32. Penyamaran di Kelab Malam

1.8K 356 62
                                    

Apartemen Werel

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Apartemen Werel.

Untuk kesekian kalinya tim G-110 menjadikan unit mewah itu sebagai tempat mengadakan rapat. Agak riskan menurut Werel jika melakukan pertemuan di tempat lain karena mata-mata bisa ada di mana saja.

Bertahun-tahun bekerja di dunia intelijen, tentu Werel sudah hapal bagaimana sistem kerja bidang ini. Terkadang mata-mata adalah orang yang tak pernah diduga sama sekali, seperti pedagang kaki lima, pemulung, penjaga warung, dan berbagai jenis pekerjaan lainnya.

Ruang rahasia di sebalik kamarnya adalah tempat yang paling aman bagi Werel. Ia bahkan merenovasi sedikit bagian apartemennya untuk membuat jalan masuk ke ruang itu agar bisa diakses tanpa harus memasuki kamar pribadinya terlebih dahulu.

Setelah kedatangan Dema dan anggota tim menjadi lengkap, Werel pun memulai rapat dengan meminta Brian mengutarakan hasil riset yang ia lakukan terkait PT Cassiana milik Aidan yang berada di Pulau Sumatera. Anggra dan Sena sangat cepat tanggap tentang permasalahan kali ini karena narkoba adalah keahlian mereka.

"Berarti Aidan ini termasuk salah satu pemasok utama narkoba di Indonesia," ujar Anggra yakin.

"Dan menangkap orang besar kayak dia nggak semudah itu. Yang sekelas Erik Dilatas aja, kita baru bisa nangkap setelah bertahun-tahun buron." Sena menambahkan.

Anggra mengangguk dan kembali berujar, "Pinternya orang yang berada dalam bisnis ini, usaha mereka tetap jalan meskipun dalam keadaan buron, apalagi kayak Aidan yang nggak terlibat masalah apapun, bisa bebas banget mau jalanin bisnisnya."

"Yang jelas, kita nggak bisa melakukan penyergapan kalau nggak ada bukti awal yang legal, kecurigaan atau pengaduan dari saksi." Werel tentu mengerti maksud kalimat Sena barusan, seakurat apapun hasil riset Brian, hal tersebut tidak bisa ditunjukkan ke kantor polisi karena bukti yang didapat dengan cara yang tidak sah, tidak akan berlaku di hadapan hukum, begitulah aturannya formalnya.

"Gini aja, pebisnis narkoba kelas kakap kayak dia, udah pasti punya kaki tangan. Siasat gue yang biasa nangkap orang, kita harus pegang beberapa kaki tangan mereka baru bisa jatuhin kepalanya."

"Kalau kita bisa menjerat kepalanya langsung, kenapa harus dari kaki tangannya dulu?" Werel menginterupsi.

"Nggak bisa, Rel." Anggra sontak berdiri, "Berurusan sama orang kayak Aidan nggak bisa sembarangan dan gegabah, kita harus susun strategi serapi dan sejeli mungkin. Kita nggak tau sebesar apa power dia yang sebenarnya, apa yang kita dapetin hari ini mungkin baru secuil fakta tentang dia yang terkuak." Sena merasa puas sekali dengan penuturan Anggra barusan, akhirnya sahabatnya ini sudah kembali normal sebagaimana Anggra selaku ketua divisi narkoba Polda Jateng. Sena sungguh berharap Anggra dapat mempertahankan sikap itu setidaknya sampai misi selesai.

"Gue boleh menyampaikan penilaian terkait karakter Aidan yang gue pelajari selama ini?"

"Silahkan." Ujar Werel.

THE ANGEL NUMBER 110Where stories live. Discover now