Chapter 10

199 17 3
                                    

Maira terlihat menguap dan menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Matanya telah terlihat sedikit memerah karena mengantuk. Namun ia harus menahan kantuknya karena sebentar lagi pengumuman juara dari festival banjari dan acara selesai.

Tiga juri terlihat sedang berdiskusi menenjukan juaranya yang dibagi dalam beberapa kategori. Yaitu Juara satu, dua, dan tiga, juara harapan satu, dua, dan tiga, juara umum, juara best vokal, dan best banjari. Sedangkan para perwakilan peserta yang sedang menunggu pengumuman terlihat tegang.

Tak lama kemudian juri memberikan hasilnya pada MC untuk dibacakan. Satu persatu juara dibacakan dan perwakilan grup yang mendapat juara segera maju untuk menerima piala dengan wajah-wajah sumringah.

Maira menatap beberapa perwakilan grup yang mendapat juara sekilas lalu mengalihkan pandangannya ke arah jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kirinya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Maira kembali memusatkan perhatiannya pada beberapa perwakilan juara yang sedang berdiri di atas panggung. Matanya sedikit terbelalak menatap pria yang baru saja naik ke atas panggung. Daffa. Pria itu adalah Daffa, sepupu Azlan. Tak sia-sia perjalanan yang ditempuhnya dengan teman-temannya dari Nganjuk menuju Surabaya dan kini mereka membawa piala da mendapat juara best vokal. Dan Maira tahu, Daffa adalah salah satu vokal dalam grupnya.

Daffa tersenyum pada Maira saat tahu Maira sedang menatap ke arah panggung. Ia tak ingin terlalu percaya diri bahwa Maira menatap ke arahnya. Memang Maira menatapnya, namun hanya sebentar dan kemudian mengalihkan pandangannya pada MC.

Panitia menyerahkan piala pada para juara dan panitia yang bertugas sebagai dokumentasi segera mengambil gambar dengan kamera.

Maira beranjak dari duduknya dan berjalan menuju ruangan panitia dan membantu teman-temannya yang lain membersihkan ruangan panitia. Sedangkan yang lainnya membersihkan panggung setelah semua perwakilan peserta pulang.

Maira kembali menguap menahan kantuk dan melanjutkan kegiatannya mengayunkan sapu dan membersihkan lantai ruangan hingga bersih dan kantuknya sedikit ringan.

"Mai, kamu pulang aja nggak apa-apa. Kamu kelihatan udah capek banget dua hari ini istirahat cuma sebentar." Ujar Naura.

"Nggak kok, ini bentar lagi selesai nyapunya." Kata Maira.

"Udah nggak usah dipaksa. Matamu udah merah loh."

"Iya. Aku selesaiin dulu nyapunya." Pasrah Maira lalu mempercepat gerakan tangannya dalam mengayunkan sapu dan berusaha tak meninggalkan sedikit pun debu dan sampah yang ia sapu.

Setelah beberapa menit, Maira menghela nafas lega. Ia segera meletakkan sapu pada tempatnya dan mengambil tas ranselnya lalu menggendongnya. Ia berjalan keluar dari ruangan panitia dan berjalan keluar dari area kampus.

"Assalamualaikum." Sapa seseorang yang menghentikan langkahnya dan membuatnya menoleh.

"Wa'alaikumussalam."

"Mau pulang yah?" Tanya pria itu yang tak lain adalah Daffa. Maira hanya mengangguk.

"Mau bareng? Kebetulan Azlan bawa mobil." tawarnya.

Maira diam. Ia bingung apakah harus menerima tawaran itu. Gadis itu terlalu takut. Biasanya ia berangkat dan pulang dari kampus menaiki ojek online. Namun ini sudah malam, ia sedikit takut jika harus memesan ojek online. Namun jika ia menerima tawaran Daffa pun ia juga sedikit takut. Karena nantinya hanya dirinya wanita yang ada di dalam mobil yang penghuninya ada dua laki-laki.

"Ehmmm..." Maira bergumam dan terlihat berpikir. Tercetak raut bingung pada wajah ovalnya.

"Nggak apa-apa. Aman kok. Kita nggak akan macem-macem. Daripada pulang sendiri." Kata Daffa meyakinkan karena mengerti dengan arti raut wajah Maira.

Suratan Takdir dari Arsy [SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang