20. Panggilan Orang Tua

132 21 2
                                    

***

Naya menatap nanar surat yang ada di tangannya. Ia sedang duduk di kursi taman belakang sekolah. Membiarkan angin menerpa kulit putihnya. Ia bingung, bagaimana cara menyampaikan surat ini pada keluarganya nanti. Jujur saja, bila Chelsea tidak memancing emosi Naya, ini tidak akan terjadi. Lagian siapa juga yang mau orang tuanya di hina seperti itu. Ingin rasanya Naya mencekik leher Chelsea saat itu juga. Tapi dia masih waras untuk melakukan hal itu. Kini yang bisa dilakukannya adalah diam, melamun. Memikirkan cara yang tepat untuk menyampaikan hal ini pada anggota keluarga.

"Eh.. eh" Naya terlonjak kaget saat kertas yang ada di tangannya berpindah alih ke tangan seseorang. Dan orang itu adalah Regan.

"Surat panggilan orang tua" gumam Regan setelah membaca keseluruhan surat yang ada di tangannya.

"Ngapain lo disini??" Pertanyaan Naya tidak di indahkan oleh Regan. Justru Regan lebih tertarik menanyakan tentang masalah Naya saat ini.

"Lo ngapain berantem sama Chelsea?" Tanya Regan. Namun Naya membalaskan dendamnya pada Regan. Tadinya Regan yang tidak menjawab pertanyaannya, sekarang Naya lah yang tidak menjawab pertanyaan darinya.

"Kalau gue tanya jawab!" Ucap Regan, karena jengah dengan sikap perempuan yang ada di sampingnya ini.

"Kalau gue tanya jawab, jangan di balas pake pertanyaan" balasan dari Naya mampu membuat Regan terdiam.

Nih anak balas dendam kek nya batin Regan.

"Gue tadi cuma lewat, trus liat lo disini, jadi gue samperin. " Regan akhirnya menjawab pertanyaan dari Naya. Sedangkan Naya hanya ber oh ria.  Tapi sedetik kemudian, " Ngapain lo ke sini ha?" Tanya nya dengan muka galaknya.

" suka suka gue dong" Balas Regan.
"Gue udah jawab kan, nah sekarang lo yang jawab pertanyaan dari gue" Lanjutnya.

"Gue males banget sama Chelsea. Masa dia ngehina nyokap gue. Ya gue gak terima lah Gan. Lo bayangin coba lo yang ada si posisi gue, pasti lo marah kan?. Jadi  daripada mulut kurang ajar Chelsea makin menjadi jadi, gue tampar aja dia." Jelas Naya dengan emosi yang tertahan.
Sekarang Regan paham masalahnya. Pantas saja Naya sangat marah.

"Gan, menurut lo Bunda sedih gak ya, kalau gue bilang yang sebenarnya?"

Regan yang tadinya menatap ke depan kini menoleh kearah Naya.
"Kenapa gitu?" Bukannya menjawab Regan malah bertanya.

"Ya, kan nanti Bunda sakit hati Gan, kalau gue bilang yang sebenarnya. Gimana sih lo. Mikir dong"

"Lo bilang aja pelan pelan. Tunjukin kalau lo gak terima nyokap lo di gituin. Ntar nyokap lo juga paham kok" nasihat Regan Naya simpan baik baik didalam otaknya.
Mungkin yang dikatakan Regan itu benar.

3 detik kemudian....

"Wedehh.." Naya berdiri seraya bertepuk tangan, dan wajah yang di buat buat seperti orang yang sedang takjub.

Regan menaikkan sebelah alisnya pertanda heran dengan orang di depannya.
"Tumben tumbennya lo bales pertanyaan gue! " Ujarnya dengan wajah yang masih sama, wajah takjub.

"Biasanya kan kalo nanya ama lo gak guna" Lanjutnya lagi. Kali ini gadis itu sudah duduk di tempatnya seperti semula.
"Kenapa gak ada guna? Itu karna lo pasti jawab satu ato dia kata aja. Itupun bukan jawaban yang gue mau. Cuma buang waktu dan tenaga" Cerocosnya tanpa henti. Regan hanya diam.

"Nah, tuh kan. Diem lagi!" Ujar Naya.

"Gue tuh kadang-kadang heran sama orang yang pendiam. Betah gitu diam diam. Tuh mulut selain buat makan ya buat bicara" Lagi, Naya mencerocos sendiri. Sedangkan Regan, memasang ekspresi datar. Naya pun sudah berhenti mencerocos. Udah puas mungkin.

RegaNayaWhere stories live. Discover now