapa menit, pintu kamar Arkan sudah diketuk, memunculkan kepala Diego yang hanya terlihat sampai bagian mata saja. Diego mengirim isyarat seperti meminja ijin masuk dan melangkah ke dalam ketika Arkan menganggukkan kepalanya.

Diego---dengan wajah cerahnya dan senyuman yang tidak luntur, duduk di kursi meja belajar Arkan.

"Bang, jangan senyum. Gue merinding." Ucap Arkan saat melihat wajah orang yang lebih tua. "Biasa aja, kalem dulu, habis itu cerita."

Diego melipat tangan di depan dada, sudah siap bercerita. "Pokoknya hari minggu gue pergi sama Anna terus pulangnya jadian!"

"Idih?" Arkan memutar bola mata tertanda malas lantaran Diego yang seakan pamer. "Gitu doang?"

"Gue 'kan memang mau pamer?" Diego menaikkan sebelah alisnya, membuat bantal yang Arkan pegang, melayang mengenai wajahnya. "Becanda woi!"

"Ngeselin banget lo, Bang. Padahal tadi gue lagi baik banget buat dengarin apa yang orang cerita ke gue." Gerutu Arkan, berdecih pelan yang membuat Diego melempar balik bantal tersebut ke arahnya. "Iya gue dengarin! Tapi yang jelas ceritanya!"

Diego mengangguk. "Gue pergi sama Anna, awalnya enggak niat kok buat pulang tiba-tiba jadi pacar atau apa gitu, enggak sama sekali memang mau jalan aja. Tapi Anna, dia yang duluan nyatain." Kata Diego. "Gue mana bisa nolak? Kesannya gue jahat sama diri sendiri dan juga Anna kalau gue nolak, 'kan? Di sisi lain gue juga senang banget, ternyata bukan cuma gue yang suka, tapi dia juga. Walaupun enggak pernah kelihatan langsung kalau dia juga suka balik."

semesta tujuh warna Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ