04. Seminar atau Misi Rahasia?

2.8K 465 67
                                    

Di sebuah lorong yang gelap dan panjang, berbau jamur dengan sekeliling dindingnya lembab karena tetesan air tanah yang merasuk ke dalam bangunan, berjalan seorang lelaki berahang tegas, rambut klinis serta wajah tampan yang jika dilihat dari pena...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sebuah lorong yang gelap dan panjang, berbau jamur dengan sekeliling dindingnya lembab karena tetesan air tanah yang merasuk ke dalam bangunan, berjalan seorang lelaki berahang tegas, rambut klinis serta wajah tampan yang jika dilihat dari penampilannya saat ini, ia tak seharusnya berada di area kumuh yang sangat tidak pantas diinjak oleh sepatu kulit mengkilap seharga puluhan juta.

Stelan jas berwarna abu-abu melekat sempurna memperlihatkan betapa tegap tubuh lelaki ini. Ia terus berjalan menyusuri lorong sembari kedua tangannya dimasukkan ke saku celana seolah tak peduli bau-bau asing tercium oleh hidungnya.

Sampai di akhir lorong, mulai terdengar suara-suara jeritan yang membuat ia meringis karena sangat tidak nyaman untuk terdengar oleh telinganya.

"Mana obatnya?!!"

"Arrgghhh!"

"Suntikan! Cepat!"

BRAK!!

Lelaki itu berdiam diri di pintu yang terbuka lebar sembari matanya menelusuri setiap sudut ruangan dengan wajah yang datar.

Di ruangan tersebut, berjejer puluhan tempat tidur yang mirip seperti kasur rumah sakit lengkap dengan meja berisi obat-obatan, alat suntik, dan sejenisnya. Kasur yang jumlahnya mencapai dua puluh buah itu tampak berisi penuh hanya tersisa dua yang tak berpenghuni.

"Yang dua mana?" ia bertanya kepada salah satu anak buahnya bermuka sangar dan badan penuh tato.

"K.O bos, semalem." pria itu mengangguk dengan santai tanpa peduli bahwa tadi malam ada dua orang nyawa yang melayang karena ulahnya. "Aman, kan?"

"Beres bos."

"Good."  ia melihat jam mahal yang terpasang di tangan kirinya. "Saya harus kembali ke Semarang malam ini, yang baru direkrut tiga orang itu," ia mengarahkan dagunya angkuh ke sudut ruangan tempat tiga orang anak muda meronta-meronta kesakitan, "Jangan lupa di kasih tato seperti biasa."

"Siap bos!" sang anak buah mengangguk mantap.

"Kita mulai bergerak memperlihatkan eksistensi di negara ini, jadi jangan sampai ada yang menjalankan misi tanpa tanda." Ia tersenyum licik penuh kemenangan.

"Siap bos!"

"Woiii mana obat gueee?!!" lagi-lagi lelaki yang di sudut berteriak, keringat dingin tampak bercucuran hingga ke pelipisnya, karena mulai risih dan jengkel, lekaki tampan itu mendekat. Tangannya memberi kode untuk meminta sesuatu, paham dengan apa yang diminta oleh bosnya, pria penuh tato mengambil sebuah jarum suntik yang masih berisi cairan.

"Jangan berisik." ujarnya perlahan sembari meremas keras lengan remaja yang baru saja meronta.

Yang berteriak seketika menelan suara hingga ke tenggorokan, peringatan jangan berisik itu terdengar seperti sebuah ancaman kematian yang disampaikan dengan tenang bahkan sambil tersenyum, tapi si anak muda merasa sangat terintimidasi.

THE ANGEL NUMBER 110Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang