27. Misi 110

1.8K 372 117
                                    

Satu hari sebelum misi penyergapan (hari penyanderaan)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Satu hari sebelum misi penyergapan (hari penyanderaan)...

Pagi-pagi buta ketika suasana masih gelap, sebuah mobil mewah memasuki area sekitar Al-Maliki. Jenis mobil sedan yang berukuran kecil itu dapat melewati gang sempit yang tak bisa dilalui mobil Werel. Gemeretak suara kerikil terdengar nyaring karena suasana yang hening. Mobil itu berbelok ke arah samping lalu masuk ke sebuah pintu berbentuk petak di tanah yang sudah terbuka lebar.

Bagi orang yang tak mengetahuinya, mereka akan mengira mobil itu ditelan bumi.

Setelah mobil mewah tersebut tak terlihat lagi, pintu pun menutup dengan sendirinya seperti telah dikendalikan dari jauh.

"Gio,"

"Ya, Pak?"

"Semuanya sudah berkumpul?"

"Sudah, Pak. Bahkan Nyonya besar juga hadir." Alis Aidan naik sebelah, "Ibu saya? Di sini?" tanya Aidan memastikan.

Gio mengangguk mengiyakan. "Maaf tidak memberitahu terlebih dahulu, Pak. Nyonya melarang." Aidan memijit pelipis yang berdenyut dan rasa sakit itu seolah menjelar ke seluruh kepalanya.

Jika semua orang yang bekerja dengan Aidan merasa takut dengan pergerakan licik namun mematikan dari pria itu, maka sosok yang biasa mereka panggil Nyonya Besar lebih menakutkan lagi. Beliau adalah wanita tua berumur 65tahun, memiliki paras cantik serta awet muda yang tak segan-segan menghilangkan nyawa orang yang tidak ia sukai atau membuatnya marah.

Beliau adalah ibu kandung Aidan, yang datang kepadanya ketika lelaki itu terpuruk, memprovokasinya sehingga Aidan menjadi dirinya yang sekarang. Tentu si Nyonya Besar melakukan itu karena sebuah alasan yang tidak lain dan tidak bukan adalah harta serta kekuasaan.

Peninggalan orang tua yang mengadopsi Aidan sangat banyak, ia merasa sayang jika Aidan menyia-nyiakan semua itu. Beliau mendatangi anak laki-laki yang dulu ia buang ke sebuah panti lalu mulai menghasutnya untuk membalas dendam.

Nyonya Besar layaknya dalang dari sebuah wayang di mana Aidan menjadi boneka wayang utamanya, segala pergerakan Aidan diawasi, tindak tanduknya diatur sedemikian rupa agar sejalan dengan keinginan.

Sesuai kesepakatan, Aidan tidak pernah menunjukkan kepada publik siapa ibu kandungnya, semua orang hanya tahu bahwa ia di adopsi oleh keluarga kaya yang pada akhirnya meninggal akibat perselisihan sengit antara keluarga Prasaja dan keluarga Rauf.

Pantaslah kehidupan pribadi Aidan sangat dirahasiakan, karena begitu rumit dan kelam.

"Kau sudah datang?" seisi ruangan mengalihkan pandangan ke pintu di mana Aidan dan Gio berdiri. Di dalam ruangan itu terdapat sekitar tujuh orang termasuk si Pak Tua, mereka adalah orang-orang penting dibalik setiap gerakan Kelompok Mortem di Indonesia.

Gio menarik sebuah kursi untuk Aidan tepat di sebelah Ibunya.

Melihat orang yang duduk di hadapannya, Aidan tersenyum sinis. "Aneh sekali bertemu anda dengan pakaian biasa seperti ini," mengintimidasi seseorang memang keahlian Aidan, mungkin sifat ini turun dari sosok Ibunya sendiri, "Ternyata seragam anda memang kunci utama untuk penampilan yang terkesan bijaksana itu, apakah saya salah Pak Kapolri yang terhormat?" Pria yang dimaksud Aidan hanya berdeham, tak terlalu minat untuk merespon karena segan dengan si Nyonya Besar.

THE ANGEL NUMBER 110Where stories live. Discover now