ㅡKirino
Hari ini masih hari kedua dalam satu minggu. Tapi tenaga gue sudah terkuras banyak karena kemarin gue harus bolak-balik kost ke kampus. Dan gue harus bawa buku-buku tebel buat tunjangan Bab 1 yang jujur aja, gue masih belum ada gambaran harus mulai darimana.
Berhasil masuk ke universitas yang menjadi primadona dikalangan anak-anak SMA dengan jalur SNMPTN sebenarnya nggak semenyenangkan itu. Dulu waktu pertama kali menjumpai warna hijau di layar laptop, gue senang bukan kepalang. Berhasil mengembangkan senyum di wajah kedua orang tua gue, rasanya seperti baru menang lotre yang hadiahnya nggak main-main.
Tapi sekarang berada di semester tua, rasa-rasanya gue pengen kembali jadi anak SMA lagi. Yang kerjaannya main kesana-kesini, gue lebih memilih ikut bimbingan belajar sore setiap jam lima walaupun rasa kantuk udah di ujung kelopak mata, atau setiap istirahat pergi ke kelas Ara dan menjumpai perempuan itu dengan senyum sumringahnya.
"Kak Ino, mau nasi goreng?" Tanya Jusuf, salah satu penghuni kost yang udah gue anggap adik sendiri, berteriak dari luar kamar.
"Mau, Suf," jawab gue.
"Sip, kak."
Semua penghuni kost disini rasanya sudah seperti keluarga sendiri. Kebetulan disini hanya tersedia delapan kamar kostㅡdiisi oleh Bayu, Haris, Aji, Esa, Jusuf dan Gue serta sisa kamar lainnya masih kosongㅡyang membuat kami jadi lebih cepat akrab. Jusuf tadi sebenarnya nggak jauh-jauh amat dari rumahnya. Sekitar sepuluh kilo kira-kira, tapi dia tetep minta buat nyewa satu kamar kost disini.
Sebetulnya gue sama seperti Jusuf. Jarak dari rumah ke kampus itu dua puluh kilometer, tapi buat menghindari kalau ada kasus kayak hari Senin kemarin yang memaksa gue harus bolak-balik, jadi gue pilih menyewa satu kamar kost saja. Bisa mati mengering gue di jalan kalau dari rumah.
"Kak, udah nih nasi gorengnya,"
Jusuf mengetuk pintu kamar gue sebanyak beberapa kali yang membuat gue malas-malasan beranjak dari kasur.
"Makasih, Suf."
"Kak Ino kok loyo banget?"
"Capek kemarin bolak-balik kampus-kost. Ini tumben sepi, yang lain pada kemana?"
"Kayak setrikaan aja bolak-balik, Kak,"
"Udah berani ya bocil,"
"Abang-abang yang lain masih pada belum pulang. Cuma ada Bang Esa aja,"
"Yaudah ayo makan bareng-bareng,"
Gue dan Jusuf berjalan ke arah meja makan. Benar apa kata Jusuf, Esa ada disana dengan ponselnya yang nggak lepas dari genggamannya.
"Hape terus, kayak ada yang chat lo aja, Sa."
"Ya Allah, Kak. Kerja kelompok online ini, suudzon mulu,"
"Lah ada gitu kerja kelompok online?Mahasiswa jaman sekarang ya, ckckck,"
"Ya buktinya gue kerja kelompok online? Emang Kak Ino mahasiwa kapan? Mahasiswa abadi?"
"Sembarangan. Asem banget muka lo, kenapa?"
"Temen-temen sekelompok gue pada ilang pas ditanyain pembagian tugas. Giliran dimintain NIM baru pada keluar. Padahal gue cuma nanya NIM doang bukan udah ngerjain,"
"Cakep."
"Semangat Bang! Nanti Jusuf bantuin. Bantuin doa, hehehehe."
"Etdah bocil, bener-bener ya daritadi menguji kesabaran."
"Makan dulu aja, Bang. Presentasi pikirin nanti."
Esa meletakkan ponselnya di samping piring yang sudah terisi nasi goreng yang menjajakkan jualannya di depan kost. Nasi goreng ini nggak segaja kami temukan. Waktu itu, Haris coba-coba beli karena dia kelaparan di tengah malam. Ngejar maket katanya.
YOU ARE READING
Elixir
FanfictionA good poison burst as a remedy between Ara and Kirino. All names credit to eskalokal on twitter.
