chapter 9

194 17 3
                                    


Maira menatap ke luar jendela bus, menikmati perjalanannya. Menatap hijaunya pohon dan taman kota yang dilewati, hingga warung dan restoran yang seketika membuat perutnya berbunyi.

Ia menatap jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kirinya. Kini ia sudah sampai di Surabaya. Mungkin sebentar lagi ia akan sampai di terminal.

Namun, hal yang membuatnya sedikit khawatir adalah awan yang terlihat berwarna hitam menghiasi langit Surabaya. Dan itu artinya sebentar lagi rintik-rintik air akan turun membasahi kota Surabaya. Ia harap dirinya akan sampai di kos sebelum hujan turun.

Baru saja ia berharap hujan turun setelah ia sampai kos, kini rintik-rintik kecil terlihat membasahi jalanan aspal. Juga terlihat membasahi jendela kaca. Maira menghela nafas dan pasrah. Semoga saja hujan segera reda.

"Allahumma shoyyiban nafi'an." Rapalnya dengan suara pelan seraya masih menatap hujan.

Doa yang barusan diucapkannya terkesan pendek jika diucapkan. Namun, mengandung arti yang luar biasa. Yaitu diberikan hujan yang bermanfaat. Hujan yang menghidupkan tanaman. Hujan yang mencegah bumi dari kekeringan. Hujan yang membuat udara terasa segar. Serta suaranya yang membuat hati tenang.

Maira sendiri menyukai hujan. Menyukai suaranya, hingga aroma tanah yang basah oleh air hujan. Ingin sekali ia berlari di tengah hujan dan menikmatinya. Namun ia sadar, dirinya membawa barang-barang yang tak boleh basah. Jadi, dia harus melindunginya dan menahan diri agar tak bermain di tengah hujan.

Barang-barang yang dibawanya berupa pakaian dan makanan titipan teman-temannya. Serta beberapa buku yang ia perlukan untuk mengerjakan tugas. Dan ia selalu berkomunikasi dengan teman-temannya mengenai tugas kuliah yang diberikan selama ia tak masuk kuliah.

Sepuluh menit berlalu, tak terasa bus yang ditumpanginya berbelok masuk di terminal. Dan kini hujan juga sudah semakin deras. Para penumpang memilih nekat untuk keluar menembus hujan dan berteduh. Begitupun dengan Maira yang melakukan hal sama. Ia membawa barang-barangnya keluar dan melindunginya agar tak basah. Ia lantas segera berteduh bersama penumpang lainnya. Bajunya terlihat basah karena menembus hujan.

Maira meletakkan barang-barangnya di lantai lalu ia duduk. Rasa dingin mulai menusuk kulitnya. Ia menggosokkan kedua telapak tangannya seraya menatap hujan yang turun dengan derasnya.

"Mbak tadi naik bus jurusan Nganjuk-Surabaya yah?" Tanya seseorang yang duduk disampingnya, tepatnya menyisakan satu kursi kosong yang ada diantara mereka.

Maira menoleh dan mengangguk, "Iya."

"Orang Nganjuk apa asli sini?" Tanyanya lagi.

"Orang Nganjuk."

Pria itu mengangguk-anggukan kepala. Ia seperti tak kehabisan pertanyaan agar suasana sedikit hangat dengan mengajak berbicara orang yang tak dikenal.

"Kesini kuliah?" Tanyanya lagi.

"Iya. Kamu sendiri?"

"Saya mau ikut lomba disini sama temen-temen saya." Jawab pria itu seraya menunjuk teman-temannya. Maira hanya manggut-manggut.

Pria itu lantas mengambil ponsel yang ada disaku jaketnya setelah mendengar ponselnya berbunyi. Ia lantas berdiri dan menjauh lalu terlihat berbicara dengan orang yang ada di seberang teleponnya. Maira hanya menatap pria itu sekilas dan kembali menatap hujan dan mendengarkan suaranya yang mendamaikan hatinya.

Tak lama, pria yang tadi mengajaknya mengobrol mendekat dan mengambil barang-barangnya, "Saya duluan ya Mbak, udah dijemput." Maira hanya mengangguk.

Pria itu mengajak teman-temannya segera mengikutinya dan nekat menembus hujan.

***

Suratan Takdir dari Arsy [SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now