23. Menuju Cilacap

2.3K 444 319
                                    

Seperti yang sudah dijanjikan pada saat rapat tadi pagi, tim pecahan dari G-110 yang beranggotakan Werel, Anggra, Sena dan Dema berkumpul di halaman Polda Jateng untuk berangkat ke ujung Jawa Tengah yaitu Kabupaten Cilacap, tepatnya di Desa Sidasa...

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Seperti yang sudah dijanjikan pada saat rapat tadi pagi, tim pecahan dari G-110 yang beranggotakan Werel, Anggra, Sena dan Dema berkumpul di halaman Polda Jateng untuk berangkat ke ujung Jawa Tengah yaitu Kabupaten Cilacap, tepatnya di Desa Sidasari yang menjadi bagian Kecamatan Sampang.

Sena yang dibantu Brian sudah mengumpulkan beberapa informasi, menurut yang mereka dapat, Erik Dilatas besar di desa itu, ia putus sekolah sejak lulus dari pesanteran setara sekolah menengah pertama. Ketertarikannya akan dunia perempuan memang sudah terlihat sejak kecil, dengan bermodalkan kemampuannya merias wajah seperti wanita, ia memberanikan diri mengadu nasib ke Kota Semarang.

Ternyata pilihan itu merubah hidupnya, terlebih ketika dia memulai bisnis narkoba dan berhasil melakukan operasi plastik, merubah dirinya menjadi seorang perempuan yang utuh. Dalam dunia obat-obat terlarang ia lebih dikenal sebagai Lusi, pemasok narkoba terbesar yang amat lihai. Kecantikan palsunya berperan penting untuk dapat menggaet klien dari berbagai kalangan, terutama orang-orang penting dan kaya raya.

Namun sayang, Anggra dan tim berhasil menangkap Erik setelah diincar cukup lama. Siapa sangka, ternyata laki-laki yang kini memiliki suara seperti perempuan itu adalah salah satu anggota Mortem yang ditandai dengan sebuah tato di tangan.

Entah mengapa sejak pertama kali mendengar penjelasan tentang Erik Dilatas, Werel merasa ada banyak hal yang akan mereka dapatkan. Untuk itulah ia sepenuhnya yakin bahwa langkah pertama menguak kasus ini dengan membongkar habis tentang Erik.

Werel memarkirkan mobilnya di samping kanan Polda Jateng, di sana masih ada beberapa orang tukang yang bekerja untuk membersihkan bekas ledakan.

Tiga anggota timnya yang lain sudah menunggu termasuk Anggra. Dalam keadaan marah tadi, lelaki itu masih sempatnya mengantar Werel pulang ke apartemen. Ia sadar bahwa apa yang dilakukan kepada Anggra sudah keterlaluan, tapi entahlah.. Werel pun tak tahu apa yang sebenarnya ia inginkan. Untuk sekarang, ia ingin fokus terhadap misi ini, terlalu banyak yang harus diurus, ia tak mau masalah pribadi mengacaukan semuanya, Werel berharap Anggra juga memiliki pemikiran yang sama dengannya, begitu juga Dema.

Sejauh ini, Werel menilai bahwa Dema masih bisa menjaga batasan dan tahu posisi. Semoga kedepannya pria itu mempertahankan prinsip tersebut.

Brian juga ikut menyusul, ia penasaran  bagaimana bentuk lelaki yang terakhir ia temui beberapa tahun lalu, yang dulu menghancurkan sahabatnya hingga menyebabkan Werel ingin bunuh diri berkali-kali.

Dema melihat Brian yang saat itu mengenakan pakaian asal-asalan, rambut pirang yang berantakan, dan... Dema tidak suka cara lelaki itu menatap, terlebih gaya songongnya mengunyah permen karet, layaknya kembaran Werel namun dalam wujud yang jauh berbeda.

"Jangan liat penampilannya, lo nggak tau secemerlang apa isi otaknya." Werel membuyarkan tatapan tak suka Dema kepada Brian.

"Hai. Gue Brian, semoga lo tahan sama gue." Itu sapaan pertama Brian kepada Dema sembari mengulurkan tangannya, tentu saja Dema menyambut uluran itu. Mereka satu tim bukan? Sepertinya Dema memang harus banyak bersabar demi kesuksesan misi ini.

THE ANGEL NUMBER 110حيث تعيش القصص. اكتشف الآن