42. happily ever after

10 2 5
                                    

Sudah berbulan-bulan terlewatkan. Tidak banyak yang berubah. Dibanding berubah, mungkin lebih enak disebut meningkat. Seperti Kia yang akhirnya dekar dengan Davian, si adik kelas yang membuatnya gemas sejak pemuda itu masuk dengan bantuan Arkan. Dipta yang sudah mulai bisa hidup dengan tenang tanpa ada pemikiran-pemikiran aneh seperti sebelumnya. Rieyan dan Zyan yang semakin hari semakin dekat dan tidak ada lagi yang perlu disembunyikan dari mereka.

Ya, semua anak kos juga tau Rieyan dan Zyan berpacaran walaupun sempat terkejut karena alasan mereka menjalin hubungan sedikit lucu.

Dua pasang kekasih— Diego, Anna dan Ardehan, Deya—yang perlahan sudah mulai bisa menyelesaikan permasalahan yang ada tanpa ada yang namanya pertengkaran. Ya, Diego dan Anna sempat bertengkar hanya karena Anna yang sempat hilang kabar dan jarang bertemu dengan Diego di sekolah, namun gadis itu malah pulang bersama teman laki-lakinya yang merupakan teman sekelas Anna.

Bulan juga belakangan ini disibukkan dengan kegiatan di sekolah, terlebih lagi sekarang sudah masuk semester kedua.

Sebulan yang lalu, Dipta sudah turun dari jabatannya sebagai ketua OSIS, begitu juga dengan Arkan yang kini hanya menjadi anggota seperti Bulan dan Rieyan. Calon ketua OSIS yang baru belum dipilih, membuat para anggota OSIS sibuk mencari siapa kandidat baru yang mumpuni untuk menjadi ketua.

Bulan salah satunya.

Entah lah, ia juga tidak tau bagaimana asal-usul terpilihnya dia menjadi kandidat ketua OSIS di saat Bulan saja hilang timbul saat rapat.

Davian juga melewati masa-masa SMA tahun pertama dengan momen bahagia yang tidak sedikit. Setidaknya, ia tau arti dari masa bahagia selama SMA. Berkompetisi di pelajaran, terlebih lagi Davian yang merupakan salah satu murid yang ada di kelas unggulan. Ah, Davian baru ingat satu hal, ketika Naya meraih peringkat satu paralel kemarin. Walaupun Davian tidak terkejut, toh, abangnya Naya—Arkan dan Yohan—tidak jauh berbeda dari gadis itu.

Naya memberikannya tiket nonton, lagi, dan hanya berdua. Klise, dan harusnya Davian yang memberikan hal itu sebagai reward dari keberhasilan Naya selama satu semester.

Dan hari ini, Dipta dan Diego menenggelamkan kepala mereka di kedua tangan. Mereka berdua duduk di ruang tengah, dengan Rieyan, Bulan, Davian, serta Arkan, yang turut serta berkumpul dengan mereka.

Hari ini juga, Dipta dan Diego mendaftarkan diri untuk masuk ke perguruan tinggi negeri melalui jalur undangan. Dipta dan Diego terkejut awalnya saat nama mereka disebutkan untuk menjadi salah satu siswa penerima
kuota untuk masuk dari jalur undangan. Dengan nilai yang menurut mereka tidak tinggi.

Mereka berdua berulang kali melihat halaman situs tersebut agar tidak salah pilih atau ada kesilapan. Menyuruh empat orang lainnya untuk membaca ulang keseluruhan.

"Udah benar belum?" Tanya Diego. Ia terlihat seperti orang yang pasrah. "Takut banget gue salah,"

"Udah kak, udah. Lo bisa kok, pasti bisa. Jangan kaya gitu dong, mana senyumnya sini, utututu." Ucap Rieyan sambil memainkan rambut Diego, yang dibalas tendangan pelan pada kakinya. "Kan gue gak salah, kok malah ditendang."

"Orang lagi gugup kok diganggu si Yan, Yan." Kata Arkan.

"Ya kan... gue kira bisa cairin suasana," kata Rieyan dengan suara kecil. "Pengin boba gak sih, Lan. Keluar yuk."

Bulan melirik ke arah Rieyan malas.

Ya, Rieyan tidak banyak berubah. Masih menjadi Rieyan yang kabur sebelum menyelesaikan masalah, sekecil apapun.

...

Beberapa minggu berlalu, kini Diego dam Dipta harus dihadapkan dengan pengumuman penerimaan perguruan tinggi melalui jalur undangan. Kalau waktu mendaftar, Ardehan tidak ikut karena ada kelas, kali ini ada Ardehan. Bahkan Anna juga ikut serta melihat apakah pacarnya itu lolos atau belum rejeki.

semesta tujuh warna Where stories live. Discover now