7

208 47 10
                                    

Ara

"Udah jam tujuh lebih nih. Kalo makan sekalian kemaleman nggak?"

"Gue udah makan sih, Kak. Tadi sore dianterin Kirino. Kalo lo mau makan nggak apa-apa,"

"Wah, jangan deh kalo gitu. Nanti lo kemaleman lagi pulangnya."

"Ehhh, seriusan deh, Kak. Kalo lo mau makan, makan aja nggak apa-apa gue temenin. Paling beli minum, daripada sakit ntar. Udah mau hari H juga kan,"

"Yakin nih, nggak apa-apa?"

"Iyaaaa, serius deh. Mau makan apa emang?"

"Hokben deh, lagi pengen."

"Hayuk,"

Selepas latihan kami tidak langsung pulang. Bayu yang menawarkan tumpangan juga mengusulkan untuk mencari kostum bersama. Karena kami harus memakai kemeja kotak-kotak merah.

Senasib, kami berdua tidak mempunyai kemeja kotak-kotak berwarna merah. Kebanyakkan baju Bayu yang kuketahui berwarna hitam. Sedangkan aku sudah mulai jarang mengkoleksi kemeja kotak-kotak.

Bayu mengendarai mobilnya membelah malam yang ramai. Berbeda dengan Kirino yang katanya lebih suka mengendarai sepeda motor, laki-laki yang sedang duduk di balik kemudi ini lebih memilih mobil sebagai moda transportasinya. Padahal ia sudah tahu, kalau membawa mobil berarti harus susah-susah menemukan celah parkir.

"Ino sibuk banget beberapa hari ini deh kalo di kostan di kamar mulu,"

"Skripsian menghapus jati diri Kirino,"

"Anjir hahahaha. Lo apain itu anak sampe kayak gitu?"

"Nggak tau dah. Kirino malah tiba-tiba dari kemarin bahas masalah katering nikahan terus bilang mau cepet-cepet wisuda. Clueless banget gue,"

"Buset.... Kesalip deh gue. Masih sendiri aja sampe sekarang, Lucu amat sih young love,"

"Iya percaya yang udah bapak-bapak. Eh, tapi kata Kirino lo sempet pacaran, Kak? Last year if I'm not mistaken..."

"Sembarangan aja lo ngomongnya. Bener. It wasn't a pleasant story to tell,"

"Ouch, sorry to hear that, Kak. Gue nggak bermaksud buka luka lama lo,"

Bayu membelokkan mobilnya pada mall yang kami tuju dan mengambil satu tiket parkir otomatis yang berada di depan.

"It's okay, Ra. Gue udah oke,"

"Terus...?"

"Ya nggak gimana-gimana? Gue cuma butuh waktu buat healing aja. Apaan deh kok lo jadi nggak enakan gitu. Santai aja, kali,"

Laki-laki itu terkekeh ringan hingga matanya yang sedang mencari celah parkir kosong itu menyipit.

"Abisan lo kayak berat banget gitu masa lalunya sih, Kak. Kan gue jadi merasa bersalah,"

"Nggak apa-apa, Ra. Serius deh."

Kami berdua keluar dari range rover hitam miliknya kemudian berjalan masuk ke dalam mall. Bayu berjalan di sebelah kananku. Pembicaraan barusan tidak berlanjut dan diganti dengan pertanyaan mengenai menu apa yang akan ia pesan di restauran Jepang tersebut.

"Sorry ya, Ra. Harus nemenin gue makan dulu,"

"Belom juga lebaran udah maaf-maafan mulu, Kak. Santai aja deh. Kan kita bisa nyantai dulu, brainstorming mau milih baju apaan,"

"Gaya lo brainstorming kayak mau nulis essay aja."

Hokben malam ini ramai pengunjung. Membuat kami mau tidak mau harus duduk di pojokkan. Aku sendiri tidak masalah, tapi kadang duduk di pojok itu sedikit mempersulit akses kalau-kalau kita butuh beranjak dari kursi untuk sebentar.

ElixirWhere stories live. Discover now